Implikasi Sistem Sewa Lahan terhadap Relasi Sosial Petani Jeruk di Jember (Studi Deskriptif di Desa Gadingrejo, Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember)
Abstract
Perubahan nilai lahan menjadi sangat tinggi di Desa Gadingrejo, Kecamatan
Umbulsari, Kabupaten Jember sejak adanya tanaman jeruk. Tanaman jeruk berhasil
mengambil perhatian para penyewa lahan baik lokal maupun yang berasal dari luar
daerah yang kemudian membentuk suatu tatanan sistem penyewaan lahan baru.
Penyewa lahan melakukan sewa melalui makelar dan untuk mengontrol seluruh
pekerjaan di lahannya, biasanya penyewa memiliki orang kepercayaan. Tahapan yang
harus dilalui oleh para penyewa yang berasal dari luar daerah itu yang kemudian
membentuk suatu sistem sewa dan relasi sosial di kalangan petani jeruk.
Penelitian ini bertujuan: Mengetahui, mendeskripsikan serta menganalisis proses
sistem penyewaan tanaman yang terjadi antara pemilik tanaman, makelar, penyewa
yang juga sekaligus sebagai pedagang, orang kepercayaan yang juga bisa termasuk
buruh tani dan buruh tani itu sendiri. Dan untuk mengetahui, mendeskripsikan serta
menganalisis implikasi sistem penyewaan lahan jeruk terhadap relasi sosial di
kalangan petani jeruk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, tehnik pengumpulan informan dengan
menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data penelitian melalui observasi,
wawancara mendalam, dokumentasi dan studi pustaka. Dalam proses validitas data,
peneliti memperpanjang waktu observasi, pengamatan yang terus menerus,
membicarakan hasil temuan dengan orang lain, menggunakan bahan referensi. Dalam
analisis data, peneliti melakukan pengkategorian data, menginterpretasi data,
mendialektikakan data dengan teori, memaparkan hasil penelitian baru kemudian
dapat mengambil suatu kesimpulan.
Petani di Desa Gadingrejo pada awalnya menanam tanaman subsisten padi
yang kemudian karena adanya tekanan struktural atau kebijakan pemerintah TRI,
petani menanam tanaman komersil tebu. Namun dengan adanya kebijakan TRI ini,
petani merasa tertekan dan ingin merasakan kebebasan. Akhirnya petani melakukan
perlawanan (resistensi) dengan menanam tanaman jeruk. Seiring dengan berjalannya
waktu dan perubahan kondisi politik dalam pemerintahan, makna tanaman jeruk
bukan lagi sebagai tanaman perlawanan. Namun, tanaman jeruk ini merupakan
tanaman kesejahteraan bagi petani. Dengan adanya komersialisasi dan rasionalisasi
dalam diri petani, akhirnya petani pemilik lahan lebih memilih untuk menyewakan
lahan jeruknya. Ada dua sistem penyewaan lahan jeruk, sistem prollan dan sistem
tahunan. Sistem sewa lahan jeruk ini mempengaruhi pandangan penyewa dan pemilik
lahan, memunculkan posisi baru dan adanya dekomposisi petani dalam sistem sewa
lahan. Adanya perubahan-perubahan dalam sistem sewa lahan jeruk ini yang
kemudian mempengaruhi relasi sosial yang terjalin diantara petani dalam sistem sewa
lahan. Implikasinya terhadap relasi sosial diantara petani adalah ikatan sosial menjadi
rendah, hubungannya bersifat kontraktual semu dan terjadi patronase semu.