Analisis Kadar Imunoglobulin M (IgM) dan CD4+ Pasca Induksi Protein Rekombinan DBLβ2-PfEMP1 Terpurifikasi pada Tikus Wistar: Penentuan Dosis Optimal Vaksin Malaria
Abstract
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi parasit yang masih menjadi endemik di 86 negara tropis dan sub tropis, termasuk Indonesia. Insidensi malaria di Indonesia mencapai puncaknya di tahun 2019 dengan total sebanyak 250.628 kasus. Plasmodium falciparum merupakan spesies yang menyebabkan kematian tertinggi akibat malaria dengan persentase mencapai 99%. Malaria berat akibat P. falciparum dimediasi oleh Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein 1 (PfEMP1) yang diekspresikan di permukaan infected Red Blood Cell (iRBC). PfEMP1 memiliki domain DBLβ yang mampu berikatan dengan reseptor Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) yang berperan penting dalam patogenesis malaria berat. Pengembangan vaksin malaria menggunakan protein rekombinan DBLβ2-PfEMP1 ini telah melalui uji imunogenitas secara in vivo dan terbukti bersifat imunogenik karena mampu menginduksi produksi antibodi IgG spesifik dan sel limfosit T CD4+. Namun, hingga saat ini belum ada penelitian yang membahas mengenai dosis optimal protein rekombinan DBLβ2-PfEMP1 isolat Indonesia tersebut. Penelitian ini menguji respons imun yang direpresentasikan oleh kenaikan kadar konsentrasi IgM dan CD4+ sebagai dasar penentuan dosis optimal protein rekombinan DBLβ2-PfEMP1.
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan tikus berusia 2-3 bulan dengan berat 150-350 gram. Protein DBL2β-PfEMP1 diproduksi, diekstraksi, dipurifikasi, divisualisasi dengan SDS-PAGE, kemudian dianalisis konsentrasinya menggunakan Bradford protein assay. Protein rekombinan diberikan dalam dosis 100 μg/KgBB, 150 μg/KgBB, dan 200 μg/KgBB. Injeksi dilakukan sebanyak tiga kali dengan jeda waktu tiga minggu. Kadar konsentrasi IgM dan CD4+ diukur menggunakan uji ELISA. Kadar konsentrasi IgM dan CD4+ memenuhi syarat uji parametrik, sehingga hasilnya dianalisis menggunakan Mixed method ANOVA yang dilanjutkan dengan uji post hoc Bonferroni untuk mengetahui kelompok yang berbeda signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada parameter IgM terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan II (dosis 150 µg/KgBB) dan kelompok perlakuan III (dosis 200 µg/KgBB) (p<0,05); serta antar kelompok perlakuaan I dan III (dosis 100 dan 200 µg/KgBB) (p<0,05). Sedangkan pada parameter CD4+ terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuaan III (dosis 200 µg/KgBB) (p<0,05); dan antar kelompok perlakuaan I dan III (dosis 100 dan 200 µg/KgBB) (p<0,05). Hasil dari kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa dosis 200 µg/KgBB mampu memicu respon imun yang lebih spesifik pada hewan coba jika dibandingkan dengan dosis 100 dan 150 µg/KgBB.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]