Optimasi Self Nanoemulsifying Drug Delivery System Minyak Daun Kemangi (Ocimum bacilicum) – Virgin Coconut Oil
Abstract
Demam tifoid secara umum terjadi di negara berkembang terutama di 
wilayah Indonesia sehingga diperlukan metode pengobatan yang memadai. 
Penyakit yang terjadi pada demam tifoid disebab oleh jenis bakteri gram negatif 
yaitu Salmonella typhi dan untuk menanganinya dengan memberikan antibiotik 
yang tepat. Pengembangan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan didorong 
oleh faktor harga obat modern yang lebih mahal dan memiliki banyak efek 
samping. Salah satu tanaman yang digunakan untuk mengatasi demam tifoid ini 
yaitu daun tanaman kemangi (Ocimum basilicum L.).
Tanaman kemangi (Ocimum basilicum L.) memiliki banyak manfaat 
diantaranya memiliki aktivitas antimikroba. Minyak atsiri daun kemangi bekerja 
dengan merusak membran sel bakteri karena terdapat senyawa turunan fenol yaitu 
eugenol dan memiliki efek antiseptik (Susanto dkk., 2013). Minyak atsiri daun 
kemangi memiliki beberapa kekurangan yaitu mudah teroksidasi menjadi resin dan 
mudah menguap, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri (Kristiani 
dkk., 2019).
Self Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) adalah sebuah 
sistem penghantaran obat yang terdiri atas campuran isotropik antar obat, minyak 
alami atau sintesis, sufaktan, dan kosurfaktan dengan ukuran partikel yang relatif 
kecil yaitu kurang dari 200 nm (Date dkk., 2010). Sediaan SNEDDS memiliki 
banyak keuntungan dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi atau sediaan 
nanosuspensi seperti meningkatkan profil stabilitas fisik atau kimia dalam 
penyimpanan jangka panjang, memungkinkan untuk dapat dimasukkan ke dalam 
kapsul gelatin lunak/keras yang akan menghasilkan viabilitas komersial yang 
menarik dan penerimaan kepada pasien lebih baik. Sediaan SNEDDS terdiri dari 
komponen-komponen yaitu surfaktan, kosurfaktan, fase minyak, dan bahan aktif. Penelitian ini menggunakan tween 80 sebagai surfaktan, PEG 400 sebagai 
kosurfaktan, dan VCO sebagai fase minyak.
Tween 80 merupakan surfaktan yang bersifat non-ionik yang relatif lebih 
aman dan diterima untuk dikonsumsi secara oral (Pujara, 2012). Kosurfaktan yang 
dipilih yaitu PEG 400 memiliki sifat meningkatkan stabilitas dan kelarutan suatu 
obat (Nandi dkk., 2003). PEG 400 memiliki gugus rantai karbon yang pendek
sehingga dapat menurunkan tegangan antarmuka partikel supaya tidak terjadi 
penggabungan antarpartikel (Syafitri dkk., 2020). VCO merupakan fase minyak 
dengan asam lemak berantai sedang yang memiliki droplet lebih kecil dibandingkan 
dengan fase minyak rantai panjang. Penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa 
nanoemulsi dengan fase minyak VCO memiliki ukuran diameter partikel 129 – 159 
nm yang sesuai dengan karakteristik ukuran nanoemulsi (Ariviani dkk., 2018).
Sediaan SNEDDS selanjutnya akan dievaluasi dan dikarakterisasi dengan
pengujian persen transmitan, waktu emulsifikasi, organoleptis, pH, ukuran dan 
distribusi partikel, serta dilakukan uji aktivitas antibakteri.
Optimasi dilakukan dengan menggunakan Design Expert 11
menghasilkan bahwa jumlah tween 80 dan jumlah PEG 400 dengan ρ-value
keduanya < 0,0001 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon waktu 
emulsifikasi. Formula optimum yang terpilih memiliki jumlah Tween 80 sebesar
2,05 mL dan konsentrasi PEG 400 sebesar 1,35 mL. Hasil penelitian analisis secara 
statistik menggunakan one simple t-test menunjukkan hasil pengujian persen 
transmitan dan waktu emulsifikasi tidak berbeda bermakna dengan prediksi respon.
Formula optimum memiliki karakteristik yaitu nilai pH sebesar (6,92 ± 0,04);
ukuran partikel sebesar (38,43 ± 0,4) nm; dan Indeks polidispersitas sebesar (0,19 
± 0,026). Aktivitas antibakteri formula optimum diuji mengunakan metode 
difusi cakram menunjukkan zona hambat golongan kuat sebesar 20,00 ± 0,367mm.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1575]
