dc.description.abstract | Ada tiga permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini. Pertama,
mengenai komitmen demokrasi dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 sebagai dasar
konstitusional pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Kedua, implikasi pengaturan
pemilihan umum kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 terhadap arah pembangunan
demokrasi substantif. Ketiga, konstitusionalitas dan penataan pengaturan
pemilukada di Indonesia. Sedangkan tujuan utama penelitian ini adalah
menganalisis konstitusionalitas pengaturan pemilihan umum kepala daerah
sebagai wujud pembangunan konsolidasi demokrasi Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (legal
research), yaitu penelitian mengenai penerapan norma-norma hukum positif
dengan mengkaji aturan hukum yang bersifat autoritatif. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan asas-asas hukum, pendekatan perundang-undangan,
pendekatan konseptual dan pendekatan analitis. Setelah seluruh bahan hukum
terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif. Melalui metode dan pendekatan
penelitian ini, hasil analisis merupakan sintesis yang menjawab permasalahan
yang telah dirumuskan sebelumnya.
Hasil penelitian ini terdiri atas tiga hal. Pertama, Pasal 18 ayat (4) UUD
1945 merupakan wujud penguatan dari demokrasi konstitusional sebagaimana
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD, meletakkan dasar diselenggarakan pemilihan kepala
daerah secara langsung. Namun, ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tetap
memerlukan ketegasan secara normatif mengenai makna hukum ‘demokratis’.
Kedua, pengaturan pemilukada yang berjalan berdasarkan hukum sehingga
atas pelanggarannya dapat diselesaikan secara hukum berimplikasi positif
terhadap arah demokrasi substantif di Indonesia. Di samping itu, aktivisme
yudisial oleh MK berperan dalam mengawal demokrasi sehingga mampu
memperbaiki penyimpangan pelaksanaan demokrasi.
Ketiga, pengaturan pemilukada sebagaimana UU Nomor 32 Tahun 2004
juncto UU Nomor 12 Tahun 2008 merupakan cara yang efektif dan lebih elegan
dibandingkan mekanisme pemilihan secara tidak langsung karena pemilukada
lebih mendekatkan pada hakikat prinsip kedaulatan rakyat sehingga pemilik
kedaulatan memiliki hak secara langsung untuk menentukan pemerintahannya,
namun tetap diperlukan penataan dalam pengaturannnya demi mewujudkan
pemilukada yang lebih demokratis.
.Rekomendasi dalam penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama, diperlukan
penataan politik hukum pemilukada di Indonesia melalui penegasan pemilukada
sebagai bagian dari pemilu dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, pengaturan
pemberlakuan penyelenggaraan pemilukada secara serentak dan bertautan
sebagaimana pelaksanaan pemilu pada Pasal 22E ayat (2) UUD 1945,
penyederhanaan pemilukada melalui penghapusan jabatan wakil kepala daerah,
penyatuan pengaturan hukum pemilukada ke dalam sebuah undang-undang, dan
revitalisasi kedudukan dan kewenangan penyelenggara pemilu.
Kedua, pelibatan civil society sebagai suatu bentuk hubungan antara negara
dengan dan kelompok sosial secara independen. Keberadaannya dalam rangka
membangun ruang publik sehingga mampu mewujudkan partisipasi masyarakat
untuk terlibat secara langsung dalam dalam mengawasi pelaksanaan pemilukada
untuk meningkatkan aspek penyerapan partisipasi publik yang dapat menopang
keberlangsungan demokrasi di tingkat lokal | en_US |