dc.description.abstract | Covid-19 yang saat ini menjadi bencana pandemi di Indonesia tentu banyak
berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya berdampak pada
aspek perekonomian masyarakat. Terkait hal tersebut, oleh karena menurunnya
pendapatan masyarakat akibat adanya pandemi Covid-19 ini, tentu hal ini pun
dapat melebar dampaknya terhadap perbankan akibat menurunnya kemampuan
masyarakat dalam memenuhi kewajiban pembayaran cicilan kredit. Sebagaimana
yang dapat diketahui, hal tersebut karna banyak masyarakat yang menggunakan
fasilitas kredit dari perbankan untuk menjalankan kegiatan perekonomiannya.
Maka, keadaan tersebut tentu sangat beresiko bagi perbankan jika kedepannya
kredit macet tidak dapat terkendali. Hal tersebut karna akan sangat mengancam
stabilitas usaha perbankan akibat lonjakan NPL yang sangat tinggi akibat
permasalahan kredit berupa kredit macet yang dialami bank tersebut. Maka
pemerintah pun menginstruksikan adanya relaksasi kredit yang diwujudkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (yang selanjutnya disebut OJK) dengan dikeluarkannya
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (yang selanjutnya disebut POJK) Nomor
11/POJK.03/2020. Adapun beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam
skripsi ini: Pertama, apakah POJK Nomor 11/POJK.03/2020 telah memberikan
kepastian hukum terhadap debitur dan kreditur, kedua, bagaimana perlindungan
hukum terhadap kreditur dengan dikeluarkannya POJK Nomor 11/POJK.03/2020
sebagai akibat adanya pandemi Covid-19, dan ketiga, bagaimana perlindungan
dan tanggung jawab hukum debitur dengan dikeluarkannya POJK Nomor
11/POJK.03/2020 sebagai akibat adanya pandemi Covid-19. Terkait demikian,
terdapat pula tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini yang dibagi
berupa tujuan umum dan tujuan khusus, beserta manfaat yang diharapkan berupa
manfaat teoritis dan praktis. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini ialah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang
dan konseptual.
Tinjauan pustaka skripsi ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan
topik pembahasan skripsi ini. Pertama, teori mengenai bagaimana hakikatnya
kepastian hukum itu sendiri. Kedua, terkait perlindungan hukum yang terdiri dari
pengertian perlindungan hukum, unsur-unsurnya,dan tujuan dari adanya
perlindungan hukum. Ketiga, mengenai bank yang terdiri dari pengertian bank
dan fungsi utama bank. Keempat, mengenai kredit yang terdiri dari pengertian
kredit, unsur-unsur kredit, fungsi kredit, manfaat kredit, dan bagaimana perjanjian
kredit itu sendiri. Kelima, mengenai hak dan kewajiban para pihak yang terdiri
dari hak dan kewajiban kreditur dan juga hak dan kewajiban debitur. Keenam,
mengenai force majeur yang terdiri dari pengertian force majeur itu sendiri dan
unsur-unsurnya. Ketujuh, mengenai OJK yang terdiri dari pengertian OJK,tujuan
dibentuknya OJK, fungsi dan wewenang OJK, dan POJK Nomor
11/POJK.03/2020 yang merupakan topik dari pembahasan skripsi ini.
Hasil pembahasan dari rumusan masalah yang telah dijabarkan, POJK
Nomor 11/POJK.03/2020 sebagai kebijakan stimulus ekonomi yang dikeluarkan
dalam menanggapi kesulitan debitur maupun kreditur ditengah pandemi Covid19, sejatinya harus mengandung kepastian hukum bagi keduanya. Hal tersebut
agar terjaminnya kepentingan masing-masing pihak sebagaimana tujuan dari dibentuknya POJK ini, dan terwujudnya perlindungan hukum bagi debitur
maupun kreditur. Terkait hal tersebut, namun POJK masih belum sempurna dalam
melahirkan kepastian yang mana melihat dari urgensi POJK Nomor
11/POJK.03/2020 yang digulirkan sebagai bentuk penyelamatan terhadap debitur
maupun kreditur ditengah keadaan sulit pandemi, maka sudah seharusnya
kepastian itu ada, karena arah dari peraturan ini ialah memberikan perlindungan
bagi keduanya dengan harapan debitur ditengah kesulitannya memiliki
kesempatan untuk menata kembali usahanya, dan kreditur dapat mengantisipasi
lonjakan NPL dari kredit macet yang dapat membahayakan stabilitas usaha
perbankan, karena dampak akhir dari tingkat keberhasilan kebijakan ini adalah
menyelamatkan kedua belah pihak baik debitur maupun kreditur sehingga
terjaganya stabilitas sistem keuangan dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
Kesimpulannya, POJK Nomor 11/POJK.03/2020 dirasa belum cukup
memberikan kepastian hukum. Hal tersebut dikarenakan kebijakan ini dalam
realisasinya masih terdapat kekurangan dan kerancuan terkait pemberlakuan
restrukturisasi atas penyeragaman mekanisme restrukturisasi itu sendiri. Maka,
sebuah peraturan yang belum dapat memberikan suatu pedoman yang pasti,
mengikat dan memberikan kepastian tentu dapat meyimpangi hakikatnya sebagai
suatu peraturan. Kedua, dengan adanya kebijakan restrukturisasi yang tertuang
dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 sebagai bentuk pengendalian resiko dari
risiko kredit yang mungkin terjadi ditengah kesulitan masyarakat, maka POJK ini
telah memberikan perlindungan hukum bagi kreditur dengan kebijakan
restrukturisasi yang dpilih sebagai alternatif penyelesasain permasalahan kredit
bagi perbankan. Ketiga, POJK Nomor 11/POJK.03/2020 juga melindungi debitur
atau sektor usaha debitur terdampak Covid-19 secara hukum dari
ketidakmampuan melaksanakan kewajiban dari perjanjian kredit yang telah
disepakati akibat melemahnya perekonomian debitur yang disebabkan adanya
pandemi Covid-19. Sehingga, hal ini dapat memberikan ruang bagi debitur untuk
menata kembali perekonomiannya dan dapat kembali memenuhi kewajibannya
kepada kreditur. Berkaitan dengan beberapa kesimpulan diatas, adapun saran yang
ingin disampaikan penulis mengenai POJK Nomor 11/POJK.03/2020. Saran
tersebut, kepada OJK baiknya dapat memberikan penyeragaman petunjuk teknis
yang lebih spesifik terkait penerapan restrukturisasi ini agar berjalannya kebijakan
ini memiliki mekanisme yang jelas dan pasti terhadap seluruh debitur maupun
sektor usaha debitur terdampak Covid-19, serta aturan ini baiknya diberikan
secara tegas kepada sektor jasa keuangan agar peraturan ini dapat bersifat
mengikat. Kepada kreditur baiknya tetap bersikap proaktif terhadap kebijakan ini,
dan tetap mengacu pada regulasi dan ketentuan yang ada dalam pemberian
kebijakan ini dengan menggunakan tingkat kehati-hatian beserta bentuk
pengendalian resiko yang sangat tinggi. Kepada debitur kiranya juga harus
memahami isi dari POJK Nomor 11/POJK.03/2020 ini agar dapat mengerti
bagaimana peruntukkan dan penerapan kebijakan ini. Debitur yang mendapatkan
kebijakan restrukturisasi ini pun juga harus selalu beritikad baik, kooperatif dan
bersikap terbuka agar dapat saling membantu kepentingan satu sama lain antara
pihak kreditur dan debitur dalam melakukan kebijakan ini. | en_US |