Pembatalan Perjanjian Perdamaian Yang Telah Di Homologasi Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Akibat Debitor Wanprestasi
Abstract
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ialah suatu istilah
yang sering dikaitkan dengan masalah kepailitan. Istilah ini juga kerap dikaitan
dengan masalah insolvensi atau suatu keadaan dimana tidak mampunya debitor
membayar sejumlah utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
sewaktu-waktu. Dua cara yang telah tercantum dalam Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU untuk debitor supaya terhindar dari Kepailitan yaitu:
Pertama, dengan cara mengajukan Penundaan Kewjiban Pembayaran Utang
atau disebut dengan PKPU dan yang Kedua, dengan cara mengajukan
permohonan perdamaian antara debitor dengan kreditor dinyatakan pailit oleh
Pengadilan. PKPU merupakan pemberian kesempatan kepada debitor untuk
melakukan rekonstruksi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran
seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. Adanya perjanjian
perdamaian dalam PKPU ini dapat juga dilanggar oleh pihak debitor karena
tidak dapat memenuhi apa yang ada dalam isi perjajian perdamaian tersebut
yang bersifat mengikat. Maka apabila debitor tidak dapat memenuhi perjanjian
perdamaian yang telah dihomologasi tersebut debitor dapat dinyatakan pailit
oleh Pengadilan Niaga.
Dari permasalahan diatas bahwa debitor dapat dinyatakan pailit apabila
telah terpenuhinya syarat dari kepailitan yang ada dalam Pasal 2 Undangundang
Kepailitan dan PKPU. Adapula debitor dapat dinyatakan pailit jika
sudah melalaikan isi dari perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi dalam
PKPU. Maka dari itu penulis tertarik dan membahas tentang “PEMBATALAN
PERJANJIAN PERDAMAIAN YANG TELAH DI HOMOLOGASI
DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
AKIBAT DEBITOR WANPRESTASI”. Dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut yang pertama Apa karakteristik yang perlu
diperhatikan dalam kepailitan BUMN, kedua akibat hukum terjadinya
wanprestasi pada perjanjian perdamaian yang telah di homologasi dalam
PKPU, ketiga upaya yang dapat dilakukan dalam pemenuhan hak-hak atas
kreditur akibat pembatalan perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi.
Tipe penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu dapat diartikan
sebuah kebenaran koheransi, yakni apakah ada aturan hukum yang sudah sesuai
dengan sebuah norma hukum maupun dengan prinsip hukum dan terdapat
beberapa pendekatan dengan adanya pendekatan penelitian yaitu pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang
digunakan ada dua yaitu bahan hukum primer antara lain KUHPerdata,
Undang-undang tentang BUMN, dan Undang-undang tentang Kepailitan dan
PKPU. Selanjutnya bahan hukum sekunder dan bahan non hukum seperti
artikel ilmiah yang dapat diakses melalui internet. Analisa bahan hukum ini
menggunakan metode deduktif yang berguna untuk menarik suatu kesimpulan
xiii
atas suatu permasalahan secara umum terhadap masalah yang dihadapi secara
khusus.
Hasil dari pembahasan atas pembatalan perjanjian perdamaian yang telah
di homologasi dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) akibat
debitor wanprestasi, Sesuai dengan ketiga rumusan masalah yang dibahas yaitu
pertama, Apa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam kepailitan BUMN,
maka karakteristik yang perlu diperhatikan adalah: a) Kewenangan pengajuan
permohonan pailit terhadap BUMN; b) berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat 1, yang
bersifat kumulatif, syarat-syarat debitor untuk dapat dinyatakan pailit harus
memenuhi semua unsur diatas. Akibat hukum terjadinya wanprestasi pada
perjanjian perdamaian yang telah di homologasi dalam PKPU adalah batal demi
hukum karena dalam hal tersebut debitor telah lalai dalam pemenuhan hak-hak
yang telah dijanjikan dalam perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi.
Kelalaian yang dilakukan oleh debitor tersebut, maka Pengadilan Niaga dapat
memutuskan bahwa debitor tersebut pailit. Upaya yang dapat dilakukan dalam
pemenuhan hak-hak atas kreditur akibat pembatalan perjanjian perdamaian
yang telah dihomologasi bahwa debitor telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan
Niaga maka harta yang telah menjadi sitaan umum dan telah ditangguhkan akan
dibereskan oleh pihak yang berwenang.
Kesimpulan dari pembahasan ini yang pertama adalah semua pihak
dapat dinyatakan pailit jika sudah memenuhi syarat yang ada dalam Pasal 2
Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Terkait dengan kepailitan BUMN,
maka karakteristik yang perlu diperhatikan adalah: a) Kewenangan pengajuan
permohonan pailit terhadap BUMN; b) berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat 1, yang
bersifat kumulatif, syarat-syarat debitor untuk dapat dinyatakan pailit harus
memenuhi semua unsur diatas c) Ketentuan Pasal 10 Undang-undang
Kepailitan memungkinkan diletakkannya sita jaminan terhadap terhadap
sebagian atau seluruh kekayaan kreditor. Kedua, Akibat hukum terjadinya
wanprestasi pada perjanjian perdamaian yang telah di homologasi dalam PKPU
yaitu Perjanjian Perdamaian tersebut batal demi hukum. Jika perbuatan hukum
yang Debitor lakukan sebelum putusan pernyataan pailit itu diucapkan
merugikan Kreditor, maka berlaku Pasal 41 Undang-undang Kepailitan dan
PKPU. Ketiga, Dalam hal upaya pemenuhan hak-hak kreditor maka debitor
pailit melalui Hakim pengawas dan Kurator harus menjual sitaan umum yang
telah ditangguhkan tersebut untuk pembayaran utang-utang terhadap kreditor.
Harta kekayaan yang dijadikan sita jaminan selanjutnya akan dilakukan proses
ekseskusi oleh kurator dengan diawasi oleh hakim pengawas dalam pemenuhan
hak-hak kreditor. Terkait pengurusan dan pemberesan harta Debitor Pailit, ada
ketentuan dalam Pasal 185 UU KPKPU .