dc.description.abstract | Disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang cipta Kerja
maka telah melahirkan PT jenis baru, yaitu perseroan yang memenuhi standar
usaha mikro dan kecil, atau sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2021 tentang Modal Dasar Perseroan dan Pendaftaran, Pendirian, Perubahan dan
Pembubaran Perseroan, disebutkan bahwa yang memenuhi persyaratan usaha
mikro dan kecil disebut dengan Perseroan Perorangan. Perseroan perorangan ini
memiliki karakteristik dan perbedaan dengan PT yang diatur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Salah satunya
mengenai direksi dalam Perseroan Perorangan adalah hanya 1 (satu) orang saja
yang kemudian juga merangkap sebagai pemegang saham, kemudian
bagaimanakah dengan pertanggungjawabannya organ dari Perseroan Perorangan
ini. Mengingat, prinsip hukum yang ada tidak melarang direksi merangkap
sebagai pemegang saham. Dengan demikian bukan tidak mungkin akan
menimbulkan tercampurnya kepentingan pribadi terhadap perseroan dan menjadi
semunya batas-batas pertanggungjawaban antara direksi perseroan dan pemegang
saham perseroan.
Maka berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan
dibahas adalah; pertama, apa tanggung jawab hukum direksi Perseroan
Perorangan yang pailit menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Cipta Kerja?, Kemudian yang kedua, apa akibat hukum pailitnya Perseroan
Perorangan terhadap direksi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja?. Selanjutnya dalam tujuan penelitian, penulis memberikan
dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Ada tiga poin penting yang
diuraikan dalam tujuan umum, pertama adalah untuk memenuhi tugas akhir
sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember, kedua adalah untuk memberikan sarana informasi, wawasan,
dan pengetahuan bermanfaat yang telah diperoleh selama masa perkuliahan
kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember maupun bagi kalangan
umum, ketiga adalah Sebagai sarana menerapkan ilmu dan pengetahuan hukum
yang telah diperoleh dari perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang
terjadi dilapangan masyarakat. Kemudian, tujuan khususnya, yang pertama Untuk
mengetahui dan menganalisis tanggung jawab hukum direksi Perseroan
Perorangan yang pailit menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Cipta Kerja, kemudian yang kedua Untuk mengetahui dan menganalisis akibat
hukum pailitnya Perseroan Perorangan terhadap direksi menurut Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Kemudian manfaat dilakukannya
penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
perkembangan hukum di Indonesia secara teoritis dan secara praktis. Metode
penelitian Doktrinal dengan menggunakan Pendekatan Undang-Undang dan
Pendekatan Konseptual. Bahan hukum terdiri atas bahan hukum primer, sekunder
dan tersier. Analilis dilakukan dengan cara Inventarisasi, Identifikasi, Klarifikasi,
Sistematisasi, Interpertasi dan Kontruksi Bahan Hukum.
Kemudian perseroan perorangan yang merupakan sebuah subjek hukum
yang dapat bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukannya,
terkait hal tersebut tentu harus dipertegas lagi oleh Undang-Undang mengenai
perbuatan hukum apa saja yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada
direksi ketika perseroan perorangan mengalami pailit. Dengan demikian maka
dapat diketahui dengan jelas apa saja yang akan menjadi tanggung jawab
perseroan perorangan dan yang akan menjadi tanggung jawab perseroan
perorangan. Kedua, Perseroan Perorangan merupakan badan hukum baru yang
muncul setelah disahkannya UU Cipta Kerja, namun sampai saat ini tidak terdapat
pengaturan terkait kepailitan Perseroan Perorangan, baik dalam UU Cipta Kerja
ataupun dalam PP 8/2021 yang merupakan aturan pelaksananya. Saran, dengan
melihat menariknya Perseroan Perorangan yang hanya dirikan oleh 1(satu) orang
yang sekaligus merangkap sebagai Direksi dan Pemegang Sahan ini, maka perlu
adanya aturan khusus yang secara jelas mengatur kepailitan perseroan perorangan yang berada diluar pengaturan kepailitan PT, karena dimungkinkan terjadi
timbulnya pelanggaran hukum, salah satunya terkait dengan pertanggung jawaban
direksi. Dan juga diperlukan adanya pembedaan subjek hukum dalam kepailitan
disertai dengan segala akibat hukumnya, agar tidak menimbulkan kerancauan
hukum, yakni untuk membedakan hak dan kewajiban antara kepailitan suatu
badan hukum dan kepailitan perorangan sebagai subjek hukum pribadi, maka
diperlukan adanya pengaturan terkait eksistensi atau kelanjutan dari subjek hukum
badan hukum yang telah dinyatakan pailit | en_US |
dc.description.sponsorship | Dosen Pembimbing Utama Mardi Handono, S.H., M.H.
Dosen Pembimbing Anggota, Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H. | en_US |