Show simple item record

dc.contributor.authorPRAKOSO, Moh Noptian Bagas
dc.date.accessioned2023-03-27T02:41:38Z
dc.date.available2023-03-27T02:41:38Z
dc.date.issued2022-06-21
dc.identifier.nim160710101584en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/113511
dc.description.abstractLatar belakang skripsi ini adalah adanya perkembangan hidup manusia yang tidak dapat dipisahkan oleh perkawinan untuk membentuk suatu keluarga. Sebuah keluarga terbentuk akibat adanya perbuatan hukum yaitu perkawinan. Keabsahan perkawinan yang benar adalah sah secara hukum baik hukum Perdata, hukum Islam dan Hukum Adat. Sistem hukum Indonesia mengatur mengenai perkawinan dan akibat-akibat hukum yang ditimbulkan, terutama masalah pewarisan. Kemajemukan masyarakat Indonesia mempengaruhi sistem hukum yang berlaku, dalam hal ini sistem hukum waris. Pelaksanaan hukum waris merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan penting untuk menentukan sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat dan bagaimana kedudukan ahli waris serta berapa perolehan masing-masing secara adil. Waris juga merupakan masalah yang selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Masalah sengketa penetapan ahli waris muncul karena adanya ahli waris yang beda agama dengan pewaris. Berdasarkan latar belakang tersebut, skripsi ini menyajikan untuk mengangkat permasalahan mengenai sengketa penetapan ahli waris yang beda agama. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah penetapan ahli waris yang beda agama sesuai dengan Undang-Undang ? (2) Apa pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1582 K/Pdt/2012 ? Tujuan dari penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu untuk memenuhi tujuan akademis guna memenuhi dan melengkapi tugas dan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember, untuk sarana pembangkan ilmu dan pengetahuan hukum yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan Di Fakultas Hukum Universitas Jember dengan praktik yang terjadi dalam masyarakat dan untuk melengkapi Khasanah Ilmu Pengetahuan yang terhimpun dalam kepustakaan Universitas Jember, khususnya pada Fakultas Hukum dan juga sebagai tambahan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Tujuan khusus yaitu untuk mengetahui dan memahami hak waris dari ahli waris yang beda agama dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1582 K/Pdt/2012. Metode penelitian yang digunakan penulisan skripsi ini yaitu menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, dengan melakukan penelitian menggunakan pendekatan masalah berupa : Pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dan bahan non hukum yang berasal dari jurnal ataupun internet yang relevan dengan topik. Analisan bahan hukum dalam hal ini menggunakan pendekatan deduktif yakni dengan pembahasan secara umum yang merujuk pada suatu yang khusus. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa : pewarisan yang beda agama mempunyai hubungan hukum diantara unsur-unsur hukum waris. Unsur-unsur hukum waris tersebut meliputi hubungan hukum diantara subyek hukum dengan obyek hukum serta bagaimana proses peralihan harta benda/harta peninggalan. Unsur-unsur hukum waris dengan merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, maka masalah pewarisan diselesaikan pada Pengadilan Agama untuk orang-orang Islam dan Pengadilan Umum untuk orang-orang non-Islam. Ahli waris yang beda agama (non-Islam) pada praktiknya dinyatakan sebagai ahli waris yang sah dari pewaris yang beragama Islam. Hukum Islam menyatakan seseorang yang beda agama dengan pewaris dinyatakan tidak berhak menjadi ahli waris yang sah. Pengadilan umum sebagai lembaga peradilan untuk orang-orang yang mencari keadilan demi hukum menjadi pilihan penyelesaian penetapan ahli waris yang beda agama. Penyelesaian sengketa tersebut harus didasarkan pada hukum yang berlaku dalam masyarakat. Hukum Adat sebagai salah satu hukum yang tumbuh didalam masyarakat juga mengatur masalah pewarisan. Hukum waris adat menyatakan ahli waris yang utama meliputi orang-orang utama yaitu anak-anak yang memiliki hubungan darah sebagai penerus keturunan dan sebagai ahli waris. Mahkamah Agung memutuskan penetapan ahli waris yang beda agama sebagai ahli waris yang sah menurut hukum Perdata. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat dikemukakan bahwa : Pertama, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1582 K/Pdt/2012 terhadap pertimbangan hukum oleh hakim telah sesuai dengan KUH Perdata Pasal 832 yang menyatakan bahwa ahli waris merupakan para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin. Pasal tersebut menyatakan ahli waris yang beda agama tetap dinyatakan sebagai ahli waris yang sah karena memiliki hubungan darah dengan pewaris, namun penetapan ahli waris tersebut menjadi tidak sesuai dengan Undang-Undang karena adanya ketentutan dalam hukum waris Islam. Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf (c) telah menjelaskan bahwa ahli waris beragama Islam. KHI telah menjelaskan secara eksplisit bahwa orang tua dan anak yang tidak seagama tersebut tidak dapat memiliki hubungan saling mewaris. Kedua, pedoman hukum hakim dalam pelaksanaan penetapan ahli waris beda agama, yang digunakan ukuran untuk menentukan berwenang tidaknya lembaga peradilan didasarkan pada hukum Perdata Pasal 832 KUH Perdata. Dengan memperhatikan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman. Dengan demikian penetapan ahli waris tersebut hanya mempertimbangkan ketentuan yang ada dalam hukum Perdata saja, tanpa memperhatikan hukum Islam sebagai agama yang dianut Pewaris. Berdasarkan hasil pembahasan dapat diberi saran bahwa : Pertama, sebaiknya dalam menerapkan hukum formil apabila terdapat hukum materiil yang saling bertumpang tindih diperlukan suatu penemuan hukum (rechtsvinding), hal tersebut merupakan tugas dan wewenang seorang hakim. Dengan demikian dapat mempertimbangkan yurisprudensi sebagai sumber hukum hakim apabila tidak ditemukan hukum materiil yang ditemukan. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 368K/AG/1995 tanggal 16 Juli 1995 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 51K/AG/1999 tanggal 29 September 1999 dalam salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa anak kandung non-Muslim tetap berhak mendapatkan bagian dari harta warisan, namun bukan sebagai ahli waris melainkan melalui wasiat wajibah. Kedua, sebaiknya seorang hakim lebih bijaksana dan berhati-hati dalam menerapkan hukum, karena tugas dan wewenang seorang hakim merupakan untuk mengadili para pihak yang bersengketa dan dapat membantu para pencari keadilan. Perlu memperhatikan aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia, tidak hanya memperhatikan hukum Perdata saja. Terlebih para pihaknya memiliki perbedaan agama, yang salah satunya beragama Islam. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin keadilan bagi masyarakat Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28.en_US
dc.description.sponsorshipProf. Dr. Dominikus Rato, S.H., M.Si. Nanang Suparto, S.H., M.H.en_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectAhli warisen_US
dc.subjectBeda agamaen_US
dc.subjectSengketaen_US
dc.subjectPenetapan ahli warisen_US
dc.subjectAhli waris beda agamaen_US
dc.titleSengketa Penetapan Ahli Waris yang Beda Agama (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1582 K/Pdt/2012en_US
dc.typeTesisen_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Prof. Dr. Dominikus Rato, S.H., M.Si.en_US
dc.identifier.pembimbing2Nanang Suparto, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.validatorratna_1 Desember 2022en_US
dc.identifier.finalizationFinalisasi tanggal 27 Maret 2023_M.Arif Tarchimansyahen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record