dc.description.abstract | Melakukan hubungan hukum seperti perjanjian dapat mengalami hambatan
contohnya wanprestasi yang akan menimbulkan kerugian. Hal tersebut seperti
yang terjadi diantara PT. Astra Sedaya Finance dengan Apriliani Dewi. Mereka
telah sepakat untuk melakukan perjanjian hukum berupa pembiayaan multiguna.
PT. Astra Sedaya Finance sepakat memberikan fasilitas pembiayaan kepada
Apriliani Dewi dalam bentuk penyediaan dana untuk pembelian 1 (satu) unit
mobil. Apriliani Dewi dan Suri Agung Prabowo memberikan kendaraan tersebut
secara fidusia sebagai jaminan bahwa akan memenuhi kewajibannya. Namun
secara sepihak, PT Astra Sedaya Finance merasa Apriliani Dewi telah melakukan
wanprestasi sehingga PT. Astra Sedaya Finance merasa mempunyai hak untuk
melakukan eksekusi sendiri sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang Undang Jaminan Fidusia tanpa melalui Pengadilan Negeri yaitu dengan meminta
bantuan debt collector. Namun seringkali perlakuan debt collector melanggar
etika dan peraturan di dalam melakukan penagihan. Atas perkara tersebut,
Apriliani Dewi mengajukan perkara ke Mahkamah Konstitusi mengenai Pasal 15
ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia karena merasa adanya
pasal tersebut tidak melindungi Pemberi Fidusia atas harta bendanya dan justru
cenderung melindungi Penerima Fidusia.
Berdasarkan uraian tersebut selanjutnya akan di telaah, dikaji, dan dibahas
dalam penulisan skripsi berjudul: Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Dengan rumusan
masalah sebagai berikut: Pertama, apa yang emnjadi pertimbangan Hakim
Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara nomor 18/PUU-XVII/2019 terhadap
hak eksekusi penerima fidusia telah sesuai dengan hukum yang berlaku?; kedua,
bagaimana akibat hukum eksekusi jaminan fidusia pasca putusan mahkamah
konstitusi nomor 18/PUU-XVII/2019?; bagaimana perlindungan hukum penerima
fidusia pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 18/PUU-XVII/2019?.
Tujuan Penelitian terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum yaitu 1) Penelitian ini dilakukan guna memenuhi persyaratan pokok yang
bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Fakultas Hukum Universitas Jember. 2) Penelitian ini
digunakan sebagai bentuk kontribusi pemikiran dan wawasan ilmu hukum
khususnya di bidang perbankan, dimana hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
berguna bagi almamater, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember dan
masyarakat umum. 3) Penelitian ini dilakukan sebagai sarana menerapkan ilmu
dan pengetahuan di bidang hukum, yang telah diperoleh di bangku perkuliahan
yang kemudian diaplikasikan di masyarakat. Dan tujuan khusus yaitu untuk
menjawab rumusan masalah yang ada dalam skripsi ini
Metode Penelitian merupakan cara yang dapat memudahkan peneliti dalam
melakukan penelitian. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang fokus untuk mengkaji
penerapan-penerapan, kaidah-kaidah, atau norma-norma dalam hukum positif
yang berlaku.
Adapun dalam penulis skripsi ini, penulis menggunakan 3 (tiga) jenis
pendekatan yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yaitu pendekatan
perundang-undangan, pendekatan koseptual dan pendekatan kasus. Bahan hukum
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan non-hukum.
Hasil penelitian tersebut, penulis mendapat kesimpulan yaitu, pertama,
pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara nomor
18/PUU-XVII/2019 yang menyatakan bahwa jaminan fidusia yang tidak ada
kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara
sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka mekanisme dan prosedur
hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan
berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap membuat hilangnya sifat kemudahan dari eksekusi
jaminan fidusia. pertimbangan hukum yang menyatakan cidera janji ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau berdasarkan atas
upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji tidak perlu apabila
dalam perjanjian sudah jelas menentukan kriteria wanprestasi dan sudah
disebutkan didalam Akta Fidusia. Kedua, akibat hukum eksekusi pasca putusan
18/PUU-XVII/2019. Kedua, Adanya putusan Mahkamah Konstitusi membuat
kreditur apabila merasa debitur melakukan cidera janji maka tidak dapat langsung
mengeksekusi objek yang menjadi jaminan fidusia melainkan harus melalaui
kesepakatan antara kreditur dan debitur bahwa debitur telah melakukan cidera
janji dan perlu adanya kesukarelaan dari debitur untuk memyerahkan objek
jaminan fidusia. Apabila debitur tidak dengan sukarela menyerahkan objek
tersebut, maka kreditur tidak dapat langsung mengeksekusi melainkan harus
melalui Pengadilan Negeri. Ketiga, perlindungan penerima fidusia pasca putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 yaitu dengan menerapkan 5C
dan 7P dan para pihak dalam mengajukan akta kepada Notaris perlu disepakati
lebih rinci lagi terutama mengenai masalah wanprestasi.
Saran yang diambil penulis dari pembahasan yaitu Penerima Fidusia
sebelum memberikan fasilitas pinjaman, sebaiknya mengetahui lebih cermat
mengenai latar belakang calon peminjam supaya terhindar dari calon peminjam
yang memiliki itikad tidak baik yaitu dengan menerapkan prinsip 5C dan 7P.
Selain itu untuk pertimbangan hukum hakim merupakan alasan hakim dalam
memutus perkara. Hakim harus cermat dalam mengambil keputusan. Hendaknya
hakim mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan apakah kepuutusan
tersebut dapat menyelesaikan masalah atau justru akan menimbulkan masalah
baru. | en_US |