Show simple item record

dc.contributor.authorPUTRA, Dano Ivan
dc.date.accessioned2022-04-26T05:49:17Z
dc.date.available2022-04-26T05:49:17Z
dc.date.issued2021-06-25
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/106624
dc.descriptionValidasi unggah file repositori_Ratna Finalisasi unggah file repositori tanggal 26 April 2022_Kurnadien_US
dc.description.abstractPerdagangan ilegal satwa liar yang juga merupakan kejahatan yang telah terorganisir dengan rapi, memiliki jaringan luas dan kuat serta dengan modus pemilikan, pemeliharaan, penyelundupan hewan yang dilindungi yang terus berkembang.Dalam beberapa kasus perdagangan illegal satwa liar justru dilakukan oleh eksportir satwa liar yang memiliki izin resmi. Salah satu contoh kasus yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai perdagangan liar satwa yang dilindungi di wiayah Gorontalo. Bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Limboto Nomor 176/Pid.B/LH/2017/PN Lbo tanggal 19 Desember 2017 menyatakan bahwa Syafron R. Pantoli alias Adam teag terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja memelihara dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup”. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif (Legal Research) dengan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum sekunder dan primer. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metode deduktif, yaitu menyimpulkan pembahasan dari hal yang mulanya bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa hasil pembahasan : Pertama Penerapan pasal 40 ayat (2) juncto pasal 21 Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum sudah sesuai dengan perbuatan Terdakwa. Hal tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya unsur-unsur yang telah diuraikan dari pasal per pasal. bahwa Terdakwa telah didakwa dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 40 (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf a Undangundang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: “Setiap orang” bahwa Terdakwa sebagai orang sebagai subyek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban, mampu melakukan perbuatan hukum dan dapat mempetanggungjawabkan segala perbuatannya dihadapan hukum. “Dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki dan memelihara, mengangkut dan memperniagakan” bahwa pada saat ditemukan terdakwa sedang mengurus burung –burung miliknya. “Satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup”. Bahwa satwa liar yang ditemukan dirumah terdakwa yakni : burung kakaktua putih jambul kuning 4 (empat) ekor, burung nuri kepala hitam 7 (tujuh) ekor,burung nuri ternate 3 (tiga) ekor,burung nuri dora 1 (satu) ekor dan semua dalam keadaan hidup. Dan semua jenis burung tersebut merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan peraturan pemerintah No.8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Kedua, Pertimbangan hakim telah sesuai dengan fakta di persidangan, hanya saja penjatuhan pidana 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) apa bila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan belum memberikan efek jera bagi Pelaku dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sebelumnya adalah pidana penjara selama 3 (tiga) tahun , dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa untuk tetap ditahan. dan denda sebesar Rp100.000.000- (seratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan. Hal ini bila dilihat dari pertimbangan hakim terhadap keadaan yang memberatkan Terdakwa yaitu karena perbuatan Terdakwa merusak ekosistem satwa liar dan perbuatan Terdakwa dapat menyebabkan musnahnya species satwa burung yang dilindungi. Sehingga ditakutkan di kemudian hari, masih akan terjadi lagi tindak pidana perdagangan satwa liar yang dlindungi di Indonesia. Berdasarkan Hal tersebut ditemukan saran Pertama , Subjek hukum yang dikenai sanksi dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 hanya dilakukan kepada orang per orang dan tidak mengatur mengenai koorporasi pelaku tindak pidana tersebut. Sehingga memungkinkan korporasi bisa melakukan tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi secara massal. Kedua, Penjatuhan sanksi pidana dalam undang-undang ini dirumuskan dengan penyebutan kualifikasi deliknya yaitu kejahatan dan pelanggaran (Pasal 40 Ayat (5) Undang-Undang No. 5 Tahun 1990). Melihat rumusan yang ada dalam pengaturan pidana pada Undang- Undang No. 5 Tahun 1990 masih menganut teori pembalasan atau teori absolut. Teori absolut sendiri berpendapat bahwa hukuman adalah suatu pembalasan. Dalam pasal penjatuhan sanksi pidana pada Undang-undang no. 5 Tahun 1990 ini dianggap bahwa sanksi denda yang dijatuhkan tidak dapat mengganti kerugian ekologis yang terjadien_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama : Samsudi. S.H., MH selaku Dosen Pembimbing Anggota : Dodik Prihatin AN, S.H.,M.Hum.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPerdagangan Satwa Yang Dilindungien_US
dc.subjectKonservasi Sumber Daya Alamen_US
dc.titleTindak Pidana Pemeliharaan dan Perdagangan Satwa Yang Dilindungi Tanpa Izin ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem ((Studi Putusan Nomor :176/PID.B/LH/2017/PN.Lbo)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record