dc.description.abstract | RHODAMIN B merupakan zat pewarna sintetis yang masih banyak
digunakan sebagai campuran untuk mempercantik warna pada makanan. Namun
karena minimnya pengetahuan tentang batas pemakaian terhadap pewarna
tersebut membuat para pelaku usaha seakan-akan hanya mementingkan
keuntungan daripada gizi, mutu, dan kualitasnya terhadap konsumen.
RHODAMIN B sering disalahgunakan pada pembuatan produk makanan dan
minuman, penggunaannya pada pangan tentunya menjadi hal yang berbahaya bagi
kesehatan. Berdasarkan penelitian, RHODAMIN B dapat mengakibatkan iritasi
pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, keracunan, dan gangguan hati. Oleh
sebab itu BPOM maupun Dinas Kesehatan diharapkan mampu memberi
himbauan dan mensosialisasikan pentingnya perizinan untuk produk pangan serta
membangun pola pikir yang benar agar tercipta hal yang baik dan saling
menguntungkan bagi kedua pihak yaitu konsumen dan pelaku usaha, hal ini tentu
saja agar menciptakan keamanan bagi konsumen seperti UUPK. Berdasarkan latar
belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas karya ilmiah dalam bentuk
skripsi dengan judul : “PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
KEAMANAN PANGAN YANG DALAM PROSES PRODUKSINYA
MENGGUNAKAN PEWARNA PAKAIAN (RHODAMIN B)”
Skripsi ini memiliki 3 (tiga) rumusan masalah yang akan dibahas, yakni;
Pertama, bagaimana pengaturan terkait dengan keamanan pangan dalam produksi
pangan yang menjamin perlindungan terhadap konsumen; Kedua, bagaimana
tanggung jawab pelaku usaha jika dalam produk makanan merugikan keselamatan
konsumen; Ketiga, Apa upaya hukum konsumen yang dirugikan akibat
penggunaan pewarna pakaian (RHODAMIN B) dalam proses produksi makanan.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk persyaratan dalam menyelesaikan
studi Ilmu Hukum Universitas Jember dan untuk mengetahui serta mengkaji
masalah yang terkait dengan jawaban atas rumusan masalah yang akan dibahas
didalam skripsi ini. Metode penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah
yuridis normatif yang ditujukan untuk menganalisa suatu kaidah-kaidah berdasarkan
keabsahan hukum positif yang berlaku. Pendekatan yang digunakan dalam skripsi
ini adalah pendekatan perundang-undanga (Statue Approach) yang dilakukan
dengan cara menelaah semua undang-undang dan regulasi yang saling bersangkutan
dengan isu hukum yang sedang dibahas serta pendekatan konseptuan
(Conceptual Approach) yang dilakukan dengan cara menelaah literatur-literatur
yang sesuai dengan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian dari rumusan masalah yang dibahas oleh
penulis dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaturan terkait keamanan pangan di
Indonesia sudah diatur pada aturan tertulis, dimana peraturan tersebut sudah
membahas dan mengatur mengenai bahan, proses pengolahan serta pelanggaran
yang diperbuat oleh pelaku usaha seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan,Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Men.Kes/Per/VI/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Pengaturan keamanan pangan di Indonesia
merupakan hal yang penting dari apa yang dihasilkan dalam produk olahan
pangan, apalagi masih banyak kasus-kasus yang terkait dengan keracunan produk
pangan diakibatkan bahan campuran RHODAMIN B. RHODAMIN B merupakan
zat pewarna sintetis yang berguna untuk memberi warna pada pakaian, tetapi banyak
orang yang masih menyalahgunakan zat tersebut untuk makanan dan minuman. Hal
ini tidak menjadi aneh jika terdapat konsumen yang mengalami kerugian jika
mengkonsumsi produk pangan yang mengandung RHODAMIN B. Sebagai
konsekuensinya, pelaku usaha tentu harus bertanggung jawab terhadap
perbuatannya tersebut. Dalam pertanggungjawaban tersebut, pelaku bisa dimintai
ganti rugi oleh konsumen. Ganti rugi tersebut tertera pada Pasal 19 ayat (2) UUPK
yakni pengembalian berupa uang, penggantian barang/jasa yang setara, atau
perawatan kesehatan dan pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Konsumen yang mengalami
kerugian akibat mengkonsumsi produk pangan dapat melakukan negosiasi terkait
sengketanya dengan pelaku usaha, atau bisa juga meminta bantuan kepada
instansi yang berwenang seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
secara non litigasi. Penyelesaian sengketa juga bisa dilakukan langsung melalui jalur
litigasi, adanya putusan dari BPSK maupun dari Pengadilan Negeri wajib
dilaksanakan oleh kedua pihak, khususnya pelaku usaha selaku pihak yang
terbukti melanggar pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun saran dari penulis mengenai pembahasan dari skripsi ini yaitu
masyarakat sebagai konsumen seharusnya lebih berhati-hati jika ingin membeli
produk pangan, karena produk yang aman tentunya sudah memiliki label atau
mempunyai sertifikat izin edar dari BPOM. Produsen pangan sebagai pelaku
usaha dalam memproduksi produk pangan juga harus mengerti bahan-bahan
campuran makanan apa saja yang dilarang oleh ketetapan undang-undang dan harus
didasarkan pada prinsip kehati-hatian supaya tidak terjadi kelalaian yang dapat
merugikan kesehatan konsumen serta lebih bijak dalam menjual produk pangan
yang berkualitas. Pemerintah yang memiliki kewenangan paling tinggi dalam upaya
penegakan perlindungan konsumen harus dapat melakukan pengawasan yang
intensif dan hambauan yang berkelanjutan pada produsen pangan agar kasus
atau perkara keracunan akibat mengkonsumsi produk pangan yang mengandung
bahan berbahaya dapat diminimalisir | en_US |