Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Pengangkut Dhl Express Terhadap Pengiriman Barang Yang Tidak Sampai Ke Tempat Tujuan (Studi Putusan Nomor 402/Pdt/2017/Pt.Dki)
Abstract
Tanggung jawab hukum perusahaan pengangkut lahir dari adanya perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan disebut dengan perjanjian timbal balik, yaitu konsumen mendapat hak layanan pengangkutan dengan kewajiban membayar biaya pengangkutan, sementara penyelenggara angkutan memperoleh hak menerima pembayaran jasa pengangkutan dengan kewajiban menyelenggarakan pelayanan angkutan yang diangkut dengan sebaik-baiknya dan menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau terlambat. Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban tersebut, maka pelaku usaha dikenakan sanksi berupa ganti rugi. Kasus dalam Putusan Nomor 402/PDT/2017/PT.DKI berawal karena DHL Express telah melakukan wanprestasi tidak sampainya barang milik Try Laksono H ke tempat tujuan dan malah menyasar ke Gudang Bea Cukai Juanda Airport Surabaya. DHL Express dalam hal ini berkewajiban memberikan ganti rugi apabila jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian seperti yang diamanatkan Pasal 7 huruf f dan Pasal 7 huruf g UUPK. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengkaji kasus tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul “Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Pengangkut DHL Express Terhadap Pengiriman Barang Yang Tidak Sampai Ke Tempat Tujuan (Studi Putusan Nomor 402/PDT/2017/PT.DKI)”.
Rumusan masalah terdiri dari dua yaitu: (1) Apa bentuk tanggung jawab perusahaan pengangkut DHL Express terhadap pengiriman barang yang tidak sampai ke tempat tujuan? (2) Apakah Putusan Pengadilan Nomor 402/PDT/2017/PT.DKI sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Tujuan dari skripsi ini yang pertama adalah mengetahui dan memahami bentuk tanggung jawab perusahaan pengangkut DHL Express terhadap pengiriman barang yang tidak sampai ke tempat tujuan, dan yang kedua mengetahui dan memahami Putusan Pengadilan Nomor 402/PDT/2017/PT.DKI dikaitkan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan cara meneliti undang-undang, peraturan pemerintah, putusan pengadilan, buku-buku, artikel, jurnal dan bahan tertulis lainnya. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Selanjutnya, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Hasil dari analisis menggunakan logika deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat umum dengan menarik kesimpulan yang lebih khusus.
Hasil dari pembahasan skripsi ini bahwa bentuk tanggung jawab hukum atas tidak sampainya barang kiriman yang dikirim oleh pelaku usaha DHL Express merupakan suatu perbuatan wanprestasi dimana terdapat kerugian yang dialami oleh konsumen sehingga mewajibkan DHL Express untuk dapat bertanggung jawab dan mengganti kerugian tersebut seperti yang diatur dalam Pasal 19 UUPK dan Pasal 468 KUHD. Pihak konsumen selaku pengguna jasa pelaku usaha DHL Express mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian seperti yang diatur pada Pasal 4 UUPK. Pelaku usaha juga berkewajiban untuk memberikan penggantian atas kerugian apabila jasa yang diberikan tidak sesuai perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 7 huruf f dan huruf g UUPK. Putusan Pengadilan Nomor 402/PDT/2017/PT.DKI kurang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kasus tidak sampainya barang kiriman sesuai dengan alamat yang dituju dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah dikuatkan tetapi Pengadilan Tinggi DKI disini tidak mempertimbangkan keseluruhan kerugian yang dialami oleh pengirim barang dan hanya menguatkan saja. Kerugian yang nyata dialami oleh pengirim barang masih cukup besar dengan tidak digantinya biaya pengiriman dan sewa gudang JAS maupun Balai Lelang Artha padahal berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata, ganti kerugian terdiri dari 3 unsur yaitu biaya, rugi, dan bunga. Biaya meliputi pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan, rugi yaitu kerugian karena kerusakan atau kehilangan barang pihak yang dirugikan, dan bunga yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh salah satu pihak apabila pihak yang lain tidak lalai dalam melaksanakannya.
Saran yang dapat diberikan yaitu, pelaku usaha hendaknya memperhatikan hak-hak konsumen dan kewajibannya dan bertanggung jawab apabila terjadi wanprestasi sebagaimana yang terdapat pada Pasal 19 UUPK serta Pasal 468 KUHD dan berusaha memenuhinya. Apabila ada hal menghambat proses pengiriman agar segera dikonfirmasi kepada konsumen dan mencarikan solusi terbaik yang bisa disepakati oleh kedua belah pihak guna mencapai kesepakatan bersama agar penyelesaian tidak sampai maju ke pengadilan. Konsumen sebagai pemakai jasa layanan lebih berhati-hati untuk mempercayakan barang yang akan dikirimkannya, apalagi barang tersebut memiliki nilai yang tinggi. Hendaknya setiap masalah yang terjadi untuk diselesaikan secara damai, karena perdamaian adalah jalan penyelesaian terbaik. Pengadilan seharusnya mempertimbangkan seluruh kerugian yang dialami oleh pengirim barang yang telah dirugikan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1246 KUHPerdata. Majelis Hakim harus benar-benar dapat menilai dan memutuskan menurut ketentuan hukum dan asas keadilan yang nyata dan dapat diterima oleh semua pihak. Agar pihak yang merasa dirugikan mendapatkan kepastian hukum dan pihak yang melakukan kesalahan dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]