Show simple item record

dc.contributor.authorSUNDARI, Winda Tri
dc.date.accessioned2022-06-27T07:40:12Z
dc.date.available2022-06-27T07:40:12Z
dc.date.issued2021-06-29
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/107369
dc.description.abstractPenentuan batasan usia untuk dapat melangsungkan perkawinan di Indonesia diatur oleh beberapa ketentuan yang berbeda. Misalnya dalam Undang-Undang Perkawinan, untuk dapat melangsungkan perkawinan usia bagi laki-laki dianjurkan harus mencapai usia 19 tahun sedangkan pada perempuan dianjurkan dengan usia 16 tahun. Namun di dalam ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak 16 tahun masih dianggap usia anak-anak karena patokan usia anak sampai pada 18 tahun. Selain itu, dalam hukum adat di Indonesia ukuran dewasa seseorang tidak ditentukan berdasarkan usia mereka, hanya pada perubahan fisik baik bagi pria maupun bagi wanita dan kecakapan mereka yang dianggap mampu untuk mencari uang sendiri (kuat gawe). Akibatnya sampai saat ini masih banyak seseorang yang melakukan perkawinan dibawah umur, baik itu keinginan sendiri maupun paksaan dari orangtua mereka yang terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut Undang-Undang Perkawinan kemudian mengalami revisi pada tahun 2019 dengan adanya putusan MK No. No. 22/PUU-XV/2017, hal tersebut dilatar belakangi oleh para pemohon yang secara langsung mengalami akibat buruknya dari perkawinan dibawah umur. Dimana setelah adanya revisi Undang-Undang Pekawinan, usia menikah bagi pria dan wanita disetarakan menjadi 19 tahun. Akan tetapi, hal tersebut bukan menjadi salah satu solusi untuk meminimalisir banyaknya praktek perkawinan dibawah umur. Yang ada pengajuan perkara dispensasi perkawinan semakin meningkat di Pengadilan Agama. Dalam situasi tersebut akibat hukum yang ditimbulkan belum bisa dijadikan acuan untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif yang terjadi dalam pelaksanaannya. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif dan pendekatan masalah adalah pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Berkaitan dengan hal tersebut dalam penulisan skripsi ini diangkat 2 rumusan masalah yaitu, pertama apa yang menjadi dasar atas perubahan batas usia perkawinan dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; kedua apa akibat hukum atas penerapan aturan dispensasi perkawinan berdasarkan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam menyelesaikan permasalahan pada rumusan tersebut, penelitian ini menawarkan gagasan yang mana seseorang yang belum cukup usia untuk melakukan perkawinan harus diberikan persyaratan lebih agar tidak mudah melakukan perkawinan saat mereka belum mencapai ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-undang. Kemudian perlu dilakukan evaluasi yang lebih mendalam terkait Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai batasan usianya agar penerapannya pun dapat dilakukan secara efektif dan bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa kedepannya.en_US
dc.description.sponsorshipNanang Suparto, S.H., MH> (Dosen Pembimbing I) Rhama Wisnu Wardhana, S.H., M.H (Dosen Pembimbing II)en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2019en_US
dc.subjectPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974en_US
dc.subjectTENTANG PERKAWINANen_US
dc.titleMakna Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinanen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record