dc.description.abstract | Pembuktian dan pemeriksaan alat bukti pada dasarnya merupakan upaya
proses untuk membuktikan suatu hal perkara dengan disertai fakta maupun bukti bukti yang saling keterkaitan dan berlandasan hukum positif. Hasil dari proses
pembuktian dan pemeriksaan alat bukti dipersidangan tersebut, nantinya akan
menjadi prioritas dasar pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan berat
ringannya putusan terhadap terdakwa. Seperti dalam kasus tindak pidana
perkosaan anak pada 25 April 2019, Pengadilan Negeri Mojokerto menjatuhkan
Putusan Nomor: 69/Pid. Sus/2019/Pn. Mjk yang memuat adanya sanksi pidana
tambahan kebiri kimia terhadap Terpidana Muhammad Aris bin Syukur yang
telah melakukan pemaksaan persetubuhan terhadap anak berusia 5 (lima) tahun 8
(delapan) bulan. Putusan tersebut menjadi putusan pertama di Indonesia yang
menjatuhkan sanksi pidana tambahan kebiri kimia dan menjadi pro kontra dalam
isu hukum pidana di Indonesia secara meluas.
Analisa penelitian skripsi dalam kasus perkara tersebut menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundangan-undangan dan
pendekatan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum menggunakan studi
pustaka, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu
kesesuaian proses pembuktian dan pemeriksaan alat bukti yang dijadikan dasar
hakim dalam memutus bahwa terdakwa telah melakukan pemerkosaan 9 anak
dengan sistem pembuktian sesuai Pasal 183 KUHAP, serta analisis dasar
pertimbangan hakim yang menjatuhkan hukuman tambahan berupa kebiri kimia
kepada terdakwa pada putusan No. 69/Pid.Sus/2019/Pn. Mjk dengan syarat pidana
tambahan kebiri kimia Pasal 81 UU No. 17 Tahun 2016.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kasus perkara pada putusan
tersebut, memberikan pemberatan vonis putusan yang sejatinya tidak seharusnya
dijatuhkan kepada terdakwa. Cukup banyak fakta-fakta hukum yang peneliti
temukan untuk memperkuat argumentasi hukum berkaitan hal tersebut, antara lain
bahwasanya diketahui pada awalnya dakwaan Jaksa penuntut umum memberikan
tuntutannya terhadap terdakwa atas tindak pidana perkosaan anak dengan 1 (satu)
korban saja dan tanpa ada dakwaan atas hukuman tambahan kebiri kimia. Namun
Majelis Hakim dalam putusannya, memberikan hukuman melebihi dakwaan
penuntut umum yakni terdapat hukuman tambahan berupa kebiri kimia kepada
terdakwa. Mencermati fakta hukum pada pelaksanaan proses pembuktian dan
pemeriksaan alat bukti di persidangan, diketahui bahwa Majelis Hakim dalam
dasar pertimbangannya memberikan hukuman tambahan kebiri kimia terhadap
terdakwa tersebut hanya berdasarkan atas keterangan terdakwa saja yang
menyebutkan telah melakukan perbuatannya atas 9 (sembilan) korban anak yang
berbeda-beda. Namun keterangan terdakwa tersebut diketahui tidak ditindak
lanjuti oleh majelis hakim untuk setidaknya mencari dan menggali kebenaran materiil sebagaimana ketentutan dan aturan Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Pada kesesuaiannya putusan Majelis Hakim dengan syarat pemidanaan hukuman
kebiri kimia juga ditemukan yang berlawanan dan tidak sesuai, sehingga tentu
dasar pemberatan putusan tersebut dapat dikatakan kurang tepat dijatuhkan
kepada terdakwa.
Saran terhadap penelitian ini, yaitu: 1.) Dalam proses pembuktian dan
pemeriksaan alat bukti di persidangan seharusnya menerapkan prinsip ketentuan
dan aturan-aturan yang berlaku sebagaimana landasan pada Hukum Acara Pidana.
Hal tersebut sangatlah penting karena berkaitan dengan konteks hukum pidana
yang membutuhkan kebenaran materiil; 2.) Berkaitan dengan dasar pertimbangan
dalam putusan Majelis Hakim seharusnya mampu mengkonstruksikan Ratio
Decidendi tersebut dengan didasarkan pada fakta-fakta hukum yang ada,
menjalankan proses pembuktian dan pemeriksaan alat bukti untuk mencari dan
menggali kebenaran materiil terkait, serta melihat kasus perkara dengan berbagai
sudut pandang terutama mendasarkan pada ketentuan atau syarat pemidanaan
hukuman tambahan. Hal tersebut sangatlah penting untuk dapat melahirkan dasar
pertimbangan putusan yang tepat lagi bijaksana dengan memiliki nilai-nilai
keadilan dan kepastian hukum bagi para pihak secara khusus dan bagi masyarakat
secara umum. | en_US |