Kebijakan Politik Orde Baru: Pelarangan Karya Sastra oleh Pemerintah Indonesia Tahun 1966-1998
Abstract
Perwujudan stabilitas nasional merupakan salah satu langkah yang ditempuh
oleh Orde Baru pada masa pemerintahannya (1966-1998). Perwujudan stabilitas
nasional termuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dijadikan
sebagai pedoman dan acuan dalam mewujudkan cita-cita negara. Stabilitas
nasional tidak hanya diwujudkan dalam bidang politik, melainkan juga bidang
ekonomi, sosial, dan budaya. Stabilitas nasional dalam bidang budaya oleh
pemerintah Orde Baru salah satunya ditempuh dengan cara mengontrol peredaran
dan perkembangan sastra di Indonesia. Karya-karya sastra yang bersifat subversif,
berseberangan dengan pemerintah serta mengganggu keamanan dan ketertiban
umum ditangani oleh pemerintah melalui tindakan pendisiplinan. Tindakan
pendisiplinan ini diwujudkan melalui kebijakan pelarangan karya sastra.
Implementasi kebijakan pelarangan karya sastra oleh pemerintah Orde Baru
diwujudkan melalui tindakan pelarangan buku-buku sastra serta penahanan dan
penangkapan sastrawan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) mengapa pemerintah Orde
Baru melarang karya sastra di Indonesia tahun 1966-1998; (2) bagaimana
implementasi kebijakan pelarangan karya sastra di Indonesia tahun 1966-1998;
dan (3) bagaimana dampak kebijakan pelarangan karya sastra di Indonesia tahun
1966-1998. Tujuan penelitian ini yaitu (1) menganalisis sebab-sebab munculnya
kebijakan pelarangan karya sastra di Indonesia tahun 1966-1998; (2) menganalisis
implementasi kebijakan pelarangan karya sastra di Indonesia tahun 1966-1998;
(3) menganalisis dampak kebijakan pelarangan karya sastra di Indonesia tahun
1966-1998. Metode penelitian ini yaitu (1) Heuristik, yakni pengumpulan sumber sumber melalui kegiatan studi literatur; (2) Kritik, yakni mengkritik sumber sumber yang telah didapat untuk memperoleh keabsahan sumber; (3) interpretasi,
yakni menggabungkan fakta-fakta yang sudah didapat menjadi satu kesatuan yang
utuh; dan (4) Historiografi, yakni penyajian hasil interpretasi dalam bentuk
tulisan. Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan pengetahuan guna
menjadi referensi sejarah terkait Kebijakan Politik Orde Baru: Pelarangan Karya
Sastra oleh Pemerintah Indonesia Tahun 1966-1998. Hasil dari penelitian ini
adalah (1) sebab-sebab munculnya kebijakan pelarangan karya sastra adalah
adanya perlawanan karya sastra terhadap pemerintah terkait tragedi 1965 dan
perlawanan karya sastra terhadap hegemoni penguasa; (2) implementasi kebijakan
pelarangan karya sastra oleh pemerintah Orde Baru berupa pelarangan buku-buku
sastra serta penangkapan dan penahanan sastrawan; dan (3) dampak kebijakan
pelarangan karya sastra oleh pemerintah Orde Baru yaitu berimplikasi terhadap
industri media cetak serta sastrawan dan karya sastra di Indonesia.
Berdasarkan hasil dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) kebijakan
pelarangan karya sastra tidak hanya ditujukan kepada karya-karya sastra dalam
bentuk buku sebagai objek, melainkan juga terhadap penulis sebagai pengkarya;
(2) karya sastra yang dilarang bukan hanya berupa karya tertulis, melainkan juga
karya sastra yang disuarakan atau dipentaskan; (3) acuan pelarangan terhadap
buku-buku sastra tidak hanya dilihat dari substansinya, melainkan juga latar
belakang politik penulis, serta bagaimana dampaknya terhadap pembaca dan
kehidupan bermasyarakat; (4) kategori utama yang dijadikan sebagai acuan
pelarangan adalah jika karya tersebut mengandung ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme, bersifat subversif, serta memicu terganggunya ketertiban dan stabilitas
nasional. Saran penelitian ini adalah pemerintah sebaiknya mengambil kebijakan
pelarangan karya sastra secara adil dan demokratis, agar sastrawan dan pelaku
perbukuan memahami secara jelas indikator sebuah karya sastra dilarang.
Sehingga kebijakan memiliki kedudukan yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Saran bagi sastrawan selaku salah satu objek sasaran
pelarangan perlu memahami secara betul karya yang ia tulis dan bagaimana
implikasinya bagi pembaca, sehingga sastrawan bisa mempertanggungjawabkan
karyanya