Akibat Hukum Kekosongan Jabatan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara
Abstract
Tanah mempunyai arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
masyarakat, yang dalam hal ini menuntut pemerintah Indonesia untuk memiliki
sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah pertanahan
di Indonesia. Dalam hal pendaftaran tanah, Pemerintah menunjuk Badan
Pertanahan Nasional untuk melaksanakannya, sebagaimana dimaksud pada Pasal
5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa
“Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional” dan dalam
melaksanakan Pendaftaran Tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT
dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu
menurut Peraturan Pemerintah tersebut dan Peraturan Perundang-Undangan yang
bersangkutan. Setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal
5 ayat (3) huruf a menyebutkan bahwa dalam pembuatan akta PPAT di daerah
yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat
tertentu, Menteri dapat juga menunjuk pejabat-pejabat dibawah ini sebagai
Pejabat Sementara atau PPAT Khusus yaitu Camat atau Kepala Desa untuk
melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai
PPAT Sementara. Namun camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
harus pula disadari bahwa pemberian tugas dan kewenangannya tersebut sifatnya
sementara, karena sebagai Kepala Wilayah, resiko dan tanggung jawab Camat
sebagai PPAT Sementara lebih besar dibanding dengan seorang Notaris/PPAT
dalam mempertanggung jawabkan keputusan atau tindakan hukum yang
dilakukan didalam penetapan akta. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa
Camat memiliki peran sentral sebagai PPAT Sementara di wilayahnya. Adapun
rumusan masalah yang menjadi orientasi pembahasan adalah Pertama, Apakah
status hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara memiliki
kewenangan mendelegasikan tugasnya pada pejabat lain di Kecamatan? Kedua,
Perbuatan hukum apa yang dapat ditempuh oleh masyarakat dalam hal terjadi
kekosongan jabatan Camat sebagai PPAT Sementara?
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan tipe
Yuridis Normatif (Legal Research). Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan Undang-Undang (statue approach) dan pendekatan Konseptual
(conceptual approach). Pada bahan hukum, penulis menggunakan dua jenis bahan
hukum yaitu Bahan hukum primer, Bahan hukum sekunder. Sedangkan pada
analisis bahan hukum, penulis menggunakan metode deduktif yaitu pengambilan
kesimpulan dari pembahan yang bersifat umum menuju pembahasan yang bersifat
khusus. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui status hukum
kewenangan Camat sebagai PPAT Sementara jika kewenangannya di delegasikan
kepada pejabat lain dan mengetahui perbuatan hukum apa saja yang dapat
ditempuh oleh masyarakat dalam hal jika terjadi kekosongan jabatan Camat.
Posisi camat sebagai PPAT Sementara tentu memiliki dasar, dasar
hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara adalah Pasal 5 ayat (3)
huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 jo. Pasal 18 ayat (1)
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan dalam
pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, maka Badan
Pertanahan Nasional mengangkat Camat sebagai PPAT Sementara dalam rangka
membantu kantor pertanahan dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah di seluruh
wilayah Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA. Camat
sebagai kepala wilayah di kecamatan memiliki tugas dan kewenangan dalam
pelayanan kepada masyarakat wilayah kecamatan.
Camat yang dalam hal ini sebagai PPAT Sementara tidak bisa
mendelegasikan kewenangannya, karena Camat hanya bertindak sebagai PPAT
Sementara saja. Jika Camat dipindah atau meninggal dunia, maka yang dapat
menggantikan camat tersebut atau yang berhak menunjuk PPAT Sementara hanya
Menteri saja. Dalam hal jika di daerah atau wilayah Camat sebagai PPAT
Sementara tersebut kosong maka upaya yang dilakukan masyarakat yaitu harus
menunggu sampai camat yang baru sudah mengikuti pelatihan atau sudah dilantik
dan mendapatkan surat keputusan penunjukan sebagai PPATS. Masyarakat yang
dalam hal ini sebagai subjek hukum dapat memiliki upaya hukum untuk
mendapatkan haknya. Dalam hal ini upaya masyarakat jika di wilayahnya terjadi
kekosongan jabatan Camat sebagai PPATS maka masyarakat tersebut harus
menunggu adanya pengganti camat yang baru, jika akta yang dibuat oleh Camat
yang tidak memiliki sk menjadi PPAT Sementara maka akta tersebut akan cacat
yuridis karena akta camat tersebut selaku PPAT merupakan salah satu sumber
utama dalam rangka pemeliharaan pendaftaran tanah di Indonesia. Camat baru
tidak serta merta dapat menjadi PPATS melainkan camat baru tersebut harus
mengikuti pelatihan dan memiliki SK yang menugaskan camat tersebut sebagai
PPATS. Selain hal tersebut apabila camat yang baru jika sudah pernah mengikuti
pelatihan maka camat baru harus mengajukan permohonan surat keputusan
penunjukan baru sebagai PPATS di BPN wilayah setempat. Jika camat tersebut
tidak melakukan pelatihan menjadi PPAT maka camat tersebut tidak sah dalam
menjalankan jabatannya sebagai PPAT Sementara. Camat dinyatakan sah sebagai
PPATS jika camat tersebut telah mengikuti pelatihan dan tahap-tahap tersebut
yang sudah disebutkan diatas. Camat disebut PPATS karena sifatnya sementara.
Akan tetapi akta yang dibuat oleh camat, aktanya berlangsung selamanya. Dan
akta yang dibuat oleh Camat selaku PPATS tetap sah, mengikat sepanjang dibuat
dengan mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan
Pasal 5 ayat 3 huruf a PP Nomor 37 tahun 1998 selama Camat tersebut memiliki
SK yang dikeluarkan oleh BPN wilayah provinsi yang berlaku camat dapat
dikatakan sah karena pada dasar hukum PPATS sama dengan PPAT.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]