Show simple item record

dc.contributor.advisorSUNARDI
dc.contributor.advisorYULIATI, Nanik
dc.contributor.authorDAMAYANTI, Ratna
dc.date.accessioned2020-12-14T08:44:10Z
dc.date.available2020-12-14T08:44:10Z
dc.date.issued2019-12-31
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102636
dc.description.abstractKemajuan suatu negara tidak terlepas dari faktor pendidikan. Pendidikan merupakan upaya mencerdaskan bangsa untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu, kualitas pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan. Adapun salah satu bidang ilmu yang dipelajari yaitu matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Matematika memiliki peran penting dalam pemecahan masalah. Tahap pemecahan masalah menurut Polya (1998) meliputi memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan meninjau kembali proses pemecahan masalah yang dilakukan. Proses pemecahan masalah sangat memerlukan keterampilan metakognisi yang baik. Keterampilan metakognisi menurut Schraw (dalam Chatzipantelia, Grammatikopoulos, dan Gregoriadis, 2014) mencakup tiga keterampilan penting meliputi perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah segiempat ditinjau Adversity Quotient meliputi quitter, camper, dan climber. AQ adalah tingkat kecerdasan seseorang dalam menghadapi masalah. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 8 SMP meliputi 1 siswa level AQ rendah (quitter), 2 siswa level AQ sedang (camper), dan 2 siswa level AQ tinggi (climber). Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah segiempat. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes, teknik think aloud, dan wawancara. Analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keterampilan metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah segiempat dengan menggunakan tahap pemecahan masalah Polya ditemukan bahwa siswa ix level AQ rendah (quitter) memiliki karakteristik proses metakognisi yang lengkap, meliputi planning, monitoring, dan evaluating. Namun siswa level AQ rendah (quitter) tidak memiliki kesadaran dalam menghubungkan data yang diketahui dengan permasalahan yang dihadapi, memikirkan rencana penyelesaian masalah yang sedang ia hadapi. Hal ini berdampak pada proses penyelesaian masalah sehingga siswa level AQ rendah (quitter) tidak dapat melakukan langkah-langkah pengerjaan yang tepat dan tidak mampu menyelesaikan soal dengan cara yang berbeda. Ia cenderung menyerah ketika menentukan strategi pemecahan masalah. Sehingga siswa level AQ rendah (quitter) kurang mampu menyelesiakan masalah yang dihadapi dengan baik. Sedangkan siswa dengan level camper dan climber dalam menyelesaikan masalah matematika memiliki keterampilan metakognitif yang baik. Siswa dengan level camper memiliki kesadaran untuk menyelesaikan masalah dengan menjelaskan apa dan mengapa langkah tersebut digunakan. Siswa dalam tingkat ini menyadari bahwa ia baru memiliki alasan yang benar terkait langkah-langkah yang dipilihnya dalam menyelesaikan masalah. Namun siswa dengan level camper hanya menggunakan strategi atau langkah penyelesaian yang diketahui atau pernah digunakan sebelumnya Sedangkan siswa dengan level climber memiliki kesadaran yang tinggi untuk menyelesaikan masalah dan menyadari bahwa ia baru memiliki alasan yang benar terkait langkah-langkah yang dipilihnya dalam menyelesaikan masalah. selain itu, siswa dengan level climber berusaha mencari solusi alternatif selain yang telah ia peroleh. Sehingga siswa dengan level climber yakin bahwa permasalahan yang ia hadapi telah terselesaikan dengan semua alternatif jawaban yang ia peroleh. Berdasarkan tingkatan metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah, siswa dengan kategori AQ diperoleh bahwa semakin tinggi level AQ siswa maka semakin tinggi pul tingkatan metakognisi siswa. Siswa level AQ rendah (quitter) memiliki tingkatan paling rendah dalam menyelesaikan masalah yaitu pada tingkatan tacit use. Siswa level AQ sedang (camper) memiliki tingkatan metakognisi aware use. Sedangkan siswa level AQ tinggi (climber) memiliki tingkatan metakognisi strategic use dan reflective useen_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBERen_US
dc.subjectProfil Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Segiempat Ditinjau Dari Adversity Quotient (Aq)en_US
dc.titleProfil Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Segiempat Ditinjau Dari Adversity Quotient (Aq)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiMAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record