Efek Injeksi Intratekal Neural Stem Cell Secretome terhadap Kadar Plasma F2-Isoprostan pada Tikus dengan Spinal Cord Injury Sub-Akut Model Kontusio-Kompresi
Abstract
Spinal cord injury (SCI) terjadi 700.000 kejadian setiap tahunnya. Kejadian SCI paling sering terjadi pada pria usia produktif. Angka insidensi SCI di Indonesia pada tahun 2016 adalah 16.383 dan angka prevalensi SCI adalah 52.5421. Angka mortalitas SCI di negara berkembang sangat tinggi, seperti di Zimbabwe dapat mencapai 49% per tahun. Morbiditas paling banyak pada SCI adalah infeksi saluran kemih, pressure sores, multimorbiditas psikologi, dan multimorbiditas penyakit kronik. Patofisiologi SCI didasari oleh beberapa kaskade destruktif, antara lain adalah iskemia, stres oksidatif, inflamasi, apoptosis, dan disfungsi alat gerak. Spinal cord injury terdapat 2 fase yaitu primary dan secondary injury. Pada secondary injury terdapat 3 fase yaitu akut, sub-akut dan kronik. Perawatan medis dan bedah dapat mengurangi angka mortalitas pada SCI, tetapi pemulihan fungsional pada jangka panjang tetap terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan terapi yang bersifat neuroprotektif dan neurodegeneratif untuk SCI berupa terapi berbasis sel yaitu Neural Stem Cell (NSC). Stem cell mengeluarkan protein terlarut dan vesikel ekstraseluler yang dinamakan sekretom. Neural stem cell dapat mereduksi proinflamasi dan menginduksi upregulasi dari antiinflamasi dan antiapoptosis. Peningkatan antiinflamasi dan antiapoptosis oleh sekretom NSC mampu menurunkan Reactive Oxygen Species (ROS) menuju kondisi fisiologis. Penurunan ROS dapat dilihat dengan pemeriksaan F2-isoprostan. Pemakaian sekretom dapat digunakan sebagai alternatif pertimbangan keamanan pada stem cell, seperti pertimbangan tumorigenicity, immune compatibility, pembentukan emboli, serta transmisi infeksi. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui efek injeksi intratekal sekretom pada tikus dengan SCI terhadap kadar plasma F2-isoprostan.
Penelitian ini adalah true experimental yang bersifat kuantitatif dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan pendekatan post test only-control group. Hewan coba yang digunakan adalah 15 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley. 15 ekor tikus dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: kelompok normal, kelompok SCI dengan injeksi intratekal sekretom, dan kelompok SCI tanpa injeksi intratekal sekretom. Model SCI dibuat menggunakan Yasargil clip (beban 65 g, panjang 7 mm dengan gaya tekan 150 kDyne) yang akan membentuk model kompresi-kontusio. Setelah 3 hari, akan dilakukan injeksi sekretom NSC dengan dosis 30 µl secara intratekal pada kelompok yang mendapatkan injeksi. Setelah observasi dan perawatan 28 hari, akan dilakukan terminasi dengan induksi anestesi inhalasi eter dan pemeriksaan F2-isoprostan menggunakan ELISA Kit 8-epi-PGF2α (8-Epi-Prostaglandin F2 Alpha) dari Elabscience®.
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah injeksi intratekal sekretom NSC dapat menurunkan kadar plasma F2-isoprostan pada tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley dengan SCI sub-akut model kontusio-kompresi. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan kelompok SCI yang diinjeksi intratekal sekretom NSC dan kelompok SCI yang tidak diinjeksi sekretom NSC yang menunjukan perbedaan yang nyata (sig. 0,02). Selain perbandingan tersebut, perbandingan kelompok normal dan kelompok SCI yang diinjeksi intratekal sekretom NSC tidak menunjukkan perbedaan (sig. 0,993). Sehingga dapat disimpulkan bahwa efek injeksi intratekal sekretom NSC dapat menurunkan kadar plasma F2-isoprostan pada tikus dengan SCI sub-akut model kontusio-kompresi.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]