Show simple item record

dc.contributor.authorMUKARROMAH, Lailatul
dc.date.accessioned2022-06-27T16:03:03Z
dc.date.available2022-06-27T16:03:03Z
dc.date.issued2021-09-23
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/107716
dc.description.abstractTradisi Ta‟-buta‟an merupakan ritual bersih desa yang diadakan rutin setiap satu tahun sekali. Prosesi ritual yang menggunakan mantra-mantra tersebut dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharram yang bertepatan dengan ulang tahun Islam. Dalam pelaksanaannya terdapat buto laki-laki dan perempuan yang menjadi ikon dari tradisi tersebut. Buto yang pertama digambarkan seperti Kebo Marcuet sedangkan yang kedua seperti Srikandi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan mengkaji mantra-mantra yang menjadi sarana ritual dalam tradisi Ta‟-buta‟an dalam konteks budaya masyarakat pemiliknya. Kerangka teori yang menjadi dasar kajian meliputi (1) teori struktur, formula, dan fungsi, serta (2) teori representasi dan identitas. Untuk membahas mantra dalam tradisi Ta‟-buta‟an digunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data meliputi teknik pengamatan, wawancara, dan studi pustaka. Pembahasan mencakup (1) struktur, formula, dan fungsi, dan (2) representasi mantra dalam tradisi Ta‟-buta‟an sebagai identitas masyarakat Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember. Mantra yang digunakan untuk ritual dalam tradisi Ta‟-buta‟an mencakup lima mantra, yaitu mantra Penolak, Pengabaran, Kanuragan, Ngelarisagih, dan Berseagih Disah. Kelima mantra tersebut dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian dan teori yang menjadi referensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur mantra-mantra yang ada dalam tradisi Ta‟-buta‟an terdiri atas unsur judul, unsur pembuka, unsur niat, unsur sugesti, unsur tujuan, dan unsur penutup. Konvensi struktur memiliki keterkaitan yang erat pada unsur pembuka dan penutup. Pada unsur pembuka terdapat persamaan kecuali pada mantra Berseagih Disah. Mantra berseagih Disah memakai unsur pembuka Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm, sedangkan untuk unsur pembuka keempat mantra lainnya memakai surah Alfatihah. Terdapat pula persamaan pada unsur penutup yaitu bacaan Lahaula walakuata illabillah. Hasil kajian formula menunjukkan bahwa mantra Penolak terdapat pola formula paralelisme sintaksis, repetisi anafora, dan repetisi tautotes. Pada mantra Pengabaran terdapat pola paralelisme sintaksis, repetisi anafora, dan repetisi tautotes. Pada mantra Kanuragan terdapat pola paralelisme sintaksis. Pada mantra Ngelarisagih terdapat pola paralelisme sintaksis, pola repetisi anafora, dan pola repetisi tautotes. Pada mantra Berseagih Disah terdapat pola repetisi anafora dan pola paralelisme sintaksis. Hasil kajian fungsi menunjukkan bahwa fungsi mantra dalam satu-kesatuan dengan rangkaian prosesi ritual pada tradisi Ta‟-buta‟an adalah sebagai alat pendidikan, peningkatan perasaan solidaritas kelompok, pengunggul dan pencela orang lain, pelipur lara, dan kritik masyarakat. Fungsi fungsi tersebut dirasakan oleh individu atau masyarakat secara kolektif dalam rangkaian upaya untuk menciptakan keselamatan dan ketenteraman bersama.en_US
dc.description.sponsorshipDr. Heru Setya Puji Saputra, M.Hum. (Dosen Pembimbing) Dra. Titik Maslikatin, M.Hum. (Dosen Pembimbing)en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Budayaen_US
dc.subjectTradisi Ta’-buta’anen_US
dc.titleMantra Dalam Tradisi Ta’-Buta’An: Representasi Identitas Masyarakat Panduman Jemberen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record