dc.description.abstract | Kedudukan Hukum Penggugat Terhadap Hak Menguasai Harta Waris
Rumah Peninggalan (Studi Putusan Nomor 257/Pdt/2019/PT Mdn); Agusti
Dea Sari Situmorang, 170710101355; 64 halaman: Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember.
Di Indonesia ada 3 (tiga) macam hukum waris untuk menyelesaikan
sengketa waris yaitu, antara lain Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan
Hukum Waris Barat peninggalan Hindia Belanda yang bersumber pada BW
(Burgerlijk Weboek) yang di Indonesia telah diatur dengan KUH Perdata.
Menurut KUH Perdata prinsip pewarisan adalah harta waris baru terbuka atau
dapat diwariskan kepada pihak lain apabila terjadinya suatu kematian (Pasal 830
KUH Perdata). Dalam KUH Perdata tidak membedakan antara laki-laki dengan
perempuan. Pada perkembangan zaman ini banyak sekali terjadi permasalahan
waris, sama halnya dengan Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 257/Pdt/2019/PT
MDN yang telah diputus tanggal 26 Agustus 2019 terkait masalah sengketa waris
keluarga, dalam perkara seluruh ahli waris Alm. Polin Sitompul. Sengketa waris
ini terjadi dalam lingkup masyarakat adat batak dimana para penggugat
merupakan anak perempuan dari Alm. Polin Sitompul. Oleh sebab itu, penulis
tertarik untuk mengkaji kasus tersebut dalam karya tulis ilmiah berbentuk skripsi
dengan judul “Kedudukan Hukum Penggugat Terhadap Hak Menguasai
Harta Waris Rumah Peninggalan (Studi Putusan Nomor 257/Pdt/2019/PT
MDN)”. Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini yaitu 1) dasar hukum gugatan
waris oleh penggugat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor
257/Pdt/2019/PT MDN 2) Perbuatan hukum tergugat menguasai objek sengketa
apakah merupakan perbuatan melawan hukum 3) Ratio Decidendi hakim dalam
pokok perkara sengketa waris nomor 257/Pdt/2019/PT MDN apakah sudah sesuai
dengan KUH Perdata. Manfaat teoritis dalam skripsi ini diharapkan bisa
menambah pengetahuan, wawasan dan memberikan masukan kepada para
pembaca agar dapat mempertimbangkan dalam melakukan suatu penelitan skripsi
dan penelitian-penelitian lainnya. Sedangkan manfaat praktisnya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu dalam hukum perdata,
terkhusus yang berhubungan dengan Hak Menguasai Harta Waris. Tipe penelitian
dalam skripsi ini yaitu tipe Penelitian Yuridis Normatif (Legal Research) dengan
menggunakan Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan Konseptual
(Conceptual Approach), dan Pendekatan Perundang-Undangan (Statute
Approach), sumber bahan hukum yang digunakan adalah Bahan Hukum Primer,
Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Non Hukum,
Kajian pustaka dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 3 (tiga) sub
pokok bahasan. Kesatu mengenai Hukum Waris yang terdiri atas Pengertian
Hukum Waris, Unsur Hukum Waris, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Kedua, Gugatan yang terdiri atas Pengertian Gugatan,
Dasar Hukum Gugatan, Pihak-Pihak Dalam Gugatan. Ketiga, Hak Menguasai atau
Kedudukan Berkuasa (Bezit) yang terdiri atas Pengertian Hak, Pengertian Hak
Menguasai atau Kedudukan Berkuasa (Bezit), Dasar Hukum Hak Menguasai atau
Kedudukan Berkuasa (Bezit), Hak-Hak Yang Berasal Dari Bezit.
14
Kesimpulan dalam pembahasan skripsi ini yaitu: Pertama, Dasar hukum
gugatan waris oleh penggugat dalam Putusan Nomor 257/Pdt/2019/PT Mdn
adalah Pasal 832 KUH Perdata, Pasal 833 ayat (1) KUH Perdata, Pasal 834 KUH
Perdata, Pasal 1066 KUH Perdata, dan Pasal 1365 KUH Perdata. Kedua,
Perbuatan Hukum Tergugat bukan merupakan Perbuatan Melawan Hukum. Hal
ini dapat dibuktikan dengan adanya Surat Pengakuan dan Pernyataan Ahli waris
yang menyatakan bahwa rumah peninggalan tidak untuk dijual dan dibagi-bagi
namun digunakan sebagai tempat berkumpul dimana kemudian tergugat
mempunyai hak untuk tinggal dan merawat rumah terperkara sesuai dengan
wasiat pewaris sebelum meninggal, kemudian tidak adanya perbuatan melawan
hukum yang dilakukan tergugat dapat dibuktikan juga dengan bukti-bukti berupa
pengakauan para saksi. Dengan demikian penulis juga setuju dengan rangkaian
pertimbangan Majelis berpendapat tidak terdapatnya perbuatan Tergugat I telah
melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak memenuhi unsur-unsur
perbuatan melawan hukum. Ketiga, Ratio Decidendi atau pertimbangan hukum
hakim Pengadilan Tinggi Nomor 257/Pdt/2019/PT Mdn dalam memutus perkara
tidak sesuai dengan KUH Perdata, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 832
BW, Pasal 852 BW, dan Pasal 854 BW, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Adapun saran dalam penulisan skripsi ini yaitu: Pertama, apabila terjadi
perselisihan atau sengketa terkait harta warisan, akan lebih baik kedua belah pihak
memilih menyelesaikan dengan damai, yaitu dengan cara permusyawarahan
antara kedua belah pihak agar tercipta perdamaian sehingga tidak terjadi
perpecahan antara keluarga. Kedua, kepada para penggugat dan tergugat
diharapkan lebih paham mengenai porsi harta waris yang diterima dan tetap
menjalankan wasiat dari pewaris sesuai dengan hukum yang berlaku. Ketiga,
disarankan kepada Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut agar dapat
meneliti dengan seksama mengenai dasar hukum dan pertimbangan hukum, tidak
hanya melihat dari hukum adat yang berlaku ditempat tersebut akan tetapi
diharapkan dapat mempertimbangkan putusan sesuai dengan KUH Perdata. | en_US |