Penerapan Gaya Dokumenter Observasional, Direct Cinema, dan Partisipatori pada Film Dokumenter Nisan Tak Terukir
Abstract
Film tercipta melalui pemikiran individu terkait sebuah fenomena yang menjadi pemicu sebuah ide atau gagasan. Ide ini bisa berasal dari sebuah pengalaman pribadi atau pun pengalaman orang lain. Pengkarya membuat film dokumenter ini dilatarbelakangi oleh fenomena pada orde baru yang sekarang sudah banyak terlupakan oleh generasi muda. Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) menjadi topik utama dalam film dokumenter ini. Pengkarya mengambil mayor penyutradaraan dalam tugas akhir film dokumenter berjudul Nisan Tak Terukir.
Film Nisan Tak Terukir secara garis besar bercerita mengenai pengalaman dua subjek film yakni Pariyo dan Santuso Waluyo mengenai peristiwa Petrus yang dialami keduanya. Pengkarya menggunakan pendekatan observasional, direct cinema, dan partisipatori untuk mendukung penceritaan film ini. Pendekatan tersebut terbagi dalam tiap bagian scene dalam film dan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Film Nisan Tak Terukir berdurasi 60 menit serta menggunakan Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan Bahasa Indonesia.
Tujuan pengkarya membuat film dokementer ini adalah untuk memvisualkan bagaimana dampak dari peristiwa Petrus bagi orang-orang yang mengalaminya dan generasi setelahnya. Pengkarya juga ingin menyampaikan pesan bahwa kejahatan yang diselesaikan dengan kejahatan hanya akan menimbulkan masalah baru dan trauma yang mendalam. Pengkarya melihat peristiwa Petrus sebagai pembelajaran bagi bangsa ini agar kejadian ini tidak terulang di masa yang akan datang.
Proses pembuatan film dokumenter ini melalui 4 tahapan yakni: observasi, praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Tahap observasi pengkarya melakukan riset dalam hal pendekatan serta cerita yang dibuat. Tahap praproduksi pengkarya membentuk sebuah tim produksi yang dipilih sesuai jobdesk yang dibutuhkan. Di tahap ini pengkarya menyiapkan segala hal dari segi cerita maupun teknis agar memudahkan proses produksi. Tahap produksi, pengkarya mulai mengambil gambar baik kegiatan subjek film atau pun wawancara yang bekaitan dengan alur cerita yang sudah dibuat di tahap praproduksi. Tahap Pascaproduksi, pengkarya menyusun kembali gambar-gambar yang telah didapat dari produksi untuk jahit menjadi satu cerita utuh dan dipoles dengan tambahan animasi, musik, serta pewarnaan film.
Pengkarya berharap orang-orang yang menonton film ini memiliki pandangan dan belajar bahwa masalah yang diselesaikan dengan kejahatan hanya akan menimbulkan trauma dan masalah baru yang berkepanjangan. Oleh sebab itu film ini pengkarya harapkan sebagai bahan diskusi dan refrensi sejarah bagi orang-orang yang ingin mengetahui cerita masa lalu bangsa ini. Jangan sampai peristiwa seperti ini terjadi kembali sebab sangat tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang tertanam pada idiologi bangsa ini.