dc.description.abstract | Fair trial atau peradilan yang adil adalah sebuah prinsip yang merupakan
indikator dari terbangunnya masyarakat dan sistem hukum yang adil. Tanpa
penerapan prinsip peradilan yang adil, orang – orang yang tak bersalah akan banyak
memasuki sistem peradilan pidana dan kemungkinan besar akan masuk dalam
penjara. Tanpa penerapan prinsip peradilan yang adil, hukum dan kepercayaan
masyarakat terhadap hukum serta sistem peradilan akan runtuh. Dari prinsip-prinsip
due process of law yang terkandung dalam KUHAP, terdapat indikator yang
menunjukkan bahwa secara yuridis, KUHAP telah menganut atau mengarah pada
due process of law. Pada dasarnya, KUHAP menganut atau mengarah pada due
process of law namun dalam penerapan atau implementasinya masih lemah atau
belum dapat diterapkan/dilaksanakan dengan baik.
Dari berbagai kasus yang ada di era sekarang, kasus yang menimpa Heri
Budiawan atau Budi Pego sangat menarik untuk dikaji. Selain karena ini menjadi
kasus pertama penerapan Pasal 107a Undang-Undang No 27 Tahun 1999 atas
perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, didalam kasus ini juga
terdakwa dinyatakan bersalah melakukan ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme
secara melawan hukum sebagaimana di muat pada pasal 107a Undang – Undang
No 27 Tahun 1999 atas perubah Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Hakim
sebagai ujung tombak peradilan di indonesia juga patut dikritik dan dianalisis segala
putusannya. Permasalahan hukum yang diangkat oleh penulis yaitu pertama,
apakah pertimbangan hakim dalam menentukan unsur perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh terdakwa telah sesuai dengan Pasal 107a Undang-Undang No
27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan yang
Kedua, Apakah pertimbangan hakim menjadikan alat bukti elektronik dalam kasus
tindak pidana penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai alat
bukti petunjuk telah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Metode penelitian dalam penulisan Skripsi ini menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif, artinya permasalahan yang dibahas penulis dianalisa dan
diuraikan dengan difokuskan dan mengacu kepada norma-norma, kaidah, asas-asas
hukum yang terdapat dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan
adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach), dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder. Analisa bahan hukum dalam penelitian
Skripsi ini bersifat deduktif. Penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran
secara rinci, sistematis dan menyeluruh. Hasil pembahasan dan kesimpulan penulis
dari dua rumusan masalah yang muncul yakni bahwa pertimbangan hakim dalam
menyatakan unsur melawan hukum terpenuhi yaitu dengan “tidak adanya
pemberitahuan tertulis, maka telah terjadi perbuatan yang melawan hukum dalam
aksi tersebut”. Unsur melawan hukum harus dipandang dalam perbuatan inti yang
didakwakan dan alat bukti elektronik bukanlah bagian dari alat bukti petunjuk
sesuai dengan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk adalah perbuatan kejadian,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya. Dalam ayat (2) pasal itu ditentukan, bahwa petunjuk
hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Pasal
182 ayat (2) KUHAP juga membatasi kewenangan hakim dalam cara memperoleh
alat bukti petunjuk. Sumber yang dapat digunakan mengkonstruksi alat bukti
petunjuk, terbatas dari alat-alat bukti yang secara limitatif ditentukan Pasal 188 ayat
(2). Dalam ketentuan itu secara tegas sudah menetapkan dengan perkataan “hanya”.
Petunjuk “hanya” dapat diperoleh dari: a. keterangan saksi, b. surat, dan c.
keterangan terdakwa, , adapun saran dalam pembahasan ini yakni hakim dalam
memberikan pertimbangan hakim terutama untuk alat bukti petunjuk haruslah
sesuai dengan ketentuan KUHAP dan tidak dapat keluar dari ketentuan KUHAP.
Hakim dalam menerapkan unsur pasal juga harus lebih cermat dan jeli dalam
menyusunnya, hakim juga perlu berhati-hati dalam menerapkan Hukum Acara Pidana khususnya dalam pembuktian yang harus berpegang teguh kepada prinsip
due proces of law. | en_US |