Penggunaan Adverbia Penanda Modalitas Dalam Bahasa Madura Dialek Sumenep
Abstract
Meski sebagai bahasa daerah besar, kajian kebahasaan BM pada sistem gramatika
masih belum tuntas, terutama terkait kategori adverbia. Permasalahan ini harus
diungkap agar dapat dideskripsikan keunikan dan kekhasannya, khususnya BM
dialek Sumenep selaku dialek standar. Dengan demikian, penelitian ini sangat
penting dan menarik dilakukan untuk mengungkap konstituen yang digolongkan
sebagai kategori adverbia, terutama yang berpenanda modalitas.
Data dalam penelitian kualitatif deskriptif ini didapatkan melalui metode
simak dan cakap yang dilengkapi dengan metode refleksif-introspektif. Data
berupa adverbia penanda modalitas dianalisis dengan metode agih untuk
membedah ciri morfologis, ciri sintaksis, dan ciri semantis. Penggunaan konsituen
tersebut dalam tuturan diungkap dengan metode padan-pragmatis berupa kaidah
tuturan yang disertai lambang fonetis secara informal dan formal.
Adverbia penanda modalitas dalam BM dialek Sumenep terbagi dalam dua
kategori yakni, adverbia penanda modalitas negatif dan adverbia penanda
modalitas positif. Konstituen adverbia penanda modalitas negatif tergolong
intraklausal sebagai pewatas frasa predikatif terdiri atas monomorfem yakni,
enjâ’, ta’, bânnè, ella, ajjhâ’, dan jhâ’, sedangkan yang berupa polimorfem adalah
enjâ’ ta’, enjâ’ bânnè, ta’ osa, ta’ ollè, dan ella jhâ’. Konstituen enjâ’ hanya
dapat bekonstruksi sebagai pernyataan jawaban atau kalimat minor. Konstituen ta’
hanya dapat berkonstruksi sebagai kalimat mayor, mewatasi kategori verba,
adjektiva, numeralia, adverbia, dan frasa preposisi serta dapat dituturkan dalam
konstruksi inversi. Konstituen bânnè formatif baik dalam kalimat minor maupun
kalimat mayor, mewatasi kategori verba, adjektiva, numeralia, nomina, adverbia, dan preposisional dalam menyatakan makna ketakfaktualan alternatif. Untuk
menyatakan keterangan pelarangan biasanya menggunakan konstituen ella dan
ajjhâ’ dalam kalimat minor atau pun dengan konstituen jhâ’, ta’ osa, ta’ ollè, dan
viii
ix
ella jhâ’ dalam kalimat mayor, mewatasi kategori verba, adjektiva, nomina, dan
adverbia. Pelesapan subjek persona kedua lazim dituturkan dalam menyatakan
pelarangan kecuali dengan tujuan penghalusan dan penegasan.
Konstituen adverbia penanda modalitas positif tingkat keyakinan meliputi
ma’ pola, pola, masè, dan pastè dalam mewatasi semua kategori dan ditemukan
permutasi posisinya dalam kalimat yakni di awal, tengah sebelum predikat, dan
akhir sehingga disebut adverbia ekstraklausal. Masing-masing konstituen tersebut
menyatakan makna sangat tidak yakin, tidak yakin, agak yakin, dan sangat yakin.
Konstituen adverbia penanda modalitas positif tingkat ketegasan tergolong
intraklausal sebagai pewatas kategori verba dalam frasa predikatif yakni, bisa,
ollè, dan kodhu dalam menerangkan makna tidak tegas, agak tegas, dan tegas.
Konstituen adverbia penanda modalitas positif berupa reduplikasi dan kombinasi
afiks sangat terbatas yakni, sa-bisa, dhu-kodhu merupakan bentuk reduplikasi;
dhu-kodhuna berupa reduplikasi yang berkombinasi sufiks –na; dan konstituen
kodhuna merupakan bentuk kombinasi sufiks –na. Selain itu, banyak ditemukan
konstituen adverbia penanda modalitas berkombinasi dengan adverbia lain baik
dengan sesama adverbia penanda modalitas, aspek, kuantitas, maupun kualitas.
Penggunaan konstituen adverbia penanda modalitas ragam E-I jika
hubungan penutur dan mitra tutur akrab, jika tak akrab menggunakan ragam E-E, dan ragam E-B jika untuk penghormatan. Aspek situasi baik nonformal maupun
formal tak memengaruhi pergeseran ragam bahasa yang digunakan. Dari aspek
tujuan konstituen adverbia penanda modalitas menerangkan makna mengingkari,
menyangkal, menolak permintaan, menyalahkan pendapat, melarang,
menegaskan, memerintah, mengizinkan, dan mengharuskan atau mewajibkan.
Dalam menyatakan sikap penutur BM dialek Sumenep sebagai aspek
modalitas melalui penggunaan konstituen adverbia penanda modalitas, secara
rinci dapat pula ditinjau dari aspek sikap penutur terhadap pernyataannya dan
aspek sikap penutur terhadap mitra tuturnya. Sikap penutur terhadap
pernyataannya meliputi, (1) tingkat keyakinan, (2) tingkat kualitas, (3) tingkat
kuantitas, dan (4) tingkat intensitas. Sikap penutur terhadap mitra tuturnya
meliputi, (1) tingkat kesopanan, (2) tingkat ketegasan, dan (3) tingkat kekerasan.
Collections
- MT-Linguistic [65]