dc.description.abstract | Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi dan daerah provinsi kemudian dibagi menjadi kabupaten atau kota sehingga memiliki hak untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri berdasarkan otonomi daerah. Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan pemerintahan yang dikelola oleh pemerintah pusat, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Masing-masing wilayah memiliki urusan pemerintahan yang harus dijalankan sesuai dengan kewenangannya. Berlakunya UU Pemda memunculkan permasalahan baru dalam pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang- undangan serta berbicara tentng desentralisasi terutama dibidang kesehatan, maka menteri kesehatan melakukan koordinasi dengan para pemimpin wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Namun dalam kenyataannya, ada beberapa hal yang menjadi alasan terbenturnya kebijakan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Implementasi desentralisasi hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terus menerus terjadi tarik ulur. Kebijakan penanganan wabah pandemi covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sering kali tidak sinkron dan terkesan sepihak. Misalnya, kebijakan lockdown lokal yang dilakukan beberapa daerah sebab menunggu keputusan pusat yang tidak kunjung muncul. Hingga berbagai permasalahan kebijakan yang tidak sinergis antara pusat dan daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu: Pertama, bagaimanakah politik hukum pembagian urusan pemerintahan konkuren bidang kesehatan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Kedua, apa implikasi hukum dari pembagian urusan pemerintahan konkuren bidang kesehatan bagi pemerintah daerah dalam rangka penanganan wabah pandemi Covid-19. Hasil penelitian yang diperoleh merupakan pembagian urusan pemerintahan konkuren bidang kesehatan dalam rangka penanganan wabah pandemi covid-19. Merujuk pada analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, hasil penelitian secara umum, maka kesimpulan yang didapatkan yaitu: Pertama, politik hukum pembagian urusan dibidang kesehatan dalam Undang- Undang Nomor 23 tahun 2014 yaitu semua urusan sepenuhnya di tangan pemerintah pusat, urusan selanjutnya dilimpahkan kepada pemerintah daerah berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan asas pembantuan. Pembangunan daerah diletakkan pada kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Kedua, problematika hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19 di Indonesia mengakibatkan ketidak-efektifan kebijakan penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Model hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang secara teoritis lebih banyak menempatkan Pemerintah Daerah sebagai The Agency Model. Model ini menempatkan pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaan yang berarti sehingga keberadaannya sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintah pusat. Saran yang dapat diberikan yakni: Pertama, seharusnya pemerintah pusat dan daerah melakukan koordinasi secara kontinu dan konsisten agar tumpang tindih kebijakan dapat dihindari. Sejumlah Urusan Pemerintahan yang menjadi urusan dari Pemerintah Daerah Kabupatan/Kota harus dimaksimalkan untuk menangani Covid-19 ini dengan memberikan keleluasaan atau diskresi untuk melakukan langkah-langkah strategi dalam upaya pencegahan dan penanganan Covid-19. Seharusnya Pemerintah Daerah dapat menetapkan kebijakan sesuai legitimasi UUD 1945 telah mengukuhkan konsepsi pemerintahan daerah dengan menggunakan desentralisasi, yang berbeda dengan konsep sentralistik dengan mekanisme dekonsentrasi (kepala daerah hanya sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah). | en_US |