dc.description.abstract | Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri, perkawinan dilakukan harus melalui persetujuan kedua
belah pihak mempelai, apabila perkawinan tersebut tidak memperoleh persetujuan
dari salah satu pihak ataupun keduabelah pihak berarti bisa disebut dengan
perkawinan dilakukan dengan cara terpaksa. Terjadi perbedaan pendapat antara
satu dengan keluarga lainnya membuat keputusan tetap tergantung oleh kedua
orang tua. Tidak ada kebebasan untuk anak memilih sendiri calon pasangan
hidupnya. Perkawinan hanya boleh dilakukan dengan ikhlas masing-masing
pihak. Perkawinan yang terdapat pada Putusan Perkara Nomor
78/Pdt.G/2011/PTA.Mks ini dilakukan dengan perintah orang tua, sehingga 4 hari
setelah akad nikah perkawinan ini tidak rukun dan tidak ada yang bisa
dipertahankan. Banyak permasalahan dan pertengkaran hampir setiap hari terjadi.
Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974
Tentang perkawinan bahwa perkawinan dilakukan atas dasar persetujuan kedua
calon mempelai.
Permasalahan yang penulis bahas dalam skripsi ini yaitu yang Pertama,
penyebab perkawinan paksa tanpa persetujuan calon mempelai. kedua,
perkawinan paksa dapat dijadikan alasan pengajuan gugat cerai. ketiga, akibat
hukum perkawinan paksa yang dilangsungkan tanpa persetujuan calon mempelai.
Tujuan Umum Penelitian ini guna memenuhi dan melengkapi sebagai
syarat dan tugas untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember, serta Tujuan Khusus Penelitian ini adalah Untuk mengetahui
dan menganalisa penyebab perkawinan paksa tanpa persetujuan calon mempelai,
perkawinan paksa dapat dijadikan alasan pengajuan cerai gugat, akibat hukum
perkawinan paksa yang dilangsungkan tanpa persetujuan calon mempelai.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menjawab
permasalahan tersebut menggunakan tipe penelitian hukum Yuridis Normatif
(legal research), yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Pendekatan
yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini menggunakan pendekatan PerundangUndangan (statute Approach) dan pendekatan konspetual (conceptual approach).
Hasil penelitian pembahasan dalam skripsi ini mencakup yang pertama,
yakni penyebab perkawinan paksa tanpa persetujuan calon mempelai dalam kasus
tersebut yang terdapat pada Putusan Perkara Nomor 78/Pdt.G/2011/PTA.Mks
sebuah perkawinan awalnya dilakukan tanpa persetujuan calon mempelai, karena
perkawinan ini tidak diinginkan namun karena kedua orang mempelai saling
mengenalkan dan menjodohkan anak-anaknya. Masing-masing mempelai tidak
menyetujui sebelumnya, karena ingin membahagiakan orang tuanya dan tidak
ingin mengecewakan orang tuanya akhirnya perkawinan itu tetap dilaksanakan.
Kedua, yakni Perkawinan paksa dapat dijadikan alasan mengajukan gugat cerai
karena dalam Pasal 19 ayat 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan jika salah satu mempelai terus menerus mengalami pertengkaran dan
perselisihan yang tidak akan ada harapan lagi untuk dipersatukan kembali di dalam rumah tangga. Dapat mengajukan gugatan perceraian di pengadilan dan
dengan alasan lainnya yang mendukung keyakinan untuk berpisah. Perkawinan
tersebut bertentangan dengan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai. Ketiga,
yakni akibat hukum perkawinan paksa yang dilangsungkan tanpa persetujuan
calon mempelai yaitu perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat perkawinan.
Perkawinan harus dilakukan sesuai hati nurani dan tanpa paksaan dari sisi
manapun. Dalam perkawinan tersebut banyak permasalahan-permasalahan yang
terjadi, dan tidak bisa untuk dirukunkan kembali berakibat perkawinan tersebut
tidak bisa untuk dipertahankan dan menimbulkan perceraian
Saran yang dapat diberikan yaitu, Pertama hendaknya perkawinan tersebut
tidak dilakukan jika kedua mempelai tidak saling mengenal, dan tidak menyetujui
adanya perkawinan tersebut. Kedua, hendaknya perceraian tersebut diselesaikan
secara baik-baik agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan lain dan
proses perceraian dipengadilan berjalan dengan lancar tanpa hambatan dari pihak
manapun. Ketiga, hendaknya salah satu mempelai dapat mengajukan pembatalan
perkawinan karena memenuhi syarat untuk dapat diajukan di pengadilan daripada
mengajukan gugat cerai ke Pengadilan lalu mempelai pria mengajukan banding
untuk mengajukan cerai talak satu Ba’in Sughraa. Pengadilan seharusnya
memberikan pengarahan agar tidak terulang kembali kejadian perkawinan yang
dilaksanakan tanpa persetujuan calon mempelai yang nantinya berujung dengan
perceraian. | en_US |