dc.contributor.author | DAWANSA, Rian | |
dc.date.accessioned | 2022-04-06T04:20:35Z | |
dc.date.available | 2022-04-06T04:20:35Z | |
dc.date.issued | 2021-11-17 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/106159 | |
dc.description.abstract | Menanggapi banyaknya kritikan masyarakat terhadap perkara-perkara kecil yang sebenarnya dapat diselesaikan di luar pengadilan, namun karena terkendala dengan aturan yang berlaku menyebabkan perkara tersebut tetap harus diselesaikan melalui jalur litigasi; sehingga Jaksa Agung ST Burhanuddin mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Dengan adanya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 telah memberikan landasan hukum bagi para penuntut umum yang dalam menangani perkara tertentu untuk dapat menghentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif. Namun dalam sistem peradilan pidana yang berlaku, terhadap perbuatan pidana masih menekankan pada unsur pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana yang bersifat pembalasan (daad strafrecht ) dan belum bergeser pada keseimbangan antara pelaku dengan perbuatannya (daad – dader strafrecht,) sehingga menimbulkan suatu pertanyaan apakah diterapkannya penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif merupakan langkah yang tepat dijadikan sebagai salah satu alasan dihentikannya penuntutan sebagaimana diatur dalam Pasal 140 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Selain itu dalam pelaksanaannya perlu adanya pengawasan agar wewenang tersebut tidak disalahgunakan. Dalam penelitian ini yang dengan mengguanakan metode yuridis normatif, akan meninjau Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dari segi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis sekaligus proses dan pelaksanaan dari Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 serta upaya praperadilan terhadap tindak penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Hasil penelitian ini adalah bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 5 Tahun 2020 telah tepat dijadikan sebagai salah satu alasan dihentikannya penuntutan, serta terhadap upaya penghentian penuntutan dapat diajukan praperadilan. Namun dalam pelaksanaan dari penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan keadilan restoratif, perlu adanya kesamaan persepsi antara aparat penegak hukum agar dapat berjalan secara terintegrasi. Sehingga penting kiranya pengaturan terkait upaya penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan keadilan restoratif dimasukan ke dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. | en_US |
dc.description.sponsorship | Echwan Iriyanto, S.H., M.H. (Pembimbing I)
Dodik Prihatin AN, S.H., M.Hum. (Pembimbing II) | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | Fakultas Hukum | en_US |
dc.subject | Keadilan Restoratif | en_US |
dc.subject | Penghentian Penuntutan | en_US |
dc.title | Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif | en_US |
dc.type | Other | en_US |