Show simple item record

dc.contributor.advisorNUGROHO, Rizal
dc.contributor.advisorATIKAH, Warah
dc.contributor.authorABIDAH, Salma Rona
dc.date.accessioned2020-12-08T02:39:36Z
dc.date.available2020-12-08T02:39:36Z
dc.date.issued2020-07-27
dc.identifier.nimNIM160710101232
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102401
dc.description.abstractSengketa pertanahan kerap kali terjadi, salah satunya yang terjadi pada tanah milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yaitu tidak lepas dari status dan kepemilikan atas tanah. Yang dalam hal ini nampak pada sengketa antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Pura Barutama. Dimana status dan kepemilikan atas tanah milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang berdasar pada Grondkaart berada di atas tanah PT. Pura Barutama yang berdasar pada Sertipikat Hak Guna Bangunan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa terdapat dua bukti kepemilikan hak atas tanah diatas sebidang tanah yang sama. Objek yang menjadi sengketa, yaitu Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 18/Desa Jati Kulon pada tanggal 24 Oktober 1991 atas nama pemegang hak yaitu PT. Pura Barutama berkedudukan di Kudus tersebut ternyata berada di bidang tanah objek sengketa (tumpang tindih) yang diakui oleh PT.KAI (Persero) adalah miliknya berdasarkan Grondkaart (Peta Tanah) Nomor : Ag 461 tanggal 27 Juni 1935 seluas ± 15.034,2 M² van (dari) KM 48 + 400 tot (sampai) KM 49 + 100 Zijspoor Djati (Lintasan Rel Kereta Api Bercabang Jati), Lijn (Lintas) Semarang – Joana, yang permasalahan tersebut sampai di tahap kasasi yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 457/K/TUN/2017. Terkait demikian, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut yaitu, bagaimana kedudukan Grondkaart setelah diberlakukannya Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (UUPA) dan apa saja yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan kasasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 457/K/TUN/2017. Sedangkan, Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan karya ilmiah dalam skripsi ini yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini meliputi tipe penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undangundang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pembahasan dalam skripsi ini yaitu yang pertama, menganalisa terkait peraturan yang menegaskan kedudukan Grondkaart sebelum dan sesudah lahirnya UUPA, dijelaskan pula Grondkaart sebagai bukti penguasaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dan Grondkaart sebagai dasar bukti kepemilikan tanah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dan pembahasan yang kedua, yaitu memaparkan siapa saja yang menjadi subyek hukum dan apa yang menjadi obyek persengketaan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 457/K/TUN/2017 dan apa saja alasan hukum Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara No. 52/B/2017/PT.TUN SBY yang membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha negara Semarang No. 034/6/2016/PTUN.SMG, kemudian memaparkan dasar – dasar gugatan yang diajukan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 457/K/TUN/2017 dan menganalisa pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan kasasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 457/K/TUN/2017 yaitu bahwasanya tenggang waktu pengajuan gugatan yang didaftarakan pada tanggal 14 Juni 2016 tidak kadaluwarsa, karena hal inilah yang mengakibatkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara No. 52/B/2017/PT.TUN SBY membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha negara Semarang No. 034/6/2016/PTUN.SMG. Begitu juga dikarenakan, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan pengelola aset atas tanah yang termuat dalam keputusan objek sengketa berdasarkan Grondkaart (Peta Tanah) Nomor Ag 461 tanggal 27 Juni 1935 seluas ± 15.034,2 M². Dan karena tidak dilakukannya penelitian dan kecermatan dalam pengecekan riwayat tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus yang menjadi obyek sengketa tersebut sehingga terjadilah tumpang tindih kepemilikan atas tanah. Kesimpulan dalam skripsi ini sebagai berikut. Pertama, Grondkaart kedudukannya tidak diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1960 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, hal ini yang mengakibatkan bahwa Grondkaart bukan merupakan bukti kepemilikan tanah perkeretaapian yang kuat, namun dapat dijadikan sebagai dasar kepemilikan atau alas hak atas tanah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk mendaftarkan tanahnya agar mendapatkan Sertipikat Hak Atas Tanah yang kuat. Kedua, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara No. 52/B/2017/PT.TUN SBY yang membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha negara Semarang No. 034/6/2016/PTUN.SMG salah dalam menerapkan hukum dan Pertimbangan Hukum Hakim dalam mengabulkan kasasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berdasarkan Grondkaart (Peta Tanah) Nomor Ag 461 tanggal 27 Juni 1935 seluas ± 15.034,2 M² yang menjadi objek sengketa tersebut belum didaftarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus, namun hak tersebut tidak menjadi hapus karena PT. Kereta Api Indonesia (Persero) masih memegang hak pakai atas tanah yang disengketakan sebagaimana ketentuan Pasal 1 Undang – Undang Nomor 86 Tahun 1958 Jo. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1959 Jo. Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor : SK.8/Ka/1963. Saran yang dapat penulis berikan dalam skripsi ini adalah Pertama, perlu diadakannya suatu himbauan atau penyuluhan baik dari Instansi Pemerintahan maupun Badan Pertanahan Nasional untuk memberitahukan kepada masyarakat mengenai batas – batas tanah pemerintah, dan perlu dilakukan tindakan yang cermat dari BPN dalam melakukan tindakan pengeluaran produk hukum yaitu Keputusan Tata Usaha Negara berupa sertipikat hak atas tanah agar nantinya pengeluaran sertipikat tidak melanggar peraturan dan tidak mengandung cacat yuridis. Kedua, Perlu adanya pendaftaran tanah secara menyeluruh dengan Grondkaart sebagai alas hak atas tanah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menyertipikatkan tanah – tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai jaminan kepastian hukum berdasarkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, agar aset - aset yang dimiliki oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terjamin kepastian hukumnya.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectHak Milik Atas Tanahen_US
dc.subjectGrondkaarten_US
dc.subjectSengketa Tanahen_US
dc.subjectHak Penguasaan Tanahen_US
dc.titleGrondkaart sebagai Bukti Penguasaan Tanah PT. Kereta Api Indonesia (studi putusan mahkamah agung nomor : 457K/TUN/2017)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukum
dc.identifier.kodeprodi0710101


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record