Kedudukan Anak Luar Kawin dalam Hubungan Hukum Keperdataan dengan Ayah Biologis
Abstract
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan dasar
hukum dari Perkawinan. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang
pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
suatu perkawinan akan menghasilkan seorang anak, namun dalam praktiknya di
Indonesia, seringkali dijumpai lahirnya seorang anak tanpa adanya perkawinan
yang sah. Permasalahan dalam skripsi ini yakni pertama apakah anak luar kawin
dengan ayah biologisnya memiliki hubungan hukum kedua apa pertimbangan
hukum Hakim Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 43 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Metode penelitian meliputi tipe
penelitian yuridis normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statuse approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder serta bahan non hukum dengan menggunakan analisa bahan
hukum deduktif, dari bahan hukum yang bersifat umum mengerucut kepada bahan
hukum yang bersifat khusus.
Tinjauan pustaka, yang menguraikan secara sistematis tentang teori dan
pengertian-pengertian yuridis yang meliputi: Pertama, yaitu mengenai anak,
pengertian anak dan macam-macam anak, pengertian ini dikutip oleh penulis dari
beberapa sumber bacaan maupun perundang – undangan yang ada di Indonesia.
Kedua, mengenai hubungan hukum, pengertian hubungan hokum dan macam–
macam hubungan hukum yang dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan
maupun perundang – undangan yang ada di Indonesia. Ketiga, mengenai ayah,
pengertian ayah dan macammacam ayah yang dikutip oleh penulis dari beberapa
sumber bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Pengakuan terhadap anak merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan
status hukum yang sebab dengan adanya pengakuan maka muncullah status dan hak
bagi anak terhadap hukum perdata. Seorang anak yang tadinya tidak memiliki hak
apapun terhadap ayah atau ibu biologisnya menjadi memiliki hak waris dan hak
keperdataan lainnya. Terhadap kedudukan anak didalam KUH Perdata dibedakan
menjadi dua yaitu anak sah dan anak luar kawin. Terhadap anak luar kawin KUH
Perdata membagi menjadi tiga bagian antara lain anak zina, anak sumbang dan anak
luar kawin yang dapat diakui. Dalam konsep hukum Islam hubungan anak dengan
orang tua dikenal dengan istilah nasab. Wahbah Al Zuhaili mendefinisikan nasab
dengan suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan
berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari
yang lainnya. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang ayah
adalah bagian dari kakeknya, dengan demikian orang-orang yang serumpun nasab
adalah orang-orang yang satu pertalian darah. Legal reasoning Putusan Mahkamah
Konstitusi dirumuskan, bahwa secara alamiah tidaklah mungkin seorang
perempuan hamil tanpa terjadinya pertemuan antara ovum dan spermatozoa, baik
melalui hubungan seksual (coitus) maupun melalui cara lain berdasarkan
perkembangan teknologi yang menyebabkan terjadinya pembuahan. Dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi semakin mempertegas kepastian hukum dan
perlindungan hukum dalam hubungan antara anak luar kawin dengan ayah biologis
dalam hal bertanggung jawab untuk menafkahi dan memberikan penghidupan
kepada anak luar kawin tersebut, jadi beban untuk memelihara, memberikan nafkah
bagi anak luar kawin bukan hanya ditanggung oleh salah satu keluarga saja (ibu
dari anak luar kawin) akan tetapi juga harus ditanggung bersama dengan keluarga
dari si ayah biologisnya juga. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
di atas, maka Mahkamah Konstitusi secara tegas memberikan perlindungan kepada
anak dan memberikan hukuman atas laki-laki yang menyebabkan kelahirannya
untuk ikut bertanggung jawab, sepanjang hal itu dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum bahwa anak
yang bersangkutan mempunyai hubungan darah dengan laki-laki yang
menyebabkan kelahirannya. Artinya setiap anak yang dilahirkan di luar perkawinan
tetap mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya yang menyebabkan
kelahirannya, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Kesimpulan dan saran dari pembahasan ini adalah yang Pertama, pasca
keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010 seorang Anak
Luar Kawin secara langsung juga memiliki hubungan keperdataan dengan ayah
biologisnya dan diharapkan putusan Mahkamah Konstitusi ini untuk segera dapat
direalisasikan dengan mengeluarkan peraturan pelaksana terhadap putusan tersebut
guna melindungi kepentingan anak luar kawin Kedua, hubungan hukum anak luar
kawin sebelum lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVIII/2010,
dari pasal 43 seorang Anak Luar Kawin hanya memiliki Hubungan Keperdataan
dengan ibunya dan keluarga Ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan
dengan ayah biologis, keperdataan yang dimaksud terkait dengan pemeliharaan,
menafkahi dan pewarisan namun jika seorang ayah yang diduga ayah biologis anak
luar kawin yang tidak mau mengakui anaknya maka upaya yang dapat ditempuh
seorang anak luar kawin dalam dari segi pemeliharaan, menafkahi si anak ,sampai
dengan perwarisan, setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yaitu dengan
mengajukan permohonan penetapan pengadilan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]