Analisis Penguasaan Konsep Menggunakan Tes Diagnostik Five Tier pada Materi Gerak Melingkar Beraturan
Abstract
Penguasaan konsep pada mata pelajaran fisika sangatlah penting. Konsep
dalam fisika menjadi dasar siswa dalam memahami materi dan memudahkan
siswa untuk memecahkan permasalahan yang terkait dengan fenomena fisika.
Beberapa konsep fisika memang bersifat abstrak dan kompleks. Salah satunya
yaitu pada materi gerak melingkar beraturan. Materi gerak melingkar beraturan
dianggap sulit oleh siswa sebab bersifat abstrak, penuh rumus, dan hitungan.
Konsep yang abstrak membuat siswa kesulitan dalam memvisualisasikan proses
terjadinya peristiwa fisika. Adanya dugaan penguasaan konsep siswa yang rendah
ditandai dengan perolehan hasil belajar yang rendah di sekolah. Selain itu, data
UN fisika tahun 2019 mengungkapkan bahwa pada bahasan gerak melingkar
beraturan hanya 26,09% siswa yang dapat menjawab dengan benar. Rendahnya
hasil belajar menunjukan adanya dugaan kesulitan dan permasalahan belajar.
Maka dari itu diperlukan tes yang lebih dari tes formatif untuk dapat
membuktikan dugaan tersebut yaitu dengan tes diagnostik fie tier. Secara umum,
tes diagnostik memiliki fungsi untuk mengidentifikasi kesulitan, kekuatan, dan
penyebab yang dialami peserta didik. Hasil dari tes diagnostik dapat berguna
untuk menyusun strategi untuk melakukan perbaikan pada proses pembelajaran.
Dengan demikian adanya penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
penguasaan konsep materi gerak melingkar beraturan dan penyebab miskonsepsi
menggunakan tes diagnostik five tier pada siswa SMA kelas X.
Jenis penelitian yaitu penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan di SMAN
Kebomas Gresik tahun ajaran 2021/2022 dengan populasi seluruh siswa kelas X
MIPA. Metode pengambilan sampel menggunakan random sampling dan
diperoleh 82 responden dari seluruh kelas yang ada. Instrumen tes diagnostik five
tier terdiri dari 10 soal dengan 8 indikator yaitu frekuensi, periode, arah percepatan sentripetal dan kecepatan linier, kecepatan linier, percepatan
sentripetal, gaya sentripetal, jari-jari lintasan, dan hubungan roda-roda. Langkahlangkah dalam melakukan penelitian yakni (1) tahap observasi sekolah dan
penentuan sampel, (2) pembuatan instrumen, (3) melakukan tes diagnostik five
tier, (4) analisis data, dan (5) mengambil kesimpulan. Data yang telah terkumpul
kemudian dianalisis melalui beberapa tahapan yaitu pertama, mengkategorikan
jawaban hasil tes diagnostik five tier, kedua, mengidentifikasi persentase kategori
jawaban siswa, ketiga, mengidentifikasi tingkat persentase kategori jawaban
siswa, keempat, mengidentifikasi penyebab miskonsepsi.
Hasil dari tes diagnostik five tier yang telah diujikan kepada responden
menunjukan sebanyak 31,22% siswa mengalami lack of knowledge (LK), 26%
siswa mengalami misconception (MSC), 9% siswa mengalami kondisi false
positive (FP), 15,98% siswa mengalami false negative (FN), dan hanya 17,80%
siswa telah memiliki scientific conception (SC). Kurangnya pengetahuan (LK)
disebabkan karena rendahnya antusiasme belajar fisika, tidak fokus saat
pembelajaran daring, dan minimnya interaksi saat pembelajaran daring
menyebabkan pengetahuan yang diterima tidak maksimal sehingga muncul
keraguan dalam menjawab pertanyaan. Siswa yang mengalami MSC memiliki
konsep yang salah dengan konsep para ahli. Beberapa faktor yang mempengaruhi
munculnya miskonsepsi antara lain minat belajar siswa yang rendah, kemampuan
siswa dalam memahami konsep fisika rendah, siswa lebih sering menghafal tetapi
tidak memahami makna dari konsep, kemampuan siswa dalam melakukan analisis
soal rendah. Selain itu, jawaban siswa yang terkategori FP menunjukan tidak
paham konsep sehingga kemungkinan siswa tersebut memilih secara random
jawaban pada tier satu atau bertanya kepada teman. Kategori FN menunjukan
kecerobohan siswa saat menjawab pertanyaan tier satu. Salah dalam menandai
jawaban pada tier satu, tidak teliti dalam melakukan perhitungan, salah dalam
membaca soal, dan tidak fokus saat melakukan pengerjaan soal dapat
menyebabkan siswa salah dalam memberikan jawaban pada tier satu. Pada jawaban pertanyaan tingkat lima pada tes diagnostik five tier
mengungkapkan sumber penyebab miskonsepsi yakni dari pemikiran atau
pengalaman pribadi memiliki persentase terbesar 63%. Miskonsepsi yang berasal
dari diri sendiri disebabkan oleh prakonsepsi yang salah, intuisi yang salah,
pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, dan kemampuan siswa.
Selain itu penjelasan dari teman yang dianggap pintar juga turut menyumbang
miskonsepsi yang berasal dari teman sebesar 12%. Informasi dari internet yang
tidak valid serta kemampuan siswa untuk mencari sumber yang valid masih
rendah menyebabkan miskonsepsi dari internet sebesar 12%. Miskonsepsi yang
bersumber dari bacaan dari buku teks sebanyak 10%. Kesalahan dalam penulisan
rumus dan konsep, bahasa yang sulit dipahami oleh siswa, dan penjelasan yang
kurang lengkap dapat menimbulkan kebingungan siswa dalam memahaminya.
Sumber penyebab miskonsepsi lainnya yaitu berasal dari penjelasan guru
sebanyak 3%. Guru yang tidak menguasai bahan ajar secara benar dan
kemampuan penyampaian pengetahuan yang rendah dapat menimbulkan
miskonsepsi pada siswa.
Dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep siswa kelas X MIPA di
SMAN Kebomas Gresik tergolong rendah. Penguasaan konsep didominasi oleh
kategori jawaban LK dan MSC. Selain itu, sumber penyebab miskonsepsi
didominasi oleh pemikiran pribadi siswa. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan
memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas, antara lain dengan cara menerapkan
metode pengajaran yang cocok, menggunakan model pembelajaran yang
mengaktifkan peran siswa, memanfaatkan berbagai media pembelajaran, dan
membantu siswa untuk mengeksplorasi sumber belajar yang valid dari internet,
serta memberikan feedback terhadap tugas-tugas siswa.