Adopsi Inovasi Suplemen Probiotik Ternak Oleh Peternak Sapi Potong di Kecamatan Ambulu dan di Kecamatan Tempurejo
Abstract
Teknologi Suplemen Probiotik Ternak (SPT) merupakan teknologi inovasi yang diciptakan karena ketersediaan daging sapi di Indonesia yang tidak mencukupi kebutuhan daging sapi dalam negeri dan produktivitas sapi potong dalam menghasilkan daging memerlukan waktu yang cukup lama sampai akhirnya sapi siap dilakukan pemotongan dimana hal tersebut yang menyebabkan Indonesia harus mengimpor daging sapi dari luar negeri. Teknologi SPT yang dikembangkan pada tahun 2017 ini memiliki beberapa komposisi seperti jahe, kunyit, kencur, temulawak, nanas, susu, susu fermentasi yang mengandung probiotik dan BT1 (biaoktivator) yang kemudian difermentasi secar anaerob selama 30 hari. Kombinasi bahan diatas kemudian menjadikan Teknologi SPT kaya akan kandungan triptofan yang disentesa didalam kelenjar pineal didalam otak menjadi hormon melatonin. Hormon melatonin inilah yang selanjutnya memiliki fungsi tambahan bagi sapi seperti regulator hormon-hormon lainnya, menjaga keteraturan dan stabilitas metabolisme sel, menjaga kesehatan sel, membantu memperlancar aliran darah, memperlancar aliran darah ke otak, membantu menstabilkan temperatur tubuh dan menurunkan kadar kolesterol.
Adanya inovasi Suplemen Probiotik Ternak ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam meningkatkan produktivitas sapi potong dan adanya peternak yang menerapkan teknologi SPT ini pada sapi potong yang dimiliki peternak karena peternak yang menerapan teknologi SPT ini masih belum banyak akan tetapi sudah ada beberapa peternak yang menerapkan seperti peternak yang berada di Kecamatan Ambulu dan peternak di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui bagaimana karakteristik inovasi Suplemen Probiotik Ternak menurut peternak di Kabupaten Jember dan Tingkat adopsi Inovasi Suplemen Probiotik Ternak yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Jember.
Lokasi penelitian berada di Kecamatan Ambulu dan di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember yang dilakukan dengan menggunakan metode purposive method karena teknologi SPT ini pertama kali yang menggunakan adalah peternak sapi potong di Kecamatan Ambulu dan di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember yang dikenalkan lewat kegiatan penyuluhan di Kecamatan Ambulu. Sementara Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember sendiri memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai PDRB sub kategori peternakan dengan sasarannya yaitu meningkatnya produksi hasil peternakan dan meningkatnya nilai tambah hasil produk peternakan. Strategi dan kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut kemudian dicapai dengan menetapkan strategi mengoptimalisasikan penerapan teknologi peternakan dan kebijakan yang diambil adalah meningkatkan produksi dan produktivitas peternakan berbasis teknologi dan keunggulan sumberdaya lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. Metode deskriptif ini digunakan untuk mendiskripsikan karakteristik inovasi dan tingkat adopsi Inovasi Suplemen Probiotik Ternak. Sedangkan metode analitik ini digunakan untuk mengetahui secara statistik hasil jawaban responden tentang karakteristik inovasi dan tingkat adopsi dari inovasi SPT. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah Sampling Jenuh dan Snowball sampling karena peneliti ingin meneliti seluruh populasi yang menggunakan teknologi SPT di Kecamatan Ambulu dan Kecamatan Tempurejo yang kemudian dapat diketahui bahwa peternak sapi potong di Kecamatan Ambulu dan Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember ini yang mengadopsi Teknologi inovasi SPT berjumlah 15 orang peternak. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan metode scoring.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Relative Advantage (keuntungan yang dirasakan dan yang diperoleh peternak yang menggunakan teknologi SPT) menunjukkan total skor 22,1 yang berarti teknologi SPT sangat menguntungkan dari segi ekonomis dan segi teknis; Compatibility (kesesuaian inovasi dengan lingkungan, kebiasaan, kebutuhan dan keserasian) menunjukkan total skor 20,2 yang berarti teknologi SPT sangat sesuai dengan kondisi lingkungan, kebiasaan, kebutuhan dan kesesuaian peternak; Complexity (tingkat kerumitan inovasi) menunjukkan total skor 14,3 yang berarti teknologi SPT tidak rumit apabila diterapkan karena sangat mudah digunakan dan tidak membutuhkan SDM yang terampil; Triability (mudah tidaknya inovasi tersebut dicobakan) menunjukkan total skor 11,7 yang berarti teknologi SPT dapat diuji coba karena kemudahannya dan dapat dicoba dalam skala kecil; Observability (mudah tidaknya inovasi tersebut diamati) menunjukkan total sor 25,3 yang berarti teknologi SPT dapat dilihat dari segi kenaikan produktivitasnya dan tanda perubahan. (2) Kecepatan adopsi dari penggunaan inovasi SPT yang menunjukkan total skor 6 yang berarti waktu yang dibutuhkan peternak mulai diterimanya informasi sampai menerapkan teknologi SPT adalah cepat
Collections
- UT-Faculty of Agriculture [4239]