Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Aborsi (Putusan Nomor: 285/Pid. Sus/2017/PN.NJK dan Putusan Nomor: 288/Pid. Sus/2018/PN.NJK)
Abstract
Aborsi merupakan tindakan pengguguran kandungan, yang di dalam hukum
pidana indonesia merupakan tindakan kejahatan yang dilarang untuk dilakukan
kecuali undang-undang mengatur hal lain. Dalam tindakan aborsi dapat dilakukan
sendiri ataupun bisa juga dilakukan dengan bantuan oranglain, apabila melibatkan
oranglain maka tindakan tersebut dilakukan lebih dari satu pelaku, dengan
demikian dalam hukum pidana disebut penyertaan atau turut serta melakukan
tindak pidana, yang dimana apabila antara pelaku saling bekerjasama secara sadar
satu sama lain maka kesemua pelaku yang terlibat dapat dihukum. maka dari itu
dalam menyusun dakwaan penuntut umum harus lebih cermat dan teliti, serta
pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara harus benar-benar
mendasarkan pada fakta-fakta yang ada dipersidangan dengan berdasarkan
perundang-undangan yang telah ditentukan, serta dalam menjatuhkan sanksi
pidana harus memuat hal-hal yang memberatkan dan meringankan dan harus
sesuai dengan tindakan pelaku maupun kesalahan pelaku, agar putusan pengadilan
tersebut adil bagi semua pihak. Selanjutnya, tujuan penelitian ini adalah untuk
memahami dan menganalisis mengenai kesesuaian dakwaan penuntut umum
dengan perbuatan terdakwa dan kesesuaian pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana dengan kesalahan terdakwa.
Dalam penulisan ini menggunakan metode, dengan tipe penelitian yuridis
normatif (legal research). Pendekatan yang digunakan yaitu : Pertama,
pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu dengan melihat
ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta peraturan perundang-undangan yang
terkait. Kedua, menggunakan metode pendekatan kasus (case apporoach) yaitu
dengan melihat kasus mengenai tindak pidana aborsi yang terjadi di Nganjuk
dengan mengkaji pertimbangan dalam putusannya yang sudah berkekuatan hukum
tetap. Ketiga, menggunakan metode pendekatan konseptual (conceptual
approach) yaitu dengan melihat dari beberapa literature atau buku-buku hukum
yang berkaiatan dengan tindak pidana aborsi.
Hasil penelitian dalam skripsi ini : Pertama, Dakwaan penuntut umum
dalam Putusan Nomor: 285/Pid. Sus/2017/PN.NJK dengan terdakwa SM selaku
perantara atau kurir obat tidak sesuai dengan perbuatan terdakwa. Hal ini,
dikarena Pasal 194 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
hanya diperuntukan untuk dokter atau tenaga medis. Kemudian dakwaan penuntut
umum dalam Putusan Nomor: 288/Pid. Sus/2018/PN.NJK dengan terdakwa WB
selaku dokter umum sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa, karena terdakwa
adalah seorang dokter, sehingga pasal tersebut sesuai dengan perbuatan terdakwa.
Kedua, Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dalam Putusan
Nomor: 285/Pid. Sus/2017/PN.NJK dengan pidana penjara 8 (delapan) bulan
tidak sesuai dengan kesalahan terdakwa, hal ini dikarenakan penjatuhan sanksi
yang sesuai dengan kesalahan terdakwa adalah dengan meggunakan Pasal 77A
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan Putusan Nomor: 288/Pid.
Sus/2018/PN.NJK dengan pidana penjara 3 (tiga) bulan penjara dan denda sebesar
Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) telah sesuai dengan kesalahan terdakwa dan
patut untuk dipertanggungjawabkan pidana sesuai dengan asas dalam
pertanggungjawaban pidana yang menyatakan bahwa tidak dipidana jika tidak ada
kesalahan. Kemudian, dalam Putusan Nomor: 288/Pid. Sus/2018/PN.NJK yang
dilakukan oleh seorang dokter juga telah menyalahi kode etik kedokteran yang
telah dijelaskan dalam buku Kode Etik Kedokteran yang diterbitkan oleh Ikatan
Dokteran Indonesia dalam bagian penjelasan Pasal 10 yang menyatakan bahwa
“seorang dokter tidak boleh melakukan abortus provokatus dan euthanisia”.
Saran dari penulisan skripsi ini ialah, yang pertama adalah Penuntut
Umum dalam memuat surat dakwaan harus berhati-hati, teliti, dan cermat dalam
merumuskan unsur pasal yang akan didakwakan dengan kesesuaian perbuatan
yang dilakukan oleh terdakwa karena surat dakwaan merupakan hal terpenting
dalam pemeriksaan di persidangan dan menjadi salah satu bahan hakim dalam
mempertimbangkan untuk menjatuhkan putusan pidana. Selanjutnya, yang kedua
adalah Hakim dalam mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi pidana
alangkah baiknya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan beserta alasan
yang kuat, serta disesuaikan dengan perbuatan terdakwa dan kesalahan terdakwa.
Karena penjatuhan sanksi pada terdakwa harus dapat menimbulkan efek jera pada
terdakwa, serta dapat memberikan rasa takut kepada masyarakat agar tidak
melakukan tindak pidana serupa dengan tidak melupakan dasar pertimbangan
yang tepat sehingga putusan yang ditetapkan dapat memenuhi rasa keadilaan dan
kemanusiaan bagi semua pihak.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]