dc.description.abstract | Adanya tanah timbul di Desa Kadungpandan, Kecamata Jabon, Kabupaten
Sidoarjo dikarenakan ada pulau yang terbentuk dari endapan sedimentasi lumpur
lapindo sehingga membuat pulau baru yang dikenal sebagai Pulau Lusi. Kemudian
ketentuan mengenai status tanah timbul diatas dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Dalam Pasal 12 menyatakan
bahwa, “Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah peraian
pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh negara”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah timbul adalah tanah yang dikuasai langsung
oleh negara, oleh sebab itu setiap orang yang akan menguasai tanah timbul haruslah
memperoleh izin terlebih dahulu dari aparat pemerintah yang berwenang untuk itu
yaitu Badan Pertanahan Nasional.
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis
dalam sebuah skripsi dengan judul, “Penguasaan Tanah Timbul oleh Masyarakat Desa
Kadungpandan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo”. Dengan rumusan masalah,
(1) Bagaimana penguasaan tanah timbul oleh masyarakat Desa Kadungpandan,
Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo; (2) Bagaimana tata cara untuk memperoleh
hak atas tanah terkait penguasaan tanah timbul di Desa Kadungpandan, Kecamatan
Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Tujuan dari penulisan skripsi ini untuk mengetahui jika
tanah timbul dapat dimohonkan menjadi hak milik masyarakat dan untuk mengetahui
tata cara memperoleh hak atas tanah terkait penguasaan tanah timbul di Desa
Kadungpandan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Metode penelitian ini adalah
yuridis normatif yang akan penulis hubungkan dengan kejadian di lapangan atau
permasalahan dengan melakukan wawancara a dengan pejabat terkait pada Badan
Pertanahan Nasional di Sidoarjo yang menjadi pokok utama pembahasan. Selanjutnya,
bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Hasil dari analisis menggunakan logika deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang
bersifat umum dengan menarik kesimpulan yang lebih khusus.
Kesimpulan dari penelitian skripsi ini adalah Tanah timbul sebagai tanah
negara dan yang termasuk dalam kawasan lindung tidak dapat secara langsung
dimohonkan haknya oleh orang atau masyarakat, akan tetapi harus melalui
musyawarah desa. Hasil dari musyawarah tersebut menghasilkan keputusan mengenai
subyek dan obyeknya yang kemudian didaftarkan pada kantor BPN Kabupaten/Kota.
Pendaftaran tanah timbul dilakukan secara sporadik pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat. Pada prinsipnya tata cara yang harus dilakukan untuk
memperoleh hak atas tanah timbul sama dengan permohonan hak atas tanah negara
pada umumnya, yaitu dengan mengajukan permohonan hak kepada Kepala Kantor
Pertanahan setempat.
Saran penulis adalah Penguasaan dan penggunaan tanah timbul harus dapat
memberikan jaminan kepastian hukum baik terhadap obyeknya maupun terhadap
subyek haknya. Maka dari itu perlu digalakkan adanya kegiatan sertifikasi tanah timbul
secara sporadik, sehingga masyarakat pemilik dan penggarap tanah timbul tidak perlu
sulit untuk mengurusnya sendiri dan adanya pendaftaran tanah timbul yang terorganisir
serta serentak. Serta dalam memberikan suatu alas hak atas tanah timbul perlu adanya
penelitian yang cermat mengenai subyek hak atas tanah timbul, obyek hak atas tanah
timbul dan dasar penguasaannya (alas hak) dan bagaimana tata cara dalam perolehan
serta pendaftaran tanah timbul tersebut. Hal ini dilakukan agar dapat dicegah
(preventif) timbulnya permasalahan sengketa pertanahan di kemudian hari. Diharapkan
agar terbentuknya pengaturan yang jelas mengenai pengaturan pengadaan dan
pendaftaran tanah timbul serta mengenai pejabat yang berwenang melakukannya. | en_US |
dc.description.sponsorship | Dosen Pembimbing Utama, : Warah Atikah, S.H., M. Hum
Dosen Pembimbing Anggota, : Dr. Aan Efendi, S.H., M.H. | en_US |