dc.description.abstract | Pada masa kini, penguatan demokrasi dalam pemilihan umum menjadi isu utama
dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Salah satu cara yang dapat
ditempuh dalam penguatan demokrasi adalah dengan memperkuat penyelenggara
pemilihan umum, yang terdiri atas Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU), Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sebagai contoh, penguatan terhadap lembaga pemilu dapat dilihat pada diberikannya
wewenang kepada Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu untuk mengeluarkan
sebuah instrument hukum berupa putusan yang berkekuatan final dan mengikat.
Putusan Bawaslu yang bersifat final dan mengikat dalam penyelesaian sengketa
proses pemilu banyak menimbulkan polemik mengingat Bawaslu bukanlah lembaga
yudisial, melainkan lembaga quasi-yudisial sehingga putusan final dan mengikat
Bawaslu memiliki sifat yang berbeda dengan putusan dari lembaga peradilan pada
umumnya. Hal ini berimplikasi pada kekuatan eksekutorial dari putusan Bawaslu itu
sendiri. Dalam prakteknya, putusan Bawaslu di Indonesia sangat sulit dilaksanakan
walaupun putusan final dan mengikat seharusnya bersifat self-executed. Hal ini juga
mengakibatkan ketidakharmonisan antara KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara
pemilu | en_US |