Show simple item record

dc.contributor.authorASMARA, Kinanthi Laras
dc.date.accessioned2022-06-23T06:04:28Z
dc.date.available2022-06-23T06:04:28Z
dc.date.issued2020-09-04
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/107251
dc.descriptionValidasi unggah file repositori_Ighfirlina Yaumil Akhda Finalisasi unggah file repositori tanggal 23 Juni 2022_Kurnadien_US
dc.description.abstractUndang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan dasar hukum dari Perkawinan. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam suatu perkawinan akan menghasilkan seorang anak, namun dalam praktiknya di Indonesia, seringkali dijumpai lahirnya seorang anak tanpa adanya perkawinan yang sah. Permasalahan dalam skripsi ini yakni pertama apakah anak luar kawin dengan ayah biologisnya memiliki hubungan hukum kedua apa pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 43 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yuridis normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statuse approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan non hukum dengan menggunakan analisa bahan hukum deduktif, dari bahan hukum yang bersifat umum mengerucut kepada bahan hukum yang bersifat khusus. Tinjauan pustaka, yang menguraikan secara sistematis tentang teori dan pengertian-pengertian yuridis yang meliputi: Pertama, yaitu mengenai anak, pengertian anak dan macam-macam anak, pengertian ini dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan maupun perundang – undangan yang ada di Indonesia. Kedua, mengenai hubungan hukum, pengertian hubungan hokum dan macam– macam hubungan hukum yang dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan maupun perundang – undangan yang ada di Indonesia. Ketiga, mengenai ayah, pengertian ayah dan macammacam ayah yang dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia. Pengakuan terhadap anak merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan status hukum yang sebab dengan adanya pengakuan maka muncullah status dan hak bagi anak terhadap hukum perdata. Seorang anak yang tadinya tidak memiliki hak apapun terhadap ayah atau ibu biologisnya menjadi memiliki hak waris dan hak keperdataan lainnya. Terhadap kedudukan anak didalam KUH Perdata dibedakan menjadi dua yaitu anak sah dan anak luar kawin. Terhadap anak luar kawin KUH Perdata membagi menjadi tiga bagian antara lain anak zina, anak sumbang dan anak luar kawin yang dapat diakui. Dalam konsep hukum Islam hubungan anak dengan orang tua dikenal dengan istilah nasab. Wahbah Al Zuhaili mendefinisikan nasab dengan suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lainnya. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang ayah adalah bagian dari kakeknya, dengan demikian orang-orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah. Legal reasoning Putusan Mahkamah Konstitusi dirumuskan, bahwa secara alamiah tidaklah mungkin seorang perempuan hamil tanpa terjadinya pertemuan antara ovum dan spermatozoa, baik melalui hubungan seksual (coitus) maupun melalui cara lain berdasarkan perkembangan teknologi yang menyebabkan terjadinya pembuahan. Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi semakin mempertegas kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam hubungan antara anak luar kawin dengan ayah biologis dalam hal bertanggung jawab untuk menafkahi dan memberikan penghidupan kepada anak luar kawin tersebut, jadi beban untuk memelihara, memberikan nafkah bagi anak luar kawin bukan hanya ditanggung oleh salah satu keluarga saja (ibu dari anak luar kawin) akan tetapi juga harus ditanggung bersama dengan keluarga dari si ayah biologisnya juga. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi secara tegas memberikan perlindungan kepada anak dan memberikan hukuman atas laki-laki yang menyebabkan kelahirannya untuk ikut bertanggung jawab, sepanjang hal itu dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum bahwa anak yang bersangkutan mempunyai hubungan darah dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya. Artinya setiap anak yang dilahirkan di luar perkawinan tetap mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya yang menyebabkan kelahirannya, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Kesimpulan dan saran dari pembahasan ini adalah yang Pertama, pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010 seorang Anak Luar Kawin secara langsung juga memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya dan diharapkan putusan Mahkamah Konstitusi ini untuk segera dapat direalisasikan dengan mengeluarkan peraturan pelaksana terhadap putusan tersebut guna melindungi kepentingan anak luar kawin Kedua, hubungan hukum anak luar kawin sebelum lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVIII/2010, dari pasal 43 seorang Anak Luar Kawin hanya memiliki Hubungan Keperdataan dengan ibunya dan keluarga Ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologis, keperdataan yang dimaksud terkait dengan pemeliharaan, menafkahi dan pewarisan namun jika seorang ayah yang diduga ayah biologis anak luar kawin yang tidak mau mengakui anaknya maka upaya yang dapat ditempuh seorang anak luar kawin dalam dari segi pemeliharaan, menafkahi si anak ,sampai dengan perwarisan, setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yaitu dengan mengajukan permohonan penetapan pengadilan.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing utama : Dr. Dyah Ochtorina S, S.H., M.Hum Dosen Pembimbing anggota : Nanang Suparto, S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectHukum Perkawinanen_US
dc.subjectAnak Luar Kawinen_US
dc.subjectHukum Perdataen_US
dc.titleKedudukan Anak Luar Kawin dalam Hubungan Hukum Keperdataan dengan Ayah Biologis (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record