Identifikasi Kadar Asam Klorogenat Dan Kadar Kafein Pada Kopi Robusta Berdasarkan Variasi Suhu Sangrai
Abstract
Letak geografis Indonesia sangat mendukung adanya komoditas kopi yang
bermacam-macam. Sebagai bahan komoditas perkebunan, kopi memiliki nilai
ekonomi yang cukup tinggi. Aroma dan rasa yang khas merupakan faktor yang
menjadikan kopi banyak digemari. Meningkatnya permintaan kopi berkualitas
tinggi menyebabkan dilakukannya berbagai uji untuk mengetahui kualitas kopi
agar diterima di pasaran. Penambahan bahan campuran dapat mempengaruhi
harga kopi di pasaran serta karakteristik pada kopi, terutama kadar asam
klorogenat dan kadar kafein dari bubuk kopi sehingga diperlukan parameter untuk
menentukan kemurnian dan kualitas dari produk bubuk kopi. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas mutu kopi dengan
mengidentifikasi kadar asam klorogenat dan kadar kafein dari masing-masing
sampel kopi berdasarkan variasi suhu sangrai. Kopi yang diteliti adalah jenis kopi
robusta, dalam bentuk kopi murni dan kopi campuran jagung serta kedelai.
Setelah memvariasikan suhu sangrai maka selanjutnya dilakukan identifikasi
kadar asam klorogenat dan kadar kafein dengan metode spektrofotometri
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Metode ini dilakukan berdasarkan
absorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya.
Penelitian dilakukan dengan memvariasikan suhu penyangraian dan fraksi
massa bahan campuran. Suhu sangrai yang digunakan diantaranya 195°C, 215°C,
dan 240°C. Bahan campuran yang digunakan yaitu jagung dan kedelai dengan
fraksi massa yang diberikan sebesar 10%, 20%, 30%, dan 40%. Pengukuran nilai
absorbansi asam klorogenat dan kafein pada sampel dilakukan dengan
menentukan panjang gelombang saat terjadi absorbansi maksimum pada larutan
standar asam klorogenat dan standar kafein. Pengukuran dilakukan pada rentang
panjang gelombang serapan 200-400 nm dan diperoleh absorbansi maksimum
ketika panjang gelombang 327 nm untuk asam klorogenat dan 273 nm untuk
kafein. Panjang gelombang 327 nm dan 273 nm digunakan untuk menentukan
absorbansi pada larutan sampel yang kemudian digunakan untuk menghitung
kadar asam klorogenat dan kadar kafein di dalam sampel. Data hasil perhitungan
kadar asam klorogenat dan kadar kafein kemudian divisualisasikan ke dalam
grafik hubungan kadar asam klorogenat terhadap suhu sangrai pada larutan
sampel kopi dan grafik hubungan kadar kafein terhadap suhu sangrai pada larutan
sampel kopi.
Dari dua puluh tujuh sampel kopi bubuk yang diidentifikasi kadar asam
klorogenat dan kafeinnya menunjukkan bahwa nilai absorbansi yang semakin
tinggi pada masing-masing sampel menunjukkan kadar asam klorogenat dan
kadar kafein yang semakin tinggi. Variasi suhu sangrai, penambahan jenis dan komposisi bahan pencampur dapat mempengaruhi kadar asam klorogenat dan
kadar kafein. Sampel kopi dengan suhu sangrai semakin tinggi menghasilkan
kadar asam klorogenat dan kadar kafein yang semakin rendah. Kadar asam
klorogenat tertinggi terdapat pada jenis kopi robusta campuran kedelai 40% pada
suhu sangrai 195°C sebesar (2.428 ± 0.013)%, hal ini berarti bahwa nilai yang
didapatkan berkisar antara (2.428 + 0.013)% atau (2.428 – 0.013)%. Kadar kafein
tertinggi terdapat pada jenis kopi robusta murni pada suhu sangrai 195°C sebesar
(0.830 ± 0.005)%, hal ini berarti bahwa nilai yang didapatkan berkisar antara
(0.830 + 0.005)% atau (0.830 – 0.005)%. Berdasarkan hasil uji ANOVA diketahui
bahwa variasi suhu sangrai dan penambahan fraksi massa campuran jagung dan
kedelai mempengaruhi kadar asam klorogenat dan kadar kafein pada kopi.
Diantara dua faktor tersebut, yang memiliki pengaruh paling besar dalam
perhitungan kadar asam klorogenat dan kadar kafein yaitu variasi penambahan
fraksi massa campuran. Kopi yang baik dikonsumsi berdasarkan kadar asam
klorogenat dan kadar kafein yang terkandung yaitu jenis kopi robusta murni pada
suhu sangrai 215°C. Rekomendasi campuran terbaik yaitu jenis kopi robusta
campuran jagung dan kedelai 10%, hal ini karena harga kopi dengan penambahan
bahan pencampur lebih ekonomis di pasaran. Semakin tinggi fraksi massa bahan
campuran maka kualitas mutu kopi akan semakin menurun. Namun dalam
penelitian ini belum bisa dikatakan akurat mengenai kualitas mutu kopi
berdasarkan fraksi massa, karena masih perlu dilakukan uji organoleptis.