TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN DZAWIL ARHAM TERHADAP PEROLEHAN WARIS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Studi Putusan No. 263/Pdt.G/2009/PTA Sby)
Abstract
Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umumnya yaitu untuk memenuhi dan melengkapi tugas
sebagai persyaratan pokok guna mencapai gelar Sarjana Hukum Universitas
Jember, dan memberikan sumbangan pemikiran. Tujuan khususnya yaitu untuk
mengetahui terlebih memahami solusi atas permasalahan dalam skripsi ini
sehingga akhirnya dapat menghasilkan suatu karya ilmiyah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiyah dan berguna bagi masyarakat.
Metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode
yuridis normative dengan pendekatan masalah, yang pertama adalah pendekatan
xiii
undang-undang (statute approach), yang kedua pendekatan kasus (case approach),
serta yang terakhir pendekatan konsep (conceptual approach).
Penulis menyimpulkan bahwa pembagian ahli waris untuk dzawil arham
dalam Putusan No. 263/Pdt.G/2009/PTA Sby. telah sesuai dengan ketentuan
hukum waris Islam di Indonesia dan pertimbangan hukum majelis hakim
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya melalui Putusan No. 263/Pdt.G/2009/PTA
Sby. telah memenuhi prosedur hukum yang telah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Mengenai amar putusan yang membatalkan putusan
Pengadilan Agama Bangkalan No. 689/Pdt.G/2008/PA. Bkl. adalah benar karena
hakim Pengadilan Agama Bangkalan tidak memberikan warisan kepada dzawil
arham melainkan diberikan kepada Baitul Mal. Dalam kajian fikih Islam
mengenai dzawil arham terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok
berpendapat dzawil arham tidak dapat mempusakai sama sekali, jika tidak ada
ahli waris dzawil furudh dan / atau ashobah, harta peninggalan pewaris
diserahkan kepada Baitul Mal. Kelompok kedua berpendapat bahwa dzawil
arham dapat mempusakai harta peninggalan bila pewaris tidak meninggalkan
ahli waris dzawil furudh maupun ashobah. Dengan berpedoman pada ayat
tersebut, maka h ak im Pen gadi l an Tinggi Agama Sur aba ya
mengambil alih pendapat kedua menjadi pendapatnya sendiri serta berdasarkan
kenyataan belum adanya lembaga Baitul Mal yang sah, maka dalam hal ini
Majelis berpendapat bahwa dua orang saudara sepupu dan sembilan orang
keponakan sepupu tersebut di atas adalah ahli waris dzawil arham yang dapat
diberi warisan. Oleh karena itu harus dinyatakan bahwa dua orang saudara
sepupu dan sembilan orang sebagaimana tersebut di atas adalah ahli waris
dzawil arham dan dapat diberikan bagian dari harta warisa Maisara (Pewaris).
Dan saran dari skripsi ini adalah tata cara penyelesaian sengketa
pembagian waris dapat diselesaikan dengan cara bersepakat antar ahli waris untuk
melakukan pembagian waris sesuai dengan bagiannya masing-masing dan
penyelesain di pengadilan dapat digunakan apabila penyelesaian secara
kekeluargaan tidak lagi dapat menyelesaikannya. Sebagai contoh jika ada salah
satu pihak yang menguasai harta waris tersebut tanpa adanya pembagian waris
yang benar dan tidak setuju atas pembagian harta warisan tersebut, maka ahli
waris lain yang berhak dapat melakukan gugatan ke Pengadilan Agama setempat
untuk dilakukan pembagian harta warisan sebagaimana telah dibahas diatas
artinya penyelesaian melalui pengadilan merupakan alternatif terakhir yang dapat
dilakukan setelah penyelesaian secara kekeluargaan tidak lagi dapat dicapai.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]