Representasi Kearifan Lokal Yogyakarta Dalam Novel Raksasa Dari Jogja Karya Dwitasari Dan Film Raksasa Dari Jogja Karya Sutradara Monty Tiwa: Kajian Ekranisasi
Abstract
Kehadiran film yang diadaptasi dari novel kini semakin marak beredar di
dunia hiburan. Kebanyakan novel yang diadaptasi menjadi sebuah film adalah novel
yang mendapat antusias masyarakat, dan novel tersebut telah dicetak ulang. Novel
Dwitasari yang berjudul Raksasa dari Jogja adalah novel yang telah difilmkan
dengan judul yang sama. Film hasil adaptasi novel Raksasa dari Jogja disutradarai
oleh Monty Tiwa. Raksasa dari Jogja menyuguhkan sebuah cerita tentang remaja
bernama Bian yang sempat mengalami kekecewaan dalam hidupnya akibat perlakuan
KDRT yang dilakukan ayahnya dan kekecewaan terhadap sahabat dan lelaki yang
dicintainya. Bian melakukan berbagai hal untuk bangkit dari keterpurukannya,
sehingga mampu memulai hidup baru yang lebih baik. Novel dan film tersebut
memvisualkan pula realita tentang kearifan lokal yang terdapat di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kesenian dan pariwisata sebagai bentuk kearifan lokal disuguhkan
dalam novel dan film tersebut.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat pada novel dan film tersebut,
peneliti menggunakan kajian ekranisasi untuk menganalisis novel dan film Raksasa
dari Jogja. Analisis yang dilakukan peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan
keterjalinan antarunsur, serta representasi kearifan lokal Yogyakarta pada novel dan
film Raksasa dari Jogja berdasarkan kajian ekranisasi. Peneliti menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Langkah-langkah metode penelitian kualitatif yang dilakukan
yaitu: (1) memperoleh data dengan cara membaca dan memahami novel, mencatat
data-data yang didapat dari sumber novel Raksasa dari Jogja karya Dwitasari, untuk
mengetahui permasalahan yang dikaji yaitu mengenai tokoh, alur, dan latar; (2)
memperoleh data dengan cara menonton, memahami film, dan mencatat data-data
viii
yang didapat dari sumber film Raksasa dari Jogja karya sutradara Monty Tiwa,
untuk mengetahui permasalahan perbedaan yang dikaji yaitu mengenai tokoh, alur,
dan latar; (3) mengolah data dengan mengklasifikasikan data-data yang terkait pada
unsur-unsur struktural yang meliputi tema, penokohan, latar, dan konflik.
Representasi yang meliputi objek wisata, pertunjukan adat tradisional, dan
kesederhanaan warga Yogyakarta. Ekranisasi yang meliputi, perubahan, penambahan,
penciutan, dan perubahan bervariasi. (4); menganalisis dengan menggunakan
pendekatan struktural yang meliputi tema, penokohan, latar, dan konflik.
Representasi yang meliputi objek wisata, pertunjukan adat tradisional, dan
kesederhanaan warga Yogyakarta. Ekranisasi yang meliputi perubahan, penambahan,
penciutan, dan perubahan bervariasi.
Peneliti menggali informasi mengenai biografi pengarang dan latar belakang
pengarang. Ketertarikan novel sehingga dilirik oleh pembuat film dan Daerah
Istimewa Yogyakarta untuk mengetahui hal-hal yang memungkinkan terjadinya
proses kreatif pengarang dalam menciptakan novel Raksasa dari Jogja. Pencarian
berbagai informasi tersebut berdasarkan pada permasalahan-permasalahan yang
terdapat pada novel. Informasi tersebut berfungsi untuk menunjang analisis peneliti di
ekranisasi.
Pendekatan struktural berfungsi untuk mengetahui secara murni novel
Raksasa dari Jogja melalui keterkaitan setiap unsur-unsurnya. Tema dibagi menjadi
dua, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor dalam novel tersebut yaitu
perjuangan seorang wanita untuk bangkit dari keterpurukannya. Tema minor terdiri
atas tujuh hal yaitu: (1) ketabahan hati seorang ibu dalam menjalani hidup; (2)
keegoisan mampu menghancurkan kepercayaan; (3) kemandirian seorang wanita
untuk mendapatkan kesuksesan; (4) menjunjung tinggi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan identitas daerah; (5) kepedulian terhadap sesama manusia untuk
menolong nasib hidupnya; (6) ketulusan dalam menjalin persahabatan; (7) kebesaran
hati untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Tema tersebut menggambarkan
garis besar perwatakan tokoh utama dan setiap tokoh bawahannya. Tokoh utama
ix
dalam novel tersebut yaitu Bianca. Tokoh bawahan yang berpengaruh dan paling
banyak berinteraksi dengan tokoh utama yaitu, Gabriel, mama, papa, Kevin, Bude
Sumiyati, Letisha, dan Vanessa. Latar tempat di Jakarta, Yogyakarta, dan lingkungan
sekitarnya. Latar waktu terjadi pada era modern. Latar sosial mengarah pada kondisi
sosial masyarakat Jakarta, kondisi sosial masyarakat Yogyakarta, kehidupan sosial
yang menyimpang, dan kehidupan sosial masyarakat perkotaan. Tahapan alur dibagi
menjadi tahap penyituasian yaitu digambarkan dengan pengenalan tokoh
Bianca,tahap pemunculan konflik ketika pertengkaran kedua orang tua Bian terjadi,
tahap peningkatan konflik ketika perlakuan kasar papa yang semakin membuat Bian
sakit hati, tahap klimaks ketika kabar buruk yang melukai hati Bian terjadi lagi
setelah dia mulai mendapatkan kebahagiaannya, dan tahap penyelesaian ketika segala
masalah Bian mendapat jalan keluar. Konflik yang terjadi di antaranya konflik antara
manusia dan manusia yang dominan terjadi antara papa, mama, dan Bian. Konflik
antara manusia dan masyarakat terjadi pada Bian dan para penumpang bus trans
Jogja. Konflik antara manusia dan alam sekitar terjadi antara masyarakat Jogja dan
Gunung Merapi. Konflik antara suatu ide dan lain terjadi ketika Bian gelisah
mendengar berita yang mengacaukan perasaannya. Konflik antara seseorang dan kata
hatinya terjadi pada Bian.
Teori ekranisasi digunakan untuk mengetahui mekanisme sebuah novel dapat
diadaptasi menjadi bentuk film. Teori ekranisasi digunakan untuk memahami proses
perubahan bentuk novel yang alat utamanya kata-kata, diubah menjadi bentuk film
yang alat utamanya adalah gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan. Terjadi pula
proses penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada alur, latar, dan tokoh.
Melalui ekranisasi kita dapat mengetahui terjadinya perubahan-perubahan tersebut
dan mengapa perubahan tersebut dapat terjadi.
Representasi yang ingin ditampilkan pada novel dan film ini mencerminkan
kearifan lokal suatu daerah. Tokoh Bian dan sejumlah tokoh bawahan lainnya
seringkali melakukan aktivitas yang menjunjung tinggi kearifan lokal daerah.
Aktivitas tersebut berhubungan dengan kesenian dan pariwisata. Tokoh Bian gemar
x
sekali menonton kesenian tradisional yang ada di Yogyakarta. Ia juga gemar
mengunjungi tempat-tempat tradisional dan bersejarah di Yogyakarta. Kegemaran
tokoh Bian tersebut merepresentasikan kearifan lokal yang terdapat di Yogyakarta
dalam bentuk kesenian dan pariwisata.