Pengaruh Penggunaan Campuran Biodiesel Nyamplung (Calophyllum inophyllum) dengan Etanol (B30E20) terhadap Performa Mesin Diesel
Abstract
Pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah dan
pembangunan dari tahun ke tahun semakin meningkat, dari semua sektor
penggunaan energi secara nasional juga semakin besar. Sampai saat ini Indonesia
masih bergantung pada sumber energi fosil (Bahan Bakar Minyak/BBM) yang
ketersediaannya sudah semakin menipis. Perlu adanya pengembangan bahan
bakar pengganti yang bersifat terbarukan, lebih ramah lingkungan dan harganya
terjangkau oleh masyarakat, salah satunya adalah biodiesel. Biodiesel merupakan
bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak
tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi dengan
alkohol. Biodiesel bersifat biodegradable, hampir tidak mengandung sulfur, dan
bahan bakar terbarukan, meskipun masih diproduksi dengan jalan yang tidak
ramah lingkungan. Bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel
antara lain minyak nabati yang berasal dari biji tanaman nyamplung.
Tanaman nyamplung adalah tumbuhan liar yang banyak tumbuh di
Indonesia, tepatnya di sekitar pantai. Beberapa keunggulan biodiesel yang
dihasilkan dari nyamplung adalah rendemen minyak nyamplung tergolong tinggi
dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60%, Sawit 46-54 %; dan
Nyamplung 40-73 %), sebagian parameter telah memenuhi standar kualitas
biodiesel Indonesia, minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih
lama dibandingkan minyak tanah. Minyak biji nyamplung merupakan sumberdaya
energi terbarukan yang cukup potensial sebagai bahan dasar biodiesel tanpa harus
bersaing dengan kebutuhan pangan. Pembuatan biodiesel dilakukan dengan proses
transesterifikasi yaitu dengan jalan mereaksikan minyak nabati dengan alkohol
rantai pendek seperti metanol atau etanol menghasilkan produk samping gliserol. Biodiesel yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan standar kualitas
biodiesel sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI 04-7182-2006). Uji tersebut
meliputi daya, torsi, konsumsi bahan bakar, dan emisi gas buang terhadap mesin
diesel.
Pengujian pembuatan biodiesel berbahan dasar nyamplung diketahui
bahwa kandungan biodiesel nyamplung telah memenuhi kriteria Standar Nasional
Indonesia untuk mutu biodiesel sebagai bahan bakar. Nilai torsi yang relatif sama
pada setiap pembebanan yang diberikan untuk masing – masing variasi bahan
bakar, torsi terendah yaitu 2,832 Nm yang terjadi pada bahan bakar B30E20
dengan tanpa beban dan torsi terbesar pada bahan bakar B0 dengan nilai torsi
6,789 Nm. Daya relatif yang didapat relatif sama pada pembebanan yang sama di
setiap bahan bakar, nilai daya relatif terendah pada bahan bakar B30E20 yaitu
533,51 watt dan daya efektif tertinggi pada bahan bakar B0 yaitu 1278,96 Watt.
Nilai SFC pada setiap bahan bakar menunjukkan kecenderungan atau tren yang
sama. Tetapi terdapat perbedaan konsumsi pada setiap bahan bakar,dikarenakan
oleh nilai kalor yang berbeda, nilai SFC tertinggi pada pembebanan 0 Watt yaitu
sebesar 0,424 kg/kWh yang terjadi pada bahan bakar B30E20 dan nilai SFC
terendah pada pembebanan 600 Watt yaitu dexlite sebesar 0,285 kg/kWh.
Rendahnya nilai SFC yang dihasilkan mengindikasikan performa mesin yang
lebih baik. Nilai efisiensi thermal yang yg dihasilkan pada penelitian ini
cenderung memiliki tren yang sama, nilai efisiensi thermal terendah terjadi pada
bahan bakar B30E20 yaitu senilai 19,75% pada beban 0 Watt, sedangkan nilai
efisiensi thermal tertinggi terjadi pada bahan bakar dexlite yaitu sebesar 27,75%
pada pembebanan 600 Watt. Penambahan bahan bakar minyak nyamplung dan
etanol sebanyak 20% akan menghasilkan lebih sedikit emisi CO dibandingkan
dengan petro solar murni. Variasi bahan bakar B0, B30, B30E20 dan dexlite yang
mempunyai konsentrasi HC paling rendah adalah dexlite untuk semua
pembebanan. pencampuran bahan bakar minyak nyamplung dapat mengurangi
emisi CO₂.
Collections
- UT-Faculty of Engineering [3934]