dc.description.abstract | Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki kedaulatan di tangan
rakyat, dengan konstitusinya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Tujuan nasional dan cita-cita Bangsa Indonesia, termaktub di dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 pada alinea keempat yang menyatakan bahwa
untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka dibuatlah suatu
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga dan badan-badan
yang memiliki kewenangan untuk itu. Salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai
tolok ukur bahwa tujuan tersebut telah tercapai adalah dengan terciptanya
kemajuan perekonomian yang merata. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu ramburambu yang dapat menjamin kebebasan bersaing yang berlangsung tanpa ada
hambatan, juga untuk memagari agar tidak terjadi praktek-praktek ekonomi yang
tidak sehat. Sehingga, ketertiban dalam upaya mewujudkan keadilan yang
proporsional dalam bidang ekonomi di tengah-tengah masyarakat dapat terwujud.
Undang-Undang Anti Monopoli dibentuk sebagai perlindungan hukum
oleh negara dan amanat UUD NRI Tahun 1945 yang diharapkan mampu
mencegah praktek monopoli. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
merupakan lembaga independen yang dibentuk dengan adanya Undang-Undang
Anti Monopoli, yang bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang
tersebut, serta berwenang menangani suatu permasalahan yang terkait dengan
persaingan usaha tidak sehat. Dalam contoh kasus ini Penulis menganalisa
kembali Putusan KPPU Nomor 15/KPPU-I/2019.
Tujuan dari penulisan ini, untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Jember serta memahami mekanisme penetapan harga dalam usaha
jasa angkutan udara niaga, akibat hukum dari penetapan harga yang dilakukan
oleh pengelola jasa angkutan udara niaga, dan pertimbangan hukum Majelis
Komisi dalam Putusan Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019. Manfaat dari penulisan
ini terdiri atas manfaat teoretis untuk dapat menjadi wahana pengembangan ilmu
hukum terutama mengenai pertanggung jawaban hukum atas terjadinya penetapan
harga oleh pengelola jasa angkutan udara niaga, dan manfaat praktis untuk dapat
memberi kontribusi pemikiran dan bahan masukan bagi para pelaku usaha dan
masyarakat terkait akibat hukum yang timbul apabila terjadi penetapan harga yang
dilakukan oleh pengelola jasa angkutan udara niaga dan menyebabkan kerugian
bagi masyarakat.
Dengan penelitian hukum normatif (doktrinal) yang dielaborasikan dengan
pendekatan perundang–undangan dan pendekatan konseptual, serta penggunaan bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non-hukum untuk dianalisa secara
deduktif-induktif, penelitian ini menemukan permasalahan, antara lain :
Bagaimana mekanisme penetapan harga dalam usaha jasa angkutan udara niaga,
apa akibat hukum dari penetapan harga yang dilakukan oleh pengelola jasa
angkutan udara niaga, dan apakah pertimbangan hukum Majelis Komisi dalam
Putusan Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa
Penetapan harga dalam jasa angkutan udara niaga diatur dalam Pasal 5 UndangUndang Anti Monopoli, yang dikecualikan melalui ketentuan Pasal 5 Ayat (2).
Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi
Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan
Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri merupakan peraturan perundang-undangan
dibawah Undang-Undang Anti Monopoli yang mengatur mengenai tarif yang
semestinya dilakukan oleh pihak maskapai. Menurut Peraturan Menteri tersebut,
mekanisme penetapan harga angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas
ekonomi, Pemerintah turut ikut campur tangan di dalamnya, dengan tarif batas
bawah ditetapkan sebesar 35% dari tarif batas atas, sedangkan untuk kelas non
ekonomi, diserahkan pada mekanisme pasar.
Akibat hukum yang dilakukan oleh pengelola jasa angkutan udara niaga
yang melanggar ketentuan Undang-Undang Anti Monopoli, yaitu dengan
dikenakan sanksi oleh KPPU berdasarkan ketentuan Pasal 47 - Pasal 49 UndangUndang Anti Monopoli. Pada Putusan Nomor 15/KPPU-I/2019, Majelis Komisi
menyatakan para pelaku usaha dalam hal ini terlapor pada kasus tersebut
memenuhi ketentuan Pasal 5 secara mutlak, dimana ini dapat kita ketahui dalam
pertimbangan Majelis Komisi, semua unsur yang ada (9 unsur) berdasar penilaian
Majelis tidak ada yang tidak terpenuhi, dengan mana Majelis Komisi memberikan
Putusan ini dengan mempertimbangkan beberapa hal yang menjadi peringan dan
pemberat. Berdasarkan pada pertimbangan dan fakta-fakta yang ada, Majelis
Komisi dalam kasus ini memberikan Putusan hanya berupa peringatan.
Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran sebagai berikut :
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) bersinergi dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat, guna terciptanya prinsip hukum
yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum terhadap pelaku usaha dan
konsumen. Pemerintah juga perlu melakukan sinkronisasi terhadap peraturan
perundang-undangan yang ada, guna terciptanya Putusan yang tidak
meninggalkan celah untuk terjadinya suatu permasalahan baru di kemudian hari;
Demi tercapainya suatu keadilan hukum, maka Majelis Komisi dalam
memutuskan suatu sengketa tidak hanya melihat dari salah satu sisi pihak yang
bersengket | en_US |