Show simple item record

dc.contributor.authorULA, Robiul
dc.date.accessioned2022-10-10T04:36:57Z
dc.date.available2022-10-10T04:36:57Z
dc.date.issued2021-06-29
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/109910
dc.description.abstractDalam rangka menyokong pemerataan pembangunan perekonomian nasional, dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Kemudian pemerintah sebagai regulator memberikan solusi dengan memerkenalkan lembaga pembiayaan sewa guna usaha (leasing). Hubungan hukum yang terjadi antara pihak – pihak dalam perjanjian sewa guna usaha adalah hubungan timbal balik dan ketika salah satu prestasi tidak dapat terpenuhi oleh salah satu pihak, maka dapat menimbulkan sengketa wanprestasi. Dalam praktek, seringkali dilakukan oleh pihak lessee yang menimbulkan kerugian bagi pihak lessor. Sehingga untuk melindungi pihak lessor, lessee memiliki tanggung jawab hukum yang harus ia penuhi apabila terjadi wanprestasi. Dalam contoh kasus ini penulis menganalisa kembali putusan Nomor 690/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel antara PT. ITC Auto Multi Finance melawan Erick Rusmin. Adapun tujuan penulisan ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Sedangkan manfaat dalam penulisan ini terdiri atas manfaat teoretis dan manfaat praktis. Dengan menggunakan penelitian hukum normatif (doktrinal) yang dielaborasikan dengan pendekatan perundang – undangan dan pendekatan konseptual, serta penggunaan bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non-hukum untuk selanjutnya dianalisa secara deduktif-induktif, penelitian ini menemukan permasalahan – permasalahan, antara lain : apa tanggung jawab hukum lessee yang tidak memenuhi prestasi pada perjanjian sewa guna usaha dan apakah pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 690/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan bahwa ketika lessee wanprestasi dalam perjanjian sewa guna usaha, maka ia memiliki tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam perjanjian yang telah disepakati yaitu dengan tuntutan pemenuhan perikatan, ganti kerugian, pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian, pembatalan persetujuan timbal balik, dan pembatalan dengan ganti kerugian. Sekaligus ancaman dikenakannya sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1237 ayat 2, Pasal 1243-1252, Pasal 1266 KUH Perdata dan Pasal 181 ayat 1 HIR, yaitu dengan membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan berupa biaya rugi dan bunga, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, atau membayar biaya perkara di pengadilan. Dari kesimpulan tersebut terdapat beberapa saran sebagai berikut : setiap perjanjian sewa guna usaha harus memuat ketentuan dan keterangan secara rinci, terutama terkait dengan tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa usahakan. Sedangkan, dalam pelaksanaannya harus berdasarkan pedoman dalam buku III KUH Perdata. Selain itu, hakim dalam memutus suatu sengketa hendaknya selalu berpedoman pada aturan perundang – undangan yang ada dan prinsip kebebasan dalam bentuk kemandirian dan kemerdekaan peradilan sehingga tercipta putusan yang bersifat objektif dan imparsial.en_US
dc.description.sponsorshipIkarini Dani Widiyanti, S.H., M.H. Pratiwi Puspitho Andini, S.H., M.H.en_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectWanprestasi Lesseeen_US
dc.subjectPerjanjian Sewa Guna Usahaen_US
dc.titleAkibat Hukum Wanprestasi Lessee dalam Perjanjian Sewa Guna Usaha (Studi Putusan Nomor 690/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.finalizationFinalisasi unggah file repository tanggal 10 Oktober 2022_M. Arif Tarchimansyahen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record