dc.description.abstract | Putusan pemidanaan terhadap nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah zona
ekonomi eksklusif Indonesia akan menjadi putusan yang tidak dapat di eksekusi
oleh jaksa apabila majelis hakim hanya memutus putusan pemidanaan berupa
pidana denda saja sebagai akibat bahwa tidak adanya perjanjian diantara negara
Indonesia dengan negara bersangkutan untuk dapat menerapkan pidana penjara,
dan di lain sisi nelayan asing tersebut tidak mampu untuk membayarnya sehingga
pertanggungjawaban pidana nelayan asing tersebut tidak dapat terpenuhi. Bahkan
lex specialis dalam hal ini UNCLOS 1982 dan Undang-Undang Perikanan tidak
mengatur tentang bagaimana jika pidana denda tersebut tidak dibayarkan. Dalam
situasi ini peneliti menemukan permasalahan-permasalah yang dihadapi oleh
aparat penegak hukum, pertama, apakah pertanggunjawaban pidana nelayan asing
yang mencuri ikan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia dalam Pasal 102
UU Perikanan dikesampingkan oleh SEMA No. 03/BUA.6/HS/SP/XII/2015?, dan
yang kedua, apakah pemidanaan berupa pidana denda terhadap nelayan asing
yang mencuri ikan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia dapat digantikan
pidana kurungan menurut Pasal 30 ayat (2) KUHP?. Untuk memecahkan
permasalahan tersebut peneliti menggunakan penelitian hukum normatif yang
dibantu dengan menggunakan tiga pendekatan masalah yakni pendekatan
perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Dan dari
hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan, pertama SEMA No.
03/BUA.6/HS/SP/XII/2015 tidak dapat mengkesampingkan Pasal 102 UU
Perikanan dikarenakan pertanggunjawaban pidana nelayan asing yang dijatuhkan
terhadap nahkoda kapal asing karena ia yang mempunyai wewenang dan
tanggunggungjawab terhadap bawahannya telah diatur dengan jelas (tidak
terdapat kekosongan hukum), dimana dalam hal ini terdapat dua macam sanksi,
yaitu sanksi pidana dan administrasi. Sanksi pidananya sesuai dengan UNCLOS
1982 yakni berupa pidana penjara (namun harus ada perjanjian terlebih dahulu
dengan negara yang bersangkutan) dan pidana denda, sedangkan sanksi
aministrasinya berupa peringatan tertulis, pembekuan izin, pencabutan izin,
dan/atau denda sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 ayat (1) PP No.60/2007
tentang konsevasi sumber daya alam dan Pasal 103 ayat (2) PERMEN KP
No.58/PERMEN-KP/2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dan yang kedua,
Pemidanaan berupa pidana denda terhadap nelayan asing yang mencuri ikan di
wilayah ZEEI dapat digantikan pidana kurungan pengganti denda apabila nelayan asing tersebut tidak mampu untuk membayarnya sebagaimana tercantum dalam
Pasal 103 KUHP bahwa apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur lebih
lanjut maka kembali pada ketentuan umum. Dalam ketentuan umum tercantum
dalam Pasal 30 ayat (2) KUHP. Oleh karena itu, untuk memberikan perbaikan
terhadap permasalahan yang tidak kunjung usai tersebut peneliti memberikan dua
saran, yaitu yang pertama melalui sistem peradilan pidana terpadu (integrated
criminal justice system) yang merupakan sistem yang dapat menjaga
keseimbangan diantara perlindungan kepentingan baik berupa kepentingan
negara, masyarakat, ataupun individu termasuk kepentingan pelaku tindak pidana
serta korban kejahatan, sehingga dalam penyelenggaraan peradilan pidana dapat
mewujudkan prescise justice atau keadilan yang pas (tepat) melalui sistem
pendidikan yang memadai dikalangan aparat penegak hukum yang
memungkinkan mereka memiliki pandangan dan pemahaman yang sama dalam
melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Dan saran yang kedua, dengan
dikenakan pidana denda yang diikuti dengan pidana kurungan pengganti denda
terhadap nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah zona ekonomi eksklusif
Indonesia (Pasal 30 ayat (2) KUHP), hal ini dikarenakan dalam mengadakan
perjanjian dengan negara yang bersangkutan mengenai untuk dapat dikenakannya
pidana penjara terhadap nelayan asing dapat menimbulkan kerugian di lain sisi
karena negara yang bersangkutan bisa saja mencari keuntungan untuk dapat
menyepakati dari perjanjian yang diminta oleh negara Indonesia, karena pada
dasarnya setiap perjanjian internasional tidak lepas dari dinamika politik. | en_US |