Analisis Yuridis Tentang Penyalahguna Narkotika Golongan I Bukan Tanaman (Putusan Nomor 32/Pid.Sus/2018/PN.Blp)
Abstract
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memegang peranan penting dalam tata hukum dan bernegara. Hukum pidana Indonesia terkodifikasi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan ada beberapa jenis tindak pidana yang diatur diluar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) salah satunya yaitu tindak pidana narkotika. Narkotika tergolong tindak pidana khusus karena memiliki ketentuan-ketentuan khusus acara pidana. Narkotika merupakan kejahatan yang memberikan dampak serius bagi negara dan harus diberantas. Berdasarkan pertimbangan dalam ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan namun di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Penggunaan narkotika secara tidak sah selain merupakan kejahatan juga berakibat buruk bagi kesehatan.. Pasal 183 KUHAP menetapkan adanya dua alat bukti minimum atau terdapat beberapa kombinasi atau gabungan dari alat bukti yang sah. Saksi yang dihadirkan di persidangan adalah saksi dari pihak penyidik yaitu Brigpol Syamsul dan Bripda Hasbullah, namun demikian tidak ada saksi lainnya yang seharusnya kuat, dalam kapasitas sebgai saksi yang melihat, mendengar, dan merasakan sendiri adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Menarik juga untuk dikaji tentang pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dalam Putusan Nomor 32/Pid.Sus/2018/PN.Blp. Tindak pidana narkotika adalah suatu bentuk pelanggaran ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Pasal 54 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa : Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Tujuan pelaksanaan rehabilitasi tersebut adalah sebagai upaya memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial bagi pengguna narkotika yang bersangkutan. Dengan demikian, pelaksanaan rehabilitasi dapat diprioritaskan sebagai upaya penanggulangan tindak pidana narkotika seiring dengan makin maraknya korban dari penyalahgunaan narkotika, demikian halnya dengan beberapa permasalahaan, dalam prakteknya masih banyak penyalahguna tidak mendapatkan rehabilitasi tetapi diberi hukuman penjara.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]