dc.contributor.author | NOVITASARI, Rikha | |
dc.date.accessioned | 2023-04-13T03:38:28Z | |
dc.date.available | 2023-04-13T03:38:28Z | |
dc.date.issued | 2020-03-17 | |
dc.identifier.nim | 160710101443 | en_US |
dc.identifier.uri | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/115250 | |
dc.description.abstract | Letak yang strategis yang dimiliki Indonesia menjadikan Indonesia
sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alamnya, baik yang berada di atas
maupun di bawah permukaan bumi. Peraturan pertambangan terdapat pada UU
No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Salah satu poin dari UU
Minerba yaitu melakukan pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara dalam
negeri, akan tetapi kebijakan tersebut tidak berjalan dengan baik dikarenakan
adanya inkonsistensi peraturan pelaksanaan terkait dengan pembangunan Smelter.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang timbul yaitu Apa bentuk
inkonsistensi peraturan pelaksanaan pembangunan smelter (pengolahan dan
pemurnian mineral dan batubara di Indonesia, Apa dampak inkonsistensi
peraturan pelaksanaan pembangunan smelter (pengolahan dan pemurnian mineral
dan batubara) terhadap iklim penanaman modal di Indonesia, Bagaimana
perlindungan hukum bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi
produksi dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi terhadap
inkonsistensi peraturan pelaksanaan pembangunan smelter (pengolahan dan
pemurnian mineral dan batubara). Tujuan penulisan skripsi ini Untuk memenuhi
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember,
sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan dengan semakin berkembangnya kegiatan usaha pertambangan
mineral dan batubara, untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada pelaku
usaha serta pihak-pihak terkait atas permasalahan yang dibahas. Metodologi
penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu tipe penelitian hukum
normatif (nomative legal research). Pendekatan masalah yang digunakan dalam
penyusunan skripsi yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan
pendekatan kosep (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan
adalah sumber bahan hukum primer dan sekunder.
Tinjauan Pustaka dalam penulisan ini dibagi menjadi tiga sub Pertama,
yakni menjelaskan mengenai inkonsistensi peraturan pelaksana yang merupakan
bentuk inkonsistensi dalam peraturan tertulis yang memuat norma yang
dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat negara yang memiliki kewenangan sesuai
dengan tata cara yang telah ditentukan, Kedua, menjelaskan mengenai
Pertambangan bagaimana pengertian pertambangan, apa saja asas dan tujuan
pertambangan serta apa pengertian smelter dan yang Ketiga, menjelaskan
mengenai penanaman modal.
Kebijakan UU Minerba mewajibkan bagi pemegang IUP dan IUPK
operasi produksi untuk melakukan pembangunan smelter (pengolahan dan
pemurnian mineral dan batubara) di dalam negeri selambat-lambatnya lima tahun
sejak UU Minerba diterbitkan. Amanat tersebut tertuang dalam Pasal 102, Pasal
103 dan Pasal 170 UU Minerba. Kemudian terkait dengan peraturan teknisnya
pemerintah mengeluarkan PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Akan tetapi berjalannya waktu
kebijakan tersebut tidak terlaksana dengan baik sehingga pemerintah memberikan
relaksasi waktu terus-menerus yang kemudian menimbulkan inkonsistensi
peraturan pelaksanaan pembangunan smelter (pengolahan dan pemurnian mineral
dan batubara). Inkonsistensi peraturan mulai dari tiga peraturan pelaksananya
yang dikeluarkan secara bersamaan, penghilangan kata pemurnian dalam PP No.1
Tahun 2017 serta terkait dengan sub delegasi pengaturan peningkatan nilai
tambah dari UU Minerba ke Peraturan Menteri ESDM tidak sesuai dengan yang
ditentukan oleh Pasal 103 UU Minerba. Sehingga dalam hal ini pemerintah masih
setengah hati dalam menyediakan regulasi dan infrastruktur yang kemudian
berdampak pada kelancaran bagi pelaku usaha serta investor dalam membangun
smelter, yang tujuannya untuk memberikan nilai tambah bagi negara. Sudah
seharusnya pemerintah melaksanakan kebijakan tersebut dengan sepenuh hati
sehingga dapat memberikan dampak yang nyata bagi masyarakat Indonesia dalam
kegiatan penghiliran sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Dalam
mewujudkan keinginan negara Indonesia untuk memiliki pabrik smelter
(pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara) tidaklah mudah terdapat
beberapa kendala yang dihadapi oleh pengusaha pertambangan diantaranya yaitu
terkait dengan birokrasi dan regulasi yang ada, ketidakjelasan tata ruang, serta
ketersediaan infrastuktur juga ikut serta dalam terhambatnya pembangunan
smelter (pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara). Keadaan tersebut
mengakibatkan penanaman modal tidak kondusif dibidang pertambangan
khususnya industri smelter. Perlindungan hukum merupakan aspek penting dalam
kegiatan usaha, guna dapat menarik penanam modal dalam menanamkan
modalnya untuk membangaun pabrik smelter yaitu dengan cara adanya payung
hukum yang memadai. Sesuai dengan sifatnya dalam kegiatan penanaman modal
yang penuh dengan resiko, maka dipandang perlu dukungan suatu aturan yang
mampu menciptakan keadian, kepastian dan efisiensi. Untuk memberikan
kepastian bagi para pelaku usaha pertambangan yaitu dengan cara membenahi
regulasi yang ada serta menseragamkan semua regulasi yang berkaitan dengan
penambangan, sehingga dapat terciptanya hilirisasi dalam negeri.
Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang yang telah
dilakukan maka dapat ditarik kseimpulan sebagai berikut : (1) Kebijakan UU
Minerba mewajibkan bagi pemegang IUP dan IUPK operasi produksi untuk
melakukan pembangunan smelter di dalam negeri selambat-lambatnya lima tahun
sejak UU Minerba diterbitkan. Akan tetapi berjalannya waktu kebijakan tersebut
tidak terlaksana dengan baik. Sehingga timbulah inkonsistensi peraturan
pelaksanaan pembangunan smelter. (2) Terdapat banyak kendala dalam
membangun pabrik smelter, karena pemerintah belum mampu menciptakan iklim
investasi yang kondusif dibidang pertambangan. (3) Perlindungan hukum aspek
penting dalam kegiatan usaha, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada peraturan
terkait dengan pembangunan smelter agar tercipta kepastian bagi para pelaku
usaha. Saran ditujukan kepada Pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang kemudian
diharapkan peraturan dibawahnya dapat selaras yang kemudian dapat terciptanya
kepastian hukum yang kemudian dampaknya pada iklim penanaman modal yang
kondusif dibidang pertambangan khususnya industri smelter. | en_US |
dc.description.sponsorship | Dosen Pembimbing Utama,Ikarini Dani Widiyanti, S.H., M.H.
Dosen Pembimbing Anggota,Pratiwi Puspito Andini, S.H., M.H. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | Fakultas Hukum | en_US |
dc.subject | DAMPAK INKONSISTENSI PERATURAN | en_US |
dc.subject | PEMBANGUNAN SMELTER (PENGOLAHAN | en_US |
dc.subject | PENANAMAN MODAL | en_US |
dc.title | Dampak Inkonsistensi Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Smelter (Pengolahan dan Pemurnian Mineral dan Batubara) terhadap Iklim Penanaman Modal di Indonesia | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
dc.identifier.prodi | Ilmu Hukum | en_US |
dc.identifier.pembimbing1 | Ikarini Dani Widiyanti, S.H., M.H | en_US |
dc.identifier.pembimbing2 | Pratiwi Puspito Andini, S.H., M.H | en_US |
dc.identifier.validator | Taufik | en_US |
dc.identifier.finalization | Taufik | en_US |