Keputusan Presiden Erdogan Membuka Kembali Hagia Sophia (Ayasofya) sebagai Masjid
Abstract
Hagia Sophia atau yang dalam bahasa Turki disebut Ayasofya serta
dikenal sebagai Sancta Sophia dalam bahasa latin adalah sebuah bangunan besar
yang didirikan pada masa kekaisaran Byzantium (kekaisaran Romawi Timur)
sekitar tahun 537 masehi (Aviv, n.d.). Hagia Sophia yang apabila diterjemahkan
dalam Bahasa Inggris disebut “the church of the holy wisdom” ini memiliki
arsitektur khas dan merupakan salah satu monumen besar warisan dunia sekaligus
merupakan saksi bisu pergantian kekuasaan dan rezim di Istanbul (dahulu
Konstantinopel). Hagia Sophia yang awal mula berdiri sebagai bangunan Gereja
Kristen Ortodoks, pada masa kekaisaran Ottoman (kekhalifahan Utsmani yang
merupakan kekaisaran Islam terbesar yang bukan berasal dari bangsa Arab)
sekitar tahun 1453 dialihfungsikan menjadi Masjid karena kemenangan Sultan
Mehmet II (Utsmaniyah) atas pemimpin sebelumnya (Plachý et al., 2016). Nama
Hagia Sophia sendiri tetap dipertahankan, hanya ornamen-ornamen khas gereja
yang sebelumnya saja yang ditutup menggunakan kain.
Setelah kekaisaran Ottoman berakhir, Mustafa Kemal Atatürk yang mana
merupakan Founding Father dari Republik Turki mengubah Turki menjadi negara
republik yang memiliki ideologi politik sekuler. Saat itu Hagia Sophia pun
berubah statusnya kembali menjadi museum (Widiyani, n.d.). Ornamen-ornamen
Hagia Sophia yang ditinggalkan pemerintah terdahulu yang sebelumnya ditutup,
oleh Atatürk akhirnya dibuka dan dipertunjukkan kepada masyarakat domestik
maupun wisatawan mancanegara sehingga mereka mengetahui betapa Turki bisa
hidup berdampingan dengan perbedaan didalamnya. Semenjak saat itu pula Hagia
Sophia diakui UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organisation) sebagai area bersejarah di Istanbul (Hadi, n.d.).