dc.description.abstract | Adanya kesepakatan atau persetujuan antar kedua mempelai harus
dipenuhi dalam melangsungkan sebuah perkawinan. Perkawinan mempunyai
sebuah tujuan untuk membangun keluarga yang kekal dan bahagia, untuk
mencapai tujuan itu perkawinan harus dilakukan dengan kerelaan mempelai tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun. Selain itu kesepakatan atau persetujuan
mempelai merupakan suatu persyaratan perkawinan yang harus dipenuhi dan jika
tidak maka perkawinan dapat dibatalkan. Berdasarkan uraian tersebut penulis
tertarik membahas permasalahan tersebut, pertama perkawinan paksa tidak
memenuhi unsur kesepakatan dalam perkawinan dapat menjadi alasan pembatalan
perkawinan. Kedua pembatalan perkawinan dilakukan saat istri sedang hamil.
Ketiga akibat hukum yang timbul dari pembatalan perkawinan. Tujuan ditulisnya
skripsi ini adalah: pertama, untuk mengetahui bahwa kawin paksa tidak
memenuhi unsur kesepakatan dalam perkawinan sehingga dapat dijadikan alasan
pembatalan perkawinan. Kedua, untuk mengetahui apakah status perkawinan
dapat dibatalkan apabila keadaan istri sedang hamil. Ketiga, untuk mengetahui
akibat yang timbul dari pembatalan perkawinan. Tipe penulisan dalam skripsi ini
adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan
konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber
bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum
non hukum.
Perkawinan diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yang dikatakan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dalam melangsungkan perkawinan diharuskan memenuhi syarat-syarat
sahnya perkawinan, karena jika tidak terpenuhi maka perkawinan dapat
dibatalkan. Pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatakan bahwa perkawinan dapat
dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan
perkawinan.
Hal yang dikehendaki dari sebuah perkawinan dapat dilihat bahwa
perkawinan seharusnya dilakukan dengan adanya suatu kesepakatan antara kedua
orang yang akan terikat oleh perkawinan tersebut. Kesepakatan menggambarkan
sebuah rasa rela dan ikhlas, sehingga perkawinan perlu adanya kesepakatan agar
mempelai dapat menjalani kehidupan perkawinan dengan rela dan ikhlas sehingga
dapat terwujudnya sakinah, mawaddah dan warrahmah. Terjadinya perkawinan
yang tidak adanya suatu kesepakatan dapat dibatalkan karena perkawinan tersebut
dapat termasuk dalam perkawinan paksaan, yang mana paksaan merupakan suatu
alasan pembatalan perkawinan. Perkawinan paksa masih sering terjadi dikalangan
masyarakat contohnya adalah perjodohan yang dilakukan orang tua terhadap anak,
bahkan ada pula perkawinan yang dilakukan dengan tujuan ingin menutub aib
yang disebabkan karena sang wanita telah hamil sebelum terjadinya perkawinan.
Apabila unsur paksaan memenuhi atau alasan lain yang dapat membatalkan perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Apabila perkawinan
terjadi karena hamil sebelum menikah, dan ditengah-tengah perkawinan salah satu
pihak ingin membatalkan perkawinan dengan keadaan si wanita sedang hamil,
maka pembatalan perkawinan masih bisa terjadi. Pembatalan perkawinan yang
terjadi jelas akan membawa akibat hukum bagi pihak-pihak yang terkait dalam
perkawinan tersebut seperti hubungan antara suami istri, hubungan terhadap anak,
dan pihak-pihak yang terkait didalamnya bahkan juga terhadap harta yang
dihasilkan selama perkawinan | en_US |