Show simple item record

dc.contributor.authorMUNNADLIROH, Dewi
dc.date.accessioned2023-01-02T02:46:50Z
dc.date.available2023-01-02T02:46:50Z
dc.date.issued2022-11-21
dc.identifier.nim150710101600en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/111321
dc.description.abstractDunia telah mengakui bahwa meningkatnya jumlah gas rumah kaca (GRK) antropogenik adalah alasan dominan yang sangat mungkin yang mengarah pada perubahan iklim dan dampak buruk yang sesuai pada sistem manusia dan alam. Tunduk pada sifat global perubahan iklim, semua negara dan sektor di dunia harus bekerja sama untuk membangun kerangka hukum yang seimbang antara batas-batas emisi GRK antropogenik tersebut dan kemajuan ekonomi masyarakat global. Di sini Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) diadopsi pada tahun 1992 dengan tujuan kualitatif bahwa 'stabilisasi konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik yang berbahaya dengan sistem iklim' harus dicapai. Salah satu prinsip panduan dalam mengatur standar dan aturan internasional terkait perubahan iklim yang diabadikan dalam UNFCC adalah prinsip Common but Differentiated Responsibility (CBDR) yang menyatakan mengenai setiap negara harus mengambil tanggung jawab tetapi negara maju harus memikul tanggung jawab utama karena mereka telah berkontribusi pada proporsi terbesar emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara historis revolusi industri dan masa kini serta melimpahnya sumber daya finansial dan teknologi yang dimiliki. Secara eksplisit obligasi yang dirumuskan dalam protokol ini ditujukan hanya untuk negara Annex I. Sedangkan peranan negara non-annex I yang disediakan oleh Kyoto Protocol cenderung lebih “pasif”. Dilain sisi keberadaan negara berkembang memiliki peran penting dalam usaha penanggulangan perubahan iklim. Jumlah penduduk dan juga sektor industri yang berkembang pesat di negara-negara berkembang menjadi alasan pembenar terhadap pentingnya peran serta dari negara berkembang dalam sukses atau gagalnya rezim internasional dalam penanggulangan perubahan iklim. Rumusan masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini, adalah: Pertama, terkait pengaturan prinsip CBDR dalam rezim perubahan iklim global. Kedua, partisipasi negara Indonesia sebagai negara berkembang yang memperoleh kelonggran dari aturan prinsip CBDR terhadap upaya pengendalian perubahan iklim. Kesimpulan dari pembahasan dalam skripsi ini adalah: Pertama, prinsip common but differentiated responsibilities (CBDR) berlandaskan dari prinsip common concern dan common heritage of mankind, yakni perubahan iklim Merupakan keprihatinan bersama berakar dari prinsip kerjasama yang menempatkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab, dalam semangat solidaritas, untuk menghindari pencemaran lintas batas. Sehubungan dengan prinsip ini terdapat perbedaan interpretasi dalam menafsirkan isi dari prinsip tersebut antara negara yang tergolong kedalam Annex I (negara maju) dengan negara – negara non-Annex. Mengenai beban tanggung jawab yang berbeda yakni negara Annex I harus memikul tanggung jawab utama (lebih besar) dibandingkan dengan negara yang tergolong kedalam non Annex. Selanjutnya sebagai prinsip hukum internasional yang di adopsi didalam UNFCC, maka penggunaan prinsip CBDR di butuhkan protokol untuk dapat dilaksanakan. Protokol Kyoto dan Paris Agreement merupakan dua landasan undang-undang yang memuat prinsip CBDR. Kedua, Penekanan prinsip yang hanya pada negara maju membuat pemberlakuan Prinsip CBDR kurang maksimal. Pesan yang ditangkap Negara berkembang alih-alih kewajiban untuk menyelenggarakan pembangunan secara berkelanjutan adalah adanya jaminan kebebasan seluas- luasnya untuk mengeksploitasi lingkungan. Pemaknaan konsep sustainable development yang masih antroposentris dan pengaruhnya pada bagaimana konsep atau prinsip turunan dikembangkan mengakibatkan Negara berkembang, termasuk Indonesia, lebih peduli pada hak yang tidak boleh diganggu gugat ketimbang perhatian pada kewajiban memelihara dan menjaga hutan hujan tropika yang merupakan common heritage. Saran dalam skripsi ini adalah penegasan interpretasi dalam prinsip CBDR perlu dilakukan dan diatur di dalam konvensi agar terdapat standart pelakasanaan. Penghitungan terhadap sumbangan emisi hendaknya dilakukan pembaharuan yakni dengan mempertimbangkan sumbangan emisi pada masa sekarang tidak hanya terpaku pada sejarah revolusi industri dan negara maju. Terlepas negara berkembang rentan memperoleh dampak dari perubahan iklim (teknologi dan support finnacial) Peran negara berkembang hendaknya juga dipertimbangkan dalam rezim iklim mengingat kelonggaran yang diberikan dalam aturan CBDR membuat negara berkembang lebih mendahulukan kepentingan ekonomi negara daripada mitigasi terhadap peubahan iklim. Mengingat beberapa negara yang tergolong negara berkembang kini melaju menjadi negara industri besar yang menghasilkan emisi besar pulaen_US
dc.description.sponsorshipH. Eddy Mulyono, S.H., M.Hum. Gautama Budi arundhati, S.H., LL.M.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPerubahan Iklimen_US
dc.titlePartisipas Negara Indonesia dalam Upaya Pengendalian Perubahan Iklim Global Menurut Prinsip Common but Differentiated Responsibilityen_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1H. Eddy Mulyono, S.H., M.Hum.,en_US
dc.identifier.pembimbing2Gautama Budi Arundhati, S.H., LL.Men_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record