dc.description.abstract | Dalam prakteknya masih banyak ditemukan masyarakat yang
melaksanakan perkawinan tanpa adanya pencatatan perkawinannya, sehingga
perkawinan tersebut tidak memiliki fondasi yang kuat yaitu berupa kepastian
hukum. Apabila suatu saat dalam perkawinan itu teijadi suatu sengketa, misalnya:
perceraiaan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis menemukan fakta
dalam putusan perkara Nomor 0038/Pdt.G/2009/PA.Jr. dimana duduk perkaranya
pihak penggugat yang ingin melakukan perceraian menemukan kendala proses
perceraiannnya. Yaitu pihak penggugat belum memperoleh kutipan akta nikah
sebagaimana mestinya. Setelah penggugat mengurus pada KUA Tanggul
Kabupaten Jember ternyata pernikahan penggugat dan tergugat tidak tercatat di
KUA tersebut. Atas fakta tersebut penulis akan membahas dan menganalisa
putusan Nomor: 0038.Pdt.G/2009/PA.Jr. dalam skripsi yang beijudul Komulasi
Pemeriksaan Perkara Itsbat Nikah dan Cerai Gugat Di Bidang Perkawinan.
Permasalahan yang akan dibahas berdasarkan latar belakang tersebut
adalah apakah komulasi dalam pemeriksaan itsbat nikah dan cerai gugat sesuai
dengan hukum acara yang berlaku, apakah surat keterangan Kantor Urusan
Agama tentang tidak dicatatkannya suatu perkawinan mempunyai kekuatan
sebagai alat bukti, dan apa Ratio Decidendi Hakim dalam memutus perkara
Nomor: 0038/Pdt.G/2009/PA.Jr Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk
mengkaji dan menganalisa dari permasalahan yang terbagi dalam tujuan umum
dan tujuan khusus.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tipe penelitian
yuridis normatif (Legal Research). Pendekatan masalah berupa pendekatan
Undang-undang {statute approach,), konseptual {conseptual approach) dan studi
kasus (case study). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan non hukum dengan metode deduktif.
Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang telah dilakukan,
maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut, Pertama: Penggugat dapat mengajukan gugatan komulasi yaitu permohonan itsbat nikah dan gugatan
cerai karena pengajuan itsbat nikah tersebut diajukan dalam rangka penyelesaian
perceraian, karena itu dapat diperiksa dan diputus secara bersamaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) huruf (a) Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam dengan tujuan tidak lain adalah agar
perkara itu diperiksa oleh Hakim yang sama guna menghindarkan kemungkinan
adanya putusan yang saling bertentangan satu sama lain. Di dalam bunyi pasal 86
ayat (1) Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjelaskan
bahwa “Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta
bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian
ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dalam
prakteknya ketentuan pasal tersebut sering di kontruksikan bahwa dalam
pengusaan anak, nafkah anak, nafkah istri, harta bersama suami istri,
pemeriksaannya dapat digabung dengan perkara perceraian karena ada unsur
koneksitas atau keterkaitan baik itu secara obyektif maupun subyektif. Sehingga
ada suatu persamaan antara perkara permohonan itsbat nikah dengan cerai gugat.
Kedua: Surat Keterangan Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanggul, Kabupaten
Jember tentang belum dicatatkannya perkawinan mempunyai kekuatan alat bukti
yang dapat dipakai sebagai alat bukti tertulis. Untuk melakukan proses
pemeriksaan perceraian, surat keterangan tersebut belum memiliki kekuatan alat
bukti yang sempurna. Karena untuk melakukan proses pemeriksaan perceraian di
lingkungan Pengadilan Agama perkawinan itu harus sah. Ketiga: Majelis Hakim
menyatakan permohonan itsbat nikah dan gugatan cerai gugat yang di ajukan oleh
Penggugat telah sesuai dengan maksud yang terkandung dalam pasal 7 ayat (3)
huruf a Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran Kompilasi
Hukum Islam yang menyebutkan bahwa, “Adanya perkawinan dalam rangka
penyelesaian perceraian”.
Saran Penulis adalah dalam memeriksa dan memutus perkara itsbat nikah
dan perceraian yang dikomulasikan, seharusnya Majelis Hakim dalam putusannya
mencantumkan dasar hukum komulasi tersebut. | en_US |