Isolasi Fungi Tanah Desa Kema Satu Minahasa Utara dan Skrining Antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa
Abstract
Resistensi antibiotik merupakan permasalahan kritis yang tengah
dihadapi oleh masyarakat secara global. Terdapat lebih dari 35.000 kasus
kematian akibat resistensi antibiotik di Amerika Serikat dengan perkiraan biaya
pengeluaran sebesar 55 miliar dolar per tahun. Di Indonesia, kasus resistensi
antibiotik termasuk ke dalam sepuluh besar kasus penyebab kematian terbanyak.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan kejadian nosokomial yang mendukung
transmisi bakteri resisten dari satu pasien ke pasien lain. Pseudomonas aeruginosa
merupakan bakteri patogen prioritas kritis yang semakin kebal terhadap berbagai
antibiotik. Bakteri ini menemukan cara baru untuk mengembangkan resistensi dan
dapat berbagi kemampuan ini dengan bakteri lain sehingga meningkatkan
penyebaran resistensi.
Fungi merupakan produk alam yang telah banyak diteliti dan
dikembangkan terkait aktivitas antibakteri yang dimiliki. Ini terbukti dari
penemuan penisilin, antibiotik pertama yang disintesis dari fungi Penicillium
notatum, yang digunakan dalam pengobatan akibat infeksi bakteri gram-positif.
Fungi dapat diisolasi dari berbagai lingkungan, salah satunya dari tanah muara di
sekitar perakaran mangrove. Mangrove memiliki ekosistem yang unik dengan
membentuk lingkungan garam yang khas. Hal ini menjadi faktor penentu adaptasi
genetik dari fungi sehingga mendorong produksi senyawa bioaktif yang beragam
secara kimiawi, khususnya yang berpotensi sebagai antibakteri.
Desa Kema Satu, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara menjadi
salah satu lokasi yang menarik untuk penemuan senyawa antibakteri bersumber
fungi. Desa Kema Satu memiliki ekosistem mangrove yang tergolong baik dan
jauh dari aktivitas penduduk. Proses penelitian diawali dengan mengisolasi fungi
tanah muara. Sampel tanah muara dikultur pada media PDA sehingga diperoleh empat biakan fungi yang ketika diisolasi secara makroskopis memberikan delapan
isolat tunggal. Uji antagonis dilakukan terhadap delapan isolat fungi untuk
mengetahui adanya potensi aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa. Uji
antagonis menghasilkan enam isolat aktif, yaitu IS2-BTG8-1-1, IS2-BTG8-1-2,
IS2-BTG8-1-3, IS1-BTG8-2, IS1-BTG8-3, dan IS3-BTG8-4-1-1 yang ditandai
oleh pembentukan zona hambat. Isolat aktif kemudian difermentasi dan
diekstraksi menggunakan etil asetat untuk mendapatkan metabolit sekunder yang
diinginkan sehingga dapat dilanjutkan ke tahap skrining kandungan kimia.
Berdasarkan hasil skrining, diketahui adanya kandungan terpenoid dan fenolat
dari ekstrak fungi tanah muara yang diuji. Uji mikrodilusi dilakukan untuk
menentukan nilai persen penghambatan enam isolat fungi terhadap P. aeruginosa.
Berdasarkan hasil uji mikrodilusi, didapatkan nilai persen penghambatan ekstrak
fungi tanah muara dari yang terbesar ke yang terkecil, yaitu IS1-BTG8-2 (72,7%
± 4,1), IS1-BTG8-3 (70,8% ± 0,8), IS2-BTG8-1-2 (69,2% ± 7,7), IS3-BTG8-4-1-
1 (61,8% ± 1,0), IS2-BTG8-1-1 (57,2% ± 5,2), dan IS2-BTG8-1-3 (20,9% ± 2,6)
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]