Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Atas Hilangnya Objek Jaminan Fidusia Yang Tidak Diasuransikan
Abstract
Salah satu cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan melakukan kredit di perbankan dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti dengan adanya asas kepercayaan dengan barang yang dijaminkan, dan dengan bukti kepemilikan atas suatu benda ataupun tanpa jaminan sama sekali.
Dalam skripsi ini, penulis menitikberatkan tulisan mengenai perlindungan hukum bagi kreditur terhadap hilangnya objek jaminan fidusia yang tidak diasuransikan. Menurut Pasal 25 ayat 2 Undang – Undang Jaminan Fidusia, Musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b. Dalam prakteknya, Objek jaminan fidusia tidak semuanya diasuransikan, bergantung pada isi perjanjian antara kedua belah pihak. Selain itu dalam halnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor memiliki beberapa perbedaan dalam pengaturannya. Musnah atau hilangnya objek jaminan fidusia tidak menghapuskan perjanjian utang – piutang antara pihak kreditur dan debitur.terdapat aturan tersendiri untuk kendaraan bermotor mendapatkan klaim asuransi, aturan tersebut diatur dalam Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI). Terdapat beberapa pengecualian untuk kendaraan bermotor mendapatkan klaim asuransi. Dalam perjanjian utang puitang antara antara pihak kreditur dan debitur merupakan perjanjian pokoknya, sedangkan perjanjian fidusia merupakan perjanjian tambahan atau accesoir. Dalam prakteknya, banyak debitur yang beranggapan jika objek jaminan fidusia musnah atau hilang, maka utangnya terhadap kreditur akan ditutup oleh pihak asuransi. Sehingga dari adanya kasus tersebut untuk memberikan kejelasan akan perlindungan hukum bagi pihak kreditur.
Hasil penelitian dari pembahasan dalam skripsi ini mencakup yang pertama, yakni untuk Untuk mengetahui dan menganalisis tentang Perlindungan hukum bagi kreditur atas hilangnya objek jaminan fidusia oleh pihak debitur yang tidak diasuransikan. Kedua, Untuk mengetahui dan menganalisis tentang tanggung jawab dari pihak debitur atas objek hilangnya jaminan fidusia yang tidak diasuransikan. Ketiga, untuk mengetahui dan menganalisis tentang Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh kreditur atas hilangnya objek jaminan fidusia yang tidak diasuransikan.
Kesimpulan yang diperoleh yaitu Pertama, bentuk Perlindungan Hukum bagi kreditur adalah dengan menjadi kreditur preferen sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) dan (3) Undang – Undang Jaminan Fidusia.Selain menjadi kreditur preferen, pihak kreditur dapat melindungi haknya dengan melakukan pendaftaran fidusia sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang – Undang Jaminan Fidusia. Kedua, bentuk Tanggungjawab dari pihak debitur kepada kreditur adalah dengan tetap melakukan prestasinya untuk melunasi utang kepada kreditur.Terdapat pengecualian untuk mendapatkan klaim asuransi untuk kendaraan bermotor yang diatur dalam Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI). Ketiga, bentuk upaya yang dapat dilakukan adalah secara non litigasi dengan pertama memberikan surat peringatan kepada debitur sebanyak 3 (tiga) kali dan/atau menggunakan upaya alternatif penyelesaian sengketa dengan cara negosiasi.Selain secara non litigasi, dapat dilakukan upaya terakhir yaitu jalur litigasi dengan melakukan gugatan ke Pengadilan atas dasar wanprestasi yang dilakukan pihak debitur karena tidak ada itikad baik untuk melunasi utangnya.
Saran dari penulis ialah Pertama, dalam melakukan perjanjian diharapkan kedua belah pihak harus memiliki itikad baik dan mengatakan sejujurnya dalam melakukan perjanjian agar tidak ada pihak yang dirugikan dikemudia harinya. Kedua, sebaiknya jika dalam perjalanan perjanjian utang piutang terdapat salah satu pihak yang melakukan wanprestasi dapat diselesaikan dengan cara non litigasi daripada dengan cara litigasi karena akan melalui proses yang lebih lama dan biayanya mahal.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]