Show simple item record

dc.contributor.authorZUBAIDA, Ayu
dc.date.accessioned2023-01-05T04:52:42Z
dc.date.available2023-01-05T04:52:42Z
dc.date.issued2022-11-16
dc.identifier.nim170710101351en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/111407
dc.description.abstractTingginya persaingan antar para pelaku usaha akibat dari nilai permintaan atas produk kosmetika membuat pelaku usaha mengabaikan kewajiban-kewajibannya dan juga hak-hak konsumen dengan memperdagangkan produk kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, dan penandaan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Perka BPOM Nomor 11 Tahun 2017. Hal ini dibuktikan dengan beredarnya kosmetik yang telah melewati batas aman waktu pemakaian atau biasa disebut kedaluwarsa. Dimana kosmetik kedaluwarsa keberadaannya sangat dilarang dipasarkan secara bebas dan diwajibkan dilakukan penarikan oleh BPOM sesuai ketentuan Pasal 3 Perka BPOM Tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan dan Pemusnahan Kosmetika.Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini meliputi, Pertama, bentuk pengawasan peredaran dan penggunaan kosmetik di Indonesia dalam upaya perlindungan terhadap konsumen pada dasarnya merupakan tugas utama dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dilakukan dengan 3 (tiga) cara yakni, Pertama, sub sistem pengawasan produsen. Kedua, sub sistem pengawasan konsumen. Ketiga, sub sistem pengawasan pemerintah. Pada dasarnya BPOM dalam menjalankan tugas pengawasan atas peredaran kosmetik yang telah melampaui batas aman waktu pemakaian yaitu dilakukan ketika suatu produk sudah beredar di masyarakat namun sebelum itu BPOM juga berwenang untuk melakukan pengawasan sebelum suatu produk memperoleh izin edar, begitupun setelah memiliki izin edar BPOM masih berwenang mengawasi peredaran suatu produk tersebut. Kedua, bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang mengedarkan produk kosmetik yang telah melewati batas aman pemakaian yaitu Pertama, mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dialami oleh konsumen pengguna kosmetik kedaluwarsa (Pasal 19 UUPK). Kedua, pelaku usaha juga dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama lima (5) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliyar rupiah) (Pasal 62 UUPK). Ketiga, sanksi tambahan berupa perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen dan kewajiban penarikan barang dari peredaran tertentu (Pasal 63 UUPK). Keempat, sanksi penarikan wajib bagi produk kosmetik kedaluwarsa sesuai ketentuan Perka BPOM tentang Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan Pemusnahan Kosmetika dan Pasal 106 UU Kesehatan. Ketiga, bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat menggunakan produk kosmetik yang diedarkan oleh pelaku usaha yang melampaui batas waktu aman untuk digunakan, diantaranya : Pertama, sesuai Pasal 45 ayat (1) UUPK konsumen dapat menyelesaikan perkaranya melalui jalur pengadilan atau via litigasi dengan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang bertujuan untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh konsumen kosmetik kedaluwarsa. Kedua, penyelesaian sengketa dilakukan di luar pengadilan atau non-litigasi ditangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ditempuh menggunakan cara mediasi, atau arbitrase, atau konsiliasi. Ketiga, penyelesaian sengketa secara pidana dapat ditempuh oleh konsumen, apabila pelaku usaha tidak melaksanakan putusan yang telah dikeluarkan oleh BPSK (Pasal 56 ayat (4) UUPK). Keempat, penyelesaian sengketa secara administratif, dapat dilakukan apabila pelaku usaha tidak menjalankan kewajibannya yaitu dengan memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialamai oleh konsumen (Pasal 60 UUPK). Kesimpulan dan saran pada penelitian ini meliputi, Pertama, khususnya untuk konsumen lebih teliti dan berhati-hati oleh harga miring yang dijual dibawah harga pasar dan juga pada kemasan kosmetik saat ini telah dilengkapi dengan kode barcode, dimana hal tersebut mempermudah konsumen untuk mengecek keaslian suatu produk kosmetik dan juga memastikan produk kosmetik tersebut tidak melampaui batas aman pemakaian. Kedua, pelaku usaha diharapkan lebih memiliki kesadaran diri dengan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha sesuai ketentuan Pasal 8 UUPK. Ketiga, pemerintah lebih rutin dalam melakukan pengawasan terhadap produk kosmetik yang telah melewati batas aman waktu pemakaian dengan bantuan masyarakat yang proactive agar kasus seperti beredarnya kosmetik kedaluwarsa ini dapat diminimalisir.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama, Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H. Dosen Pembimbing Anggota, Pratiwi Puspitho Andini, S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPERLINDUNGAN HUKUMen_US
dc.subjectPENGGUNAAN KOSMETIKen_US
dc.subjectBATAS WAKTU AMAN PEMAKAIANen_US
dc.titlePerlindungan Hukum terhadap Peredaran dan Penggunaan Kosmetik yang Telah Melampaui Batas Aman Waktu Pemakaianen_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.pembimbing2Pratiwi Puspitho Andini, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.validatorKacung-27 Desember 2022en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record